Penulis: Wawan Soehardi & AN Hakiem
Melihat kondisi perpolitikan di Indonesia memang seperti langkah papan catur. Dua langkah melangkah empat langkah terlampaui. Serta hal ini terkadang menimbulkan sebuah prasangka entah itu baik atau prasangka buruk.
Berpolitik terkadang tidak memandang siapa lawan dan siapa kawan, namun juga membutuhkan perhitungan dari hasil timbang menimbang. Bahkan boleh dikatakan pagi kedelai sorenya bisa tempe. Serta hal itu terkadang tidak memandang benar dan salah. Namun hanya menang dan kalah.
Semoga yang terjadi di kubu PKB (Cak Imin) saat ini bukan hanya semata-mata kepentingan politik saja namun kepentingan NU. Apa yang dilakulan Cak Imin bisa menjadikan lawannya jeli dan bosan. Jika dilihat dari organisasi PKB dan NU bukan organisasi sembarangan. Bisa dikatakan organisasi paling keramat serta membuat orang menjadi kuwalat mungkin teknik ini adalah teknik merangkul untuk memukul lawannya semoga saja begitu.
Dengan adanya hal itu kemungkinan karier Cak Imin sudah mentok di situ. Namun bisa saja naik lagi dan mewakili umat NU. Jika teknik tadi terlampui. Maka kemungkinan bisa jadi dan mewakili apa yang diamanahkan kepadanya. Tehnik ini sangat halus untuk menghancurkan lawan dan lawan pun terkadang tidak menyadari hal itu dan cenderung lengah.
Ingatlah sejarah telah mencatat, untuk menghancurkan DI/TII, Masyumi, PKI dan Golkar, nahdliyin cukup dengan merangkulnya dan mereka hancur dengan sendiri tanpa harus mengeluarkan energi berlebih untuk menggilas habis sampai ke akar-akarnya.
Tidak sesederhana dengan apa yang dibayangkan. Politik apa yang sedang dilancarkan PKB. Ada politik tersembunyi, tidak mungkin Cak Imin langsung percaya saja dengan PKS. PKS dari sayap ikhwanul muslimin yang jelas berlawanan ideologi dengan PKB.
Prinsip partai politik pagi kedelai sore tempe. Dalam hal ini apakah PKB saat ini sudah gila jika berkoalisi atau bersatu dengan PKS yang jelas-jelas berbeda idiologi, belum lagi untuk prinsip -prinsip ahlusunnah waljamaah NU.
Dengan catatan jika ini memang terjadi, kemungkinan besar Cak Imin bernafsu untuk naik menjadi capres.
Namun hal ini tidak mungkin tanpa perhitungan atau kalkulasi, Cak Imin yang tidak menyadari kemungkinan sangat tipis untuk menaikkan Cak Imin jadi capres atau bahkan cawapres.
Tidak mungkin Cak Imin bisa mengukur hal ini, masih kalah dengan para tokoh nasionalis seperti Ganjar Pranowo maupun Tri Rismaharini.
Tehnik zig-zag merangkul tersebut untuk membuat bingung kubu PKS. Karena PKB sudah terkenalnya dengan nasionalis agamis. Dari non muslim PKB pun sudah banyak dikenal nasionalis dan agamisnya. Beda dengan PKS yang hanya mengandalkan titipan ideologi khilafah yang lahir dari rahim ikhwanul muslimin sarat dengan agenda tersembunyi dan kotor. Bahkan PKS itu hasil dari titipan berbagai pihak asing.
Bayangkan saja yang biasanya saling hujat menghujat tapi saat ini tiba-tiba langsung lengket kaya permen karet. Memang simulasi dan game seperti ini membuat tanda tanya besar.
Semoga peristiwa ini tidak ada lagi tempe yang lahir dari kacang. Namun tetaplah tempe dari kedelai.
Membandingkan NU dengan ikhwanul muslimin tidak imbang dalam takaran dari sudut manapun.
Saya jujur mau ketawa saja melihat PKB telah membuat PKS menjadi besar kepala merasa bisa mengendalikan nahdliyin dan mau menitipkan misi PKS ke dalam tubuh nahdliyin.
Meminjam istilah yang sering dikatakan oleh Nurbuat pelawak Srimulat, “Sebuah hil yang mustahal.”
Ingatlah, sejarah mencatat sudah berapa organisasi besar yang memusuhi NU menjadi sekarat bahkan mati di dalam rangkulan pelukan hangat romantis nahdliyin.
Editor : Nurul Azizah
Baca juga: