Penulis: Erri Subakti
Indonesia era kini tengah memasuki apa yang disebut Bonus Demografi, yaitu jumlah penduduk usia produktif atau usia kerja, lebih banyak dari penduduk usia ketergantungan (lansia).
Sepuluh tahun lalu para ahli sudah meramalkan kondisi ini, jika pemerintah Indonesia tidak mempersiapkan peningkatan kualitas SDM pada generasi millenial dan gen z, Indonesia justru akan mengalami bencana demografi.
Karena bonus demografi sesungguhnya merupakan sebuah keunggulan bagi sebuah negara, dimana penduduk yang berusia muda dan produktif lebih banyak dari yang berusia lanjut. Kondisi ini jika kaum muda yang produktif bisa berkarya secara optimal, masuk ke dunia kerja dengan berbagai keahlian atau meningkatkan tumbuhnya enterpreneurship.
Kondisi Bonus Demografi di Indonesia ini serupa dengan Jepang di era 70-an.
Di sisi lain, bonus demografi juga bisa membawa dampak buruk, yaitu munculnya potensi bencana sosial dan politik, jika generasi muda malah masuk dalam jerat radikalisme dan terorisme.
Bom bunuh diri di depan Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri kemarin dilakukan oleh mereka yang masih belia, kelahiran tahun 1995, namun pikirannya sudah teracuni dengan faham terorisme. Ini harus menjadi peringatan keras, tak saja bagi pemerintah, juga bagi TNI yang sesungguhnya memiliki tugas utama menjaga negeri dari ancaman terorisme, serta tuga seluruh lapisan masyarakat dan elemen-elemennya.
Terorisme di kalangan muda sudah merupakan ancaman serius, yang harus dibereskan mulai dari akar-akarnya.
Lebih parahnya lagi, akar-akar terorisme justru sudah menjalar di lembaga-lembaga pendidikan, bahkan dari PAUD, TK, SD, menengah sampai perguruan tinggi.
Masyarakat perlu sadar dari mana saja indoktrinasi dan pikiran-pikiran ekstrim radikalisme itu muncul. Ini harus diperjelas, agar pikiran ekstrim radikal yang biasa berkedok agama, harus dibersihkan.
Baca juga:
Sekolah dan Kampus Jadi Sarang Lahirnya Ekstrimisme Islam, 30% Mahasiswa Intoleran