Angka fantastis senilai Rp 1.760 triliun tercantum dalam dokumen anggaran Alat Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dari Kementrian Pertahanan untuk tahun anggaran 2020-2024.
KOLOM
OPINI
Dahono Prasetyo
Di tengah perjuangan melawan pandemi dan kondisi ekonomi negara yang sedang berusaha bangkit dari perlambatan, muncul temuan dokumen anggaran Alat Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) dari Kementerian Pertahanan tahun 2020-2024 Anggaran senilai Rp 1.760 triliun.
Singkat ceritanya, gegara musibah tenggelamnya kapal selam TNI AL, tiba tiba Kemenhan menyodorkan angka pengajuan anggaran pembelian alutsista sebesar itu. Belinya utang lagi?!
Entah saking kebeletnya belanja, “aturan” barang kebutuhan apa yang mesti dibeli jadi nggak penting. Yang krusial angka fantastis keluar dulu dalam wujud dokumen draft Perpres. Lalu segera bikin PT TMI sebagai broker resminya. Celakanya baru mau mulai “kreatif” menjarah anggaran keburu bocor di telinga ahlinya.
Conny Rahakundini salah satu “orang dalam” Kemenhan sukses memporak-porandakan rencana terstruktur dan sistemik itu melalui kekuatan media. Skema penyusunan anggaran dari hulu hingga hilir dengan gaya lama tercium aroma kebohongannya.
Angka Rp 1.760 triliun mesti dihabiskan untuk belanja alutsista sampai tahun 2024. Artinya hingga 3 tahun ke depan wajib shopping sebesar Rp 586,6 triliun/tahun. Angka hutang sebesar itu dibayar selama 25 tahun, jadi ketemu angka Rp 70,4 triliun tiap tahun negara wajib bayar cicilannya.
Adalah PT Teknologi Militer Indonesia (TMI), sebuah perusahaan konsultan peralatan militer di bawah naungan Kemenhan. PT TMI menjadi wadah teknokrat alutsista yang memberi masukan kebutuhan teknologi pertahanan apa yang layak untuk kondisi bangsa pada 10-20 tahun ke depan.
Kita masih belum lupa bagaimana Petral sebagai rekanan Pertamina awalnya berstatus konsultan impor BBM, kemudian jadi penentu apapun transaksi impor BBM harus lewat rekomendasinya. Mafia impor sejenis Petral di Kemenhan itulah PT TMI. Sama-sama calo hanya beda barangnya saja.
Tidak ada yang salah dengan klarifikasi PT TMI yang menyatakan tidak terlibat dalam kontrak rencana pembelian alutsista. Yang namanya baru rencana memang belum terjadi transaksi apalagi bukti kontrak? Cuma sialnya si calon penyamun baru sebatas niat sudah keburu ketahuan kamera CCTV.
Beberapa pasukan buzzer pro Kemenhan sempat membelokkan fokus besarnya anggaran sebanding dengan misi perbaikan pertahanan negara yang futuristik, canggih dan efisien sesuai visi Presiden. Masalahnya bukan itu. Tapi di era keterbukaan media informasi, jangankan belanja Rp 1.760 triliun, mau beli spion pesawat kalau itu fiktif pasti ketahuan.
Maka tidak salah Jokowi memilih Prabowo menjadi Menteri Pertahanan. Orang yang pas di tempat yang tepat bagi institusi yang hobby belanja. Prabowo diminta pensiun sejenak mikir politik suruh kerja sama Jokowi, hasil kerjanya bisa jadi ukuran dia pantas Nyapres lagi 2024 atau tidak.
Atas kasus ini, semoga mbak Puan segera mencari pasangan Capres lain yang lebih “gaul”. Tinggal ganti satu huruf saja kok mbak, dari PraBowo menjadi PraNowo.