Peristiwa penangkapan terduga teroris yang masih berstatus mahasiswa dan siswi non-Muslim diwajibkan berjilbab di sekolah negeri Sumatera Barat menunjukkan bahwa ada bahaya intoleransi di dunia pendidikan kita.
PPIM UIN pada Bulan Maret 2021 merilis hasil survei mengenai tingkat toleransi di dunia pendidikan khususnya kampus. Hasilnya, sebanyak 30,16% mahasiswa Indonesia memiliki sikap toleransi beragama yang rendah dan sangat rendah. Atau bisa dikatakan, 30% mahasiswa memiliki sikap intoleran terhadap agama yang berbeda.
Survei dilakukan secara nasional di 92 perguruan tinggi di 34 provinsi. Data didapatkan dari 2866 mahasiswa. Penelitian ini mengambil sample dengan teknik stratified random sampling, untuk mendapatkan gambaran tentang toleransi beragama di lingkungan perguruan tinggi (PT).
EDITORIAL
ANALISA
Erri Subakti
Angka 30% mahasiswa bersikap intoleran ini tidak mengherankan. Karena sebelumnya lembaga yang sama, 2 tahun lalu juga pernah merilis hasil surveinya mengenai radikalisme di dunia pendidikan menengah.
Hasilnya mencengangkan!
Data di atas sudah harus menjadi ALERT untuk pemerintah dan masyarakat, ada “api dalam sekam” di dunia pendidikan kita. Data ini bukan main-main yang bisa disepelekan begitu saja. Dunia pendidikan kita sudah terinfiltrasi oleh doktrin-doktrin Islam yang ekstrim dan mengarah pada radikalisme.
Selain itu penelitian PPIM UIN juga mendapatkan data bahwa radikalisme di lingkungan pendidikan sudah berkembang ke arah yang harus diwaspadai secara serius.
Sebanyak 23% guru dan dosen memiliki opini yang radikal. Di antaranya 8,4% sudah diwijudkan dalam aksi-aksi radikal.
Sementara pada siswa dan mahasiswa lebih mencengangkan lagi. Sebanyak 58,5% siswa dan mahasiswa memiliki opini yang radikal.
Di tahun yang sama PPIM UIN juga mendapatkan data yang bikin geleng-geleng kepala dengan kondisi intoleransi yang sudah masuk di tahap yang amat serius.
Persentase guru dan dosen yang mengutarakan ketidaksetujuannya dengan pendirian rumah ibadah agama lain di lingkungannya, mencapai 65,5%! This is really serious.
Sedangkan 44% siswa dan mahasiswa memiliki sikap tak setuju dengan rencana pendirian rumah ibadah agama lain di lingkungannya. Whoa….
Negara/pemerintah tak bisa sendirian dalam memberantas radikalisme dan terorisme, dibutuhkan peran serta segenap masyarakat dan elemen-elemennya untuk bisa membasmi akar dan bibit-bibit terorisme, dari lingkungan-lingkungan terdekat.
Masih banyak sel-sel tidur yang perlu diberantas. Jangan lagi kasih ruang buat orang-orang pendukung terorisme. Lebih baik basmi sel-sel tidur sejak dari masih bibit, daripada di masa depan negeri ini terus dirongrong oleh jaringan mereka.
Mereka membibit mulai dari anak-anak, SDIT bahkan dari PAUD, awal bibit-bibit Islam radikal dan terorisme.
Pernah mendengar anak-anak PAUD/TK ber-yel-yel: “Islam, Islam, Islam, Yes!”, “Cinta Islam sampai mati.”
Itu doktrin yang salah.
Doktrin yang salah itu tumbuh mulai dari PAUD, TK, SDIT, LDK SMP/SMA, bimbel, dan rohis-rohis.
Menanamkan aqidah?
Apa itu aqidah. Banyak muslim masih tidak tau bahkan paham apa itu aqidah.
Aqidah telah dicontohkan Nabi Ibrahim ketika “menemukan” Tuhan. Memahami aqidah telah dicontohkan Nabi Musa saat diusir Firaun dari istana. Aqidah telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saat tapa di gua Hira.
Mengajarkan aqidah bukan dengan doktrin. Tapi dengan membuktikan sendiri “Siapa Tuhanmu”. Man robbuka.
(Erri Subakti)