Bagi-bagi Uang Panas, Nggak Tahan untuk Tidak Korupsi

SintesaNews.com – Kongkalikong di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menjerat Edhy Prabowo selaku menteri membuat ia kini meringkuk di tahanan KPK. Edhy diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor benih lobster senilai Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito.

“Sebetulnya level korupsinya terhitung tidak terlalu banyak. Tapi tetap itu praktek penyalahgunaan wewenang melalui penerbitan izin,” ujar sumber SintesaNews.com di KKP.

Dalam kasus ini KPK juga menjerat enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, dan Amiril Mukminin (AM) selaku swasta.

-Iklan-

“Nggak tahan untuk tidak korupsi, ya resikonya diciduk KPK,” cetus sumber SintesaNews.com.

Menteri Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.

Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.

“Memang sejak Susi Menteri, izin ekspor benih lobster dilarang. Begitu diizinkan langsung banyak pengusaha dadakan yang ambil untung mudah dengan jualan benih,” terang sumber kami.

“Nah untung tersebut dibagi-bagi ke berbagai pihak termasuk sang pemberi izin,” imbuhnya.

“Tapi ekspor benih lobster tidak salah sebetulnya. Yang salah adalah praktek korupsi dan kongkalikong di dalamnya,” ungkap narasumber SintesaNews.com di KKP.

“Seharusnya memang masalah perizinan ekspor benih lobster diperbolehkan tapi melalui perusahaan yang melalui verifikasi BPK dan KPK. Barulah mantap karena tidak akan ada yang berani korupsi,” tambahnya.

KPK juga telah menggeledah rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Dari hasil penggeledahan itu, KPK menyita 8 unit sepeda yang diduga hasil penerimaan suap dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.

“Pada penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya diduga berasal dari penerimaan uang suap,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (3/12).

Selain itu, KPK menyita mata uang rupiah dan mata uang asing senilai Rp 4 miliar. Ali menyebut penyidik akan segera menganalisis barang yang diamankan tersebut untuk bisa disita sebagai alat bukti.

Ditemukan juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar. Tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini.

Dalam kasus ini, 7 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:

Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP), Menteri KKP;
2. Safri (SAF), Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM), Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF), Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT), Direktur PT DPP.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here