Penulis: Erri Subakti
Hyena adalah jenis anjing liar. Suatu saat beberapa jenderal di sebuah negeri Orba berpikir, bagus juga nih kalau kita pelihara dan menjadikan hyena ini sebagai pimpinan kawanan anjing liar lainnya yang kurus tak terurus.
Tapi siapa yang kasih makan.
Gampang, minta saja sama bohir-bohir yang memerlukan kawanan anjing liar untuk menggongong dan menyalak jika dibutuhkan mereka.
Okesip.
Tali kekang dipegang oleh para jenderal. Makan bisa disupply oleh para bohir. Tinggal colek bohir, makan pun tersedia.
Tahun demi tahun pola pemeliharaan hyena dan kawanannya ini terus berlangsung.
Namun pangkat jabatan dan kekuasaan ada masanya.
Jenderal-jenderal tua menitipkan kawanan hyena ini pada jenderal yang lebih muda, dan tentu saja sedang punya kekuasaan.
Dari jenderal ke jenderal lalu tali kekang hyena ini dioper. Pola suply makanan masih tetap sama.
Sampai satu saat situasi dan kondisi membuat kawanan hyena ini makin ga karuan. Sebabnya Adipati diganti oleh orang jujur yang tak mau lagi dipalak untuk urunan memberi makanan para hyena.
Namun tali kekang masih bisa dipegang. Bohir tetap supply makanan. Kali ini besar-besaran. Tujuannya agar sang adipati yang jujur, jatuh dari kekuasaannya.
Ribuan hyena menyalak-nyalak di sekeliling tugu alun-alun kota.
Kejujuran masih langka di negeri ini. Hingga orang jujur pun dijatuhkan kawanan hyena.
Hirup pikuk meninggi, namun kekuasaan tak berganti. Negeri tetap dalam kendali orang lurus dan jujur. Meski adipati di ibukota telah jatuh.
Tuhan tak pernah tidur. Kejujuran dan kebenaran akan hadir pada waktunya.
Ulah pemimpin kawanan hyena yang gak bisa menahan nafsu kebinatangannya membuatnya terpeleset melirik hyena yang molek. Akhirnya kelakuan hyena menjadi kasus memalukan. Ditambah lagi pimpinan hyena ini semakin banyak menimbulkan masalah di lingkungan masyarakat. Menyalak-nyalak gak karuan.
Sudah, ungsikan dulu pimpinan hyena ke negeri gurun. Tapi tetap kasih supply makanan.
Bawa kembali kalau ada bohir yang bisa menebus hyena itu pulang dari negeri gurun.
Kebetulan lagi ada cukong kerajaan bisnis di wilayah timur, yang lagi butuh banget mengembalikan kejayaan bisnisnya yang selama 5 tahun ke belakang, seret karena ga dibolehin ikutan proyek dari penguasa.
Tali kekang bisa dipegang jenderal yang baru saja tersingkir dari kekuasaan.
Cocok. Cukong dari timur butuh kacung untuk dijadikan raja mainannya, ada. Tali kekang nanti bisa diserahkan ke jenderal yang punya tujuan sama dengan si cukong.
Tapi sang jenderal ragu-ragu untuk menggenggam erat tali kekang itu. Masih membaca situasi perangai hyena yang makin menyalak-nyalak.
Sementara si kacung yang kebelet ingin jadi raja, langsung menyambut hyena yang baru pulang dari negeri gurun.
Tapi harapan jalan kotor untuk menuju ke istana, bubrah ketika pemegang kekuasaan negeri ini sudah muak dengan pola piara kawanan hyena liar seperti dulu.
Jenderal tua yang mengawali memiara hyena liar itu sempat menitipkan ke jenderal yang saat ini masih di lingkaran kekuasaan.
Sayangnya, pola kotor miara hyena sudah tak lagi mau dipakai oleh jenderal segala urusan ini.
Pucuk pimpinan negeri perintahkan untuk menindak tegas para pelanggar aturan, tak ada lagi pola-pola “elus-elus” hyena liar dan kasih makan untuk menjinakkan.
Kepala pemburu hyena liar tak mau kehilangan jabatannya. Para eksekutor diganti oleh mereka yang lebih bernyali.
Eksekutor kepung seluruh penjuru persembunyian si pimpinan kawanan hyena tersebut.
Hyena tambun itu tak bisa lari ke mana-mana lagi, jeri.
Dengan kuyu masuklah si pimpinan kawanan hyena ke dalam kerangkeng. Nguik nguik… (maaf ini suara hyena kuyu atau babi ya?)
Bohir tekor, coba cari cara selamatkan hyena yang sudah ditebusnya dari gurun. Amsyong.
Para hyena liar lain ada yang masih menggongong, tapi sudah lirih suaranya. Jika menyalak, para pemburu hyena akan segera menyerok mereka, kerangkeng menunggu.
Begitulah dongeng hyena para jenderal.
13122020