SintesaNews.com – Para vendor Kemensos, suppliers yang membantu Kemensos dalam pengadaan kebutuhan pokok masyarakat untuk dibagikan sebagai bantuan sosial, kini tengah menghadapi stress dan dilema.
Para vendor itu kini diperiksa secara detail alur keuangannya oleh BPKP, berapa rupiah produk sembako dibeli, berapa yang dibeli Kemensos, dan pengeluaran-pengeluaran lainnya.
Masalahnya, bukan rahasia lagi kalau ada pungutan gila-gilaan dari oknum Kemensos atas supply sembako mereka untuk Bansos.
Publik mengetahui dari media bahwa koruptor Bansos memungut Rp 10 ribu dari tiap paketnya, padahal bisa lebih. Hingga ada yang sampai Rp 17 ribu per paketnya diambil oleh koruptor bansos di Kemensos.
Para vendor ini mengeluh bagaimana BPKP malah menuntut mereka untuk mengembalikan “kerugian negara.” Lha wong uang yang mereka keluarkan untuk pekerjaan itu juga banyak diambil oleh oknum-oknum Kemensos, kok.
Belum lagi saat pelaksaan pengemasan dan pengiriman paket bansos, mereka harus terus keluar uang untuk operasional, pungutan liar dari oknum Kemensos, ancaman denda pinalty dari Kemensos, untuk itu mereka harus kerja keras dan serba cepat.
Sementara Kemensos menunda-nunda pembayaran untuk mereka. Bahkan pembayaran bisa tertunda hingga 2 bulan dari yang disepakati. Terpaksa banyak utang yang harus mereka tutupi untuk biaya operasional, seperti gaji karyawan, transportasi truk, dll.
Pencairan pembayaran supaya lancar pun tak lepas dari pungutan-pungutan liar dari oknum kemensos.
Mereka bisa saja membongkar seluruh pungutan-pungutan liar Kemensos tersebut secara blak-blakan ke BPKP. Tapi apa nanti dampaknya terhadap mereka. Para vendor suplier bansos pun tidak mau terseret ke KPK atas korupsi Bansos Kemensos ini.
Apakah mereka bisa mendapatkan jaminan sebagai wistle blower, dimana Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan PP no. 43 tahun 2018 mengenai Whistle Blower akan mendapatkan imbalan Rp 200 juta jika mengungkapkan adanya korupsi.
Aturan tersebut sudah tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 yang diteken langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Pelapor tindak pidana korupsi berhak atas 2 per 1.000 dari jumlah kerugian yang dapat dikembalikan ke negara. Batas atasnya, seperti yang termaktub dalam pasal 17 ayat (2), adalah sebesar Rp200 juta.
Agar diterima, laporan harus berbentuk tertulis yang paling sedikit memuat uraian laporan dan identitas pelapor. Laporan juga harus dilengkapi dengan sejumlah dokumen, di antaranya fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Para vendor supplier Bansos saat ini masih meragukan jaminan atas diri mereka jika mau menjadi whistle blower dalam kasus korupsi gila-gilaan Bansos oleh Kemensos.
Keluhan ini disampaikan salah satu vendor supplier Bansos kepada SintesaNews.com, usai mereka diperiksa oleh BPKP akhir Desember 2020 lalu.