Penulis: Dahono Prasetyo
Persoalan perbedaan gaya “pencitraan” punya pengaruh penting pada isi kepala penikmatnya. Bagaimana melihat sesuatu yang penting tidak harus dengan kerutan di alis. Saat baliho Mbak Puan ukuran jumbo bertebaran di titik strategis, menggambarkan kelas elitis berbiaya tinggi. Di saat hampir bersamaan foto masa kecil Ganjar dengan gaya egaliternya menyusup di ruang media sosial.
Mereka berdua yang secara politis sedang “berseteru” memperebutkan simpati khalayak dengan caranya masing-masing. Mbak Puan mentargetkan masuk di kelas elektabilitas kemapanan yang menjadi basis mesin politiknya. Sedangkan Ganjar berbanding anomali meraup empati dalam kelas emosional masyarakat. Masuk ke ruang interaksi sosial secara langsung melalui media selebar layar gadget.
Tidak ada yang salah dalam strategi keduanya mensosialisasikan diri. Membangun citra positif untuk dikenal luas sebelum akhirnya dipilih secara luas. Untuk tim sukses Mbak Puan ini menjadi rezeki dadakan. Kerja kampanye punya durasi lebih panjang mencoba strategi apapun untuk menaikkan elektabilitas. Bagi mbak Puan jadi “pemborosan” hanya gegara Ganjar pengeluaran biaya jadi lebih besar dan tidak berhenti di bulan ini saja?
Mesin politik Ganjar yang bertebaran di medsos berhak melakukan respon jika tidak ingin disebut perlawanan. Semalam foto masa kecil Ganjar dimunculkan dengan sederhana: “Ayo tebak siapa ini? Kalau berani mention orangnya”. Dari akun IG Dennysirregar yang siang ini sudah di-like oleh 25 ribuan.
Murah, meriah, efektif dan yang pasti rileks untuk dinikmati. Saat fikiran suntuk dengan issue dana haji, pajak sembako, Profesor guru besar tidak tetap atau artis ketangkap nyimeng, mendadak hilang setelah memandang foto remaja polos berbaju batik. Foto itu terasa dekat dengan imajinasi kita, memandangnya sambil cengar-cengir lalu ribuan komentar berhamburan.
Ganjar yang tidak pernah kehilangan akal mencuri perhatian. Bukan dengan banyaknya baliho atau iklan teh botol. Tapi cukup dengan menyampaikan dongeng masa lalu yang menceritakan bahwa sederhana itu sebagian dari rasa syukur.
Foto Ganjar diperkirakan usia SMP, saat dia masih nyambi jualan bensin eceran di pinggir jalan. So…, lupakan elektabilitas. Saat cinta sudah nendang, ikan asin serasa rendang