SintesaNews.com – Publik jengah dengan ujaran-ujaran ngawur dari Yahya Waloni yang dianggap “mantan pendeta jadi ustadz” oleh kaum keselek agama. Kontributor SintesaNews.com Nurul Azizah menelusuri jejak Yahya Waloni dari sumber-sumber langsung terpercaya yang mengenalnya. Ternyata hasil penelusurannya mengungkap banyak rahasia Yahya Waloni sesungguhnya. Berikut ulasannya.
Berdasarkan penjelasan Pdt. Cornelius Montol STh Ketua Majelis Badan Pekerja Sinode (BPS) Gereja Protestan Indonesia Buol Tolitoli (GPIBT) tentang Yahya Waloni, pada tahun 2006 di bulan Agustus Yahya Waloni datang ke Tolitoli. Maksud kedatangannya adalah untuk melamar menjadi Vicaris pendeta (Pdt).
Yahya Waloni beralasan, di GKI Papua orang sering memanggilnya sebagai pendeta. Sementara dia sendiri belum menjadi pendeta.
Yahya Waloni sangat berharap GPIBT menerimanya. Dia pun memasukkan lamarannya.
Hasilnya, GPIBT melalui keputusan Rapat BPS tidak menerima Yahya Waloni menjalani masa Vicaris. Karena dari ijazahnya, tidak dapat dibuktikan bahwa Sekolah Teologi yang menamatkannya betul-betul ada.
“Baru empat hari memasukkan lamaran, ketika saya pulang dari kantor, belum sempat ganti, dia datang duduk dan bertanya tentang lamarannya. Belum saya menjawab dia bercerita, ‘Pak Pendeta, tadi saya mendengar bisikan-bisikan yang mendorong saya ke masjid, tapi saya kuatkan hati saya untuk tidak menuruti bisikan itu,’ ” kisah Pdt. Cornelius Montol
“Saya jadi mengerti desakan untuk menerimanya. Saya katakan kami akan segera membahasnya dalam rapat BPS, harap menunggu saja,” katanya.
“Memang ada pemaksaan bagi saya untuk kami menerima dengan pertimbangan SDM-nya.”
Kepada banyak orang ia menyatakan sudah Doktor dengan bukti ijazah.
“Tapi tidak pada saya. Sekolah itu pun saya lacak dan tidak ditemukan. Ada juga yang mendesak dengan mengatakan dia akan bikin kacau. Dan saya katakan kalau sampai ia membuat kacau itu haknya yang dapat ia gunakan. Tetapi untuk menerimanya sebagai Pendeta itu tidak mungkin.”
“Saya menemuinya. Saat mendengar bahwa yang bersangkutan tidak bisa diterima, ia sangat marah. Lalu yang bersangkutan menyampaikan bahwa dia sudah sangat berharap diterima. Saya katakan alasan apa ia marah. Saya lalu menanyakan kepadanya tentang:
1. Ijazah doktor yang oleh beberapa orang menyampaikannya pada saya. Dia lalu menyebut sekolah teologia di Pineleng yang katanya dibuka dari Filipina tapi kemudian ditutup. Dan saya katakan itu tidak pernah ada.
2. Katamu engkau sdh jadi Pendeta, di mana itu? Dia mengatakan saat dia baru dua tahun kuliah dan datang ke Gereja Protestan Indonesia Gorontalo (GPIG) dan diteguhkan oleh ibu Pdt. Buang Walone. Saya sampaikan kalau saya sudah cek ke Pdt. Markus Tambun yang waktu itu sebagai Sekretaris Majelis Sinode. Dan itu tdak pernah terjadi. Bahkan Pdt. Buang Walone katakan bahwa hanya pernah diberikan surat keterangan kepadanya untuk kepentingan masuk PNS di Kalimantan.”
“Dia lalu meminta difasilitasi dan untuk kembali ke Papua dan itu tidak mungkin kami penuhi. Sesudah pertemuan itu, pertemuan besoknya ia meminta saya menghubungi tantenya di Sangihe yang katanya sudah bersedia membantunya. Belum sempat kontak, melalui isterinya ia mengatakan tidak usah.”
“Terakhir saya datang dan bercerita lagi dengan yang bersangkutan sebagai mana permintaannya, ia bertanya pada saya, ‘Pak Pdt. kalau saya beralih kepercayaan masuk Islam masih bertemankah kita?'”
“Saya katakan hidup beragama adalah hak azasi setiap orang. Hal beragama adalah pilihan pasti setiap orang dan jika saudara berkeputusan memilih beragama Islam, anda kan masih tetap manusia dan tidak menjadi yang bukan manusia.”
“Dia katakan, ‘Iya pak, jadi pak Pdt tidak marah dan menganggap saya musuh kan?’ Saya katakan anda tetap teman saya. Dan dia senang. Lalu ia menjelaskan alasannya masuk Islam:
1. Memudahkan dia mendapatkan lapangan kerja karena pasti, karena sebagai mantan TNI, akan dibantu oleh Dandim kemungkinan jadi sekuriti di perusahaan kelapa sawit CCM di Buol.
2. Saya akan mudah mendapat kesempatan menjadi dosen di UMADA (Universitas Madako) Tolitoli karena Pak Ma’ruf sebagai Bupati adalah Rektor.
3. Sudah melakukan percakapan dengan Ustadz bahwa sekarang waktu yang tepat jika memilih menjadi muallaf.”
Itu yang disampaikannya.
“Sorenya, saya mendapat laporan bahwa yang bersangkutan telah dijemput orang berjubah untuk masuk masjid.”
Hari-hari selanjutnya atas berbagai pertanyaan warga jemaat GPIBT Tolitoli ketika dalam surat kabar ada berita “Mantan Pdt masuk Islam”.
BPS GPIBT mengeluarkan edaran yang menjelaskan tentang yang bersangkutan dan tidak harus terganggu. Dan berharap setiap pertanyaan tentang yang bersangkutan dapat langsung dengan BPS GPIBT (ketika itu saya Sekretaris dan Pdt. A. J. diamanti Ketua).
Demikian sedikit penjelasan.
Dirangkum dari facebook SAHABAT KRISTEN 28 Agustus 2019
https://www.facebook.com>posts