Gampangnya Minta Maaf dengan Meterai, Bukti Lemahnya Penegakan Hukum

Penulis: Azas Tigor Nainggolan

Sejak berprofesi sebagai seorang advokat di tahun 1989 lalu di dompet saya selaku tersedia meterai. Menyiapkan meterai Rp 6.000 ketika itu agar bersedia setiap waktu jika ada warga atau warga atau klien yang perlu didampingi pemeriksaan di kepolisian atau kejaksaan secara mendadak atau juga ingin membuat perjanjian hukum. Atau ketika itu mahasiswa atau aktivis yang ditangkap karena melakukan aksi dan membutuhkan advokat sebagai Kuasa Hukum di polisi.

Sekarang semenjak tahun 2021 di dompet saya tersedia Rp 10.000 sesuai perubahan regulasi pemerintah.

-Iklan-

Soal fungsi meterai biasanya, saat ini salah satu fungsi meterai yang sedang populer adalah untuk membuat pernyataan minta maaf. Saat ini aparat hukum cukup aktif merespon pengaduan masyarakat terkait perbuatan radikal, penghinaan atau perbuatan melawan aparat hukum. Penggunaan meterai untuk minta maaf ini bisa menjadi indikator responsif aparat penegak hukum terhadap pengaduan masyarakat terkait kasus radikalisme atau perbuatan penghinaan atau melawan petugas.

Saat ini banyak sekali kita saksikan di media elektronik atau di sosial media banyak orang pelanggar pidana penghinaan, melawan aparat atau pidana elektronik. Bahkan sekarang banyak yang memaki petugas yang sedang bertugas di lapangan, mudah saja minta maaf dengan menulis surat dan menggunakan meterai.

Sering kali saat ini ada guyonan, “mana meterai – pakai meterai”, untuk menyindir pelaku minta maaf setelah melanggar hukum pidana atau memaki petugas. Ungkapan “mana meterai” – “pakai meterai’ juga bisa diartikan sebagai kritik lemahnya penegakan hukum.

Apalagi sekarang banyak beredar video pemaki petugas lapangan penyekatan larangan mudik. Setelah beredar videonya dan langsung si pelaku minta maaf – membuat surat pernyataan minta maaf di atas meterai.

Nah, mudahnya pelaku pidana dan minta maaf hanya dengan menggunakan surat minta maaf di atas meterai ini juga bisa jadi indikator atas lemahnya penegakan hukum pidana.

Padahal dalam kasus pidana tidak ada penyelesaian secara hukum dengan minta maaf. Jika memang si pelaku jelas tertangkap tangan melakukan pidana maka seharusnya aparat melakukan proses hukum secara tegas. Tindakan proses hukum secara tegas ini harus dilakukan agar ada efek jera bagi masyarakat dan tidak merendahkan kualitas penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum jauh lebih penting dari pada pendapatan negara dari pembelian penggunaan meterai. Jadi tidak ada lagi kritik “mana meterai” – “pakai meterai” selesai persoalan”.

Jakarta, 18 Mei 2021
Astina

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here