Penulis: Erri Subakti
Pernah dengar tentang Butterfly Effect? Yaitu kepakan sayap kupu-kupu di suatu tempat menyebabkan topan badai di belahan bumi lainnya.
Terdengar muskil? Tapi begitulah dalam teori chaos. Sebuah kepakan kecil sayap kupu-kupu yang mungkin bisa menjadi awal terjadinya sebuah rangkaian peristiwa, yang pada akhirnya menjadi badai besar di wilayah yang jauh dari kupu-kupu tersebut terbang.
Hal inilah yang terjadi ketika Nikita Mirzani mengatakan tukang obat kepada seseorang, kontan mengakibatkan gangguan badai pada mereka-mereka yang mentabiskan diri sebagai “ulama, habib, ustadz”, dll. Yang selama ini mereka bukan memberikan pencerahan pada masyarakat. Melainkan dalam ceramah-ceramahnya penuh caci maki, penghinaan, sumpah serapah dan memprovokasi keributan bahkan ‘membakar’ jemaahnya untuk menumpahkan darah.
Siapa sih Nikita Mirzani? Ia hanya seorang perempuan, single parent yang sudah gerah dengan kelakukan “ustadz/ulama su” dan kondisi perpecahan yang disebabkan oleh mereka.
Di saat masyarakat banyak sudah jengah tapi tak bisa melaukan apa-apa, paling hanya mengungkapkan kekesalan dan kekecewaannya di media sosial, Nikita dengan berani menyebutkan penceramah-penceramah provokator itu sebagai tukang obat.
Sontak publik mendukung Nikita terlebih ketika ia malah mendapat ancaman dipersekusi, digeruduk gerombolan preman berbaju agama, dan dihina dengan kata-kata kotor; babi lonte oplosan penjual selangkangan,dsb. Nauzubillah fitnah yang dilontarkan oleh orang bersorban yang mengaku “ustadz.”
Kepak sayap kupu-kupu Nikita telah menggoncangkan wilayah gurun, menggelisahkan mereka yang sok ngarab dari orang Arab tulen. Kepak sayap kupu-kupu Nikita menjadi berlipat-lipat dengan dukungan dari masyarakat, membuka mata bahwa saat kita hanya menyerahkan masalah pada negara, dan negara masih berhitung dengan strateginya, kita bersama Nikita bisa berdiri bersama-sama menjaga keutuhan tegaknya NKRI dari kaum “buih-buih di lautan yang briziek” sumber kekacauan di masyarakat nusantara yang berBhineka.