Penulis: Nurul Azizah
Pada saat acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Bogor pada Sabtu (15/2/2025) banyak kata-kata saat pidato yang disampaikan oleh Jokowi dan Presiden Prabowo Subianto. Kata-kata itu selalu diingat oleh masyarakat. Termasuk juga oleh mahasiswa yang pro demokrasi dan peduli terhadap nasib bangsa ini.
“Presiden Prabowo adalah presiden dengan dukungan terkuat, baik dari rakyat maupun dari DPR. Coba cek seluruh presiden yang ada di dunia ini, sekarang ini, tidak ada, saking kuatnya, sampai detik ini saya tidak melihat ada yang berani mengkritik,” kata Jokowi dengan penuh keangkuhan dan kesombongan.
Pidato Jokowi dijawab oleh mahasiswa dengan mengadakan demo mahasiswa dari berbagai daerah. Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, Bali, Semarang, Makassar, Jogja dan daerah lainnya.
Penulis lagi tidak membahas kata “ndasmu” yang ikut viral juga saat itu. Mungkin lain kesempatan untuk membahasnya. Karena ndasmu seketika itu menjadi kata yang viral seantero negeri bahkan luar negeri.
Kita kembali ke persoalan yang menyebabkan mahasiswa marah dan turun ke jalan. Ya dari katanya Jokowi “tidak ada yang berani kritik Prabowo.”
Kemudian Prabowo menjawab jilatan Jokowi dengan rayuan gombal, “hidup Jokowi, hidup Jokowi, hidup Jokowi,” katanya dengan suara lantang. Seharusnya Prabowo itu meneriakkan kata “hidup rakyat, hidup rakyat.” Malah meneriakkan nama finalis tokoh pemimpin terkorup sedunia nomor dua versi OCCRP. Jelas saja kata-kata dari kedua tokoh ini disambut mahasiswa dengan teriakan, “lawan-lawan, lawan Prabowo, lawan Prabowo sekarang juga.”
Netizen 62 pun ramai-ramai mengkritik Prabowo di akun media sosial yang mereka miliki.
Dari demo mahasiswa yang dilakukan hari Senin 17 Februari 2025 di Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Makassar, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, Semarang dan daerah lainnya. Selasa hingga Rabu (18-19 Februari) masih ada demo mahasiswa yang tampak dari pengamatan penulis, demo mahasiswa hari Rabu (19/2) ada di Jakarta.
Dari demo yang diadakan oleh adik-adik mahasiswa dapat penulis rangkum tuntutannya, diantaranya adili Jokowi, turunkan Gibran, penuhi janji-janji Prabowo saat kampanye pilpres 2024, evaluasi pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), pasal RUU minerba, tunjangan dosen dan pendidik, cabut Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan oleh Prabowo pada 22 Januari 2025 tentang efisiensi anggaran.
Intinya mahasiswa meminta pemerintah berhenti membuat kebijakan publik tanpa basis riset ilmiah dan tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Demo mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia telah membuka mata dan telinga kita, bahwa mahasiswa telah menyuarakan aspirasi masyarakat dan kebenaran. Mahasiswa telah mewakili rakyat Indonesia untuk mengingatkan bahwa pemerintah yang telah dijalankan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia. Mereka mengkritisi sesuai janji-janji presiden Prabowo Subianto dan Gibran yang dipaksa bapaknya untuk mendampingi presiden Prabowo Subianto. Jangan sampai janji-janji manis saat kampanye hanya omon-omon doang.
Rakyat memang tidak sepintar pemimpinnya, tapi rakyat Indonesia tidak semua bodoh yang terus ditipu dengan janji-janji manis dan akhirnya Presiden Prabowo serta wakilnya lupa dengan rakyatnya.
Maka mereka para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berdemo dengan tagar #IndonesiaGelap.
#IndonesiaGelap bukan berarti tidak ada cahaya, tapi karena mereka yang berkuasa memilih menutup mata. Kita melihat, kita tahu, tapi suara kita terus diredam,” tulis akun @dia*****
Masih menurut mahasiswa yang berunjuk rasa. “100 hari pemerintahan Prabowo rakyat semakin tercekik, mahasiswa turun ke jalan, suara-suara protes diredam, kebijakan dibuat bukan untuk rakyat tetapi untuk kepentingan para pejabat elit, mengevaluasi total program Makan Bergizi Gratis MBG dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan.” Ini bukan sekedar isu, tetapi kenyataan pahit yang dihadapi masyarakat.
Kita melihat penderitaan rakyat dengan mengantri gas 3 kg sementara para pejabatnya pada joget-joget ok gas ok gas. Korupsi ada di mana-mana, sengketa tanah, hukum yang berpihak pada pejabat dan pengusaha beruang. Demokrasi dirusak, konstitusi diobrak abrik. Aparat kepolisian sudah tidak berpihak pada rakyat kecil. Parcok bermain politik demi ambisi berkuasa dan ambisi keduniawian, dan tentunya banyak ketimpangan sosial di negeri ini.
Mahasiswa dan rakyat tahu, apakah kita akan diam. Indonesia gelap bukanlah akhir karena dibalik gelap selalu ada perlawanan. Jangan tutup mata, jangan bungkam suara. Biarlah mahasiswa dan rakyat sipil pro demokrasi menyuarakan aspirasinya.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI
