SintesaNews.com – Hari ini Jepang libur memperingati 文化の日(Bunka no hi: Hari Kebudayaan).
Pertanyaannya pasti, apa sih budaya Jepang?
Pastinya akan ada 1001 jawaban tergantung pada siapa Sampeyan bertanya. Kalau saya lebih suka melihat budaya Jepang dari sisi immaterial, ethos kerja.
Faktor terbesar yang membedakan dengan bangsa lain adalah 気 (ki:feeling). Kalau 気が合う (Ki ga au: cocok) selamatlah kita, selanjutnya terserah anda. Karena faktor Ki ini sebaiknya masuk kerja menggunakan jalur koneksi atau ada orang yang kita kenal.
Tetapi faktor “ki” ini hanya kunci syurga, setelah masuk butuh 努力(Doryoku:Kerja keras), kerja keras ini akan sukses kalau ada 協力(kyouryoku: Kerjasama).
Di sinilah mumetnya, persaingan antar pegawai sadis bingits, tidak heran menyebabkan うつ病(Utsubyou: Depresi).
Saya sering mengritik etos kerja yang disiplin-spartan, tanpa belas kasihan. Orang nyaman belanja, wisata ke Jepang sedang di balik itu sebenarnya tersimpan cerita seram menyedihkan dari mulai utsubyou hingga 過労死 karosi (tewas karena kerja terlalu keras).

Untuk itu ya jangan asal kritik tetapi harus kerja keras lebih keras hingga achievement kita diakui. Dan yang paling penting jangan rese menuntut kenaikan gaji dsb.
Kadang sebagai pegawai kita lupa. Baru dipuji sedikit oleh atasan sudah banyak tingkah, nuntut ini-itu. Padahal karier masih panjang, pindah perusahaan pun harus dari nol lagi.
Kecuali kalau kita memiliki reputasi yang bagus, maka akan banyak perusahaan yang siap sedia menerima.
Jadi kalau ingin sukses berkarier di Jepang ya tetaplah menjadi orang Indonesia, ya Gaes. Dapat gaji lumayan, ya alhamdulillah asal gaya hidup tidak berubah dan tidak bertingkah.
Toh budaya Jepang dan Indonesia itu mirip: Tidak rese masalah duit. Apalagi orang Indonesia memiliki sifat menghargai orang tua. Tidak jarang boss Jepang lebih sayang ke pegawai Indonesia dari pada anaknya sendiri.
Yang diambil menantu juga banyak….
_____________
Koresponden SintesaNews.com di Jepang: Lutfi Bakhtiyar