Daftar Manipulasi (Baca: Corrupt) “Supermul”

Penulis: Dahono Prasetyo

Usai turun dari jabatannya, pendukung Jokowi masih banyak. Mereka terdiri dari 4 golongan: yaitu para penerima kebaikan infrastruktur, baik pekerja maupun warga berdampak proyek.

Golongan kedua para elite yang sempat merasakan manisnya kebebasan mengelola anggaran demi untuk memanjakan rakyat dengan berbagai bantuan dan program. Ini semua tentang konversi kebijakan menjadi materi yang butuh dana tidak sedikit

-Iklan-

Yang ketiga adalah mereka yang sama sekali tidak peduli dengan politik karena keterbatasan informasi dan mencerna berbagi kontroversinya. Mereka yang hidup ber-gadget namun sebatas sarana berkabar.

Dan yang terakhir para kaum intelektual yang memahami Jokowi sebagai profil dari zero to hero. Perjalanan hidup Jokowi dari kaum papa hingga menjadi orang nomor satu di negeri ini. Dengan daya idealismenya mereka menganggap Jokowo adalah mendobrak hegemoni elite partai dalam tata kelola pemerintahan.

Golongan terakhir ini yang sepakat melakukan perlawanan pada istilah “petugas partai” adalah jalan senyap Jokowi mendobrak sistem kepemimpinan semi boneka. Melawan maunya partai dengan mengintervensi konstitusi dianggap ide brilian dari sosok “Raja Jawa” ini.

Dimulai dari keinginan perpanjangan jabatan agar bisa lebih lama mensejahterakan rakyat, meski baik namun inkonstitusional. Berlanjut pada keberpihakan Jokowi pada proses Pemilu dalam rangka melepas belenggu dikte partai, kendaraan politiknya sendiri.

Banjir infrastruktur, pembubaran mafia migas, pengungkapan kasus korupsi dianggap langkah independen Jokowi melawan oligarki parpol. Mereka lupa bahwa itu semua adalah bagian dari skenario partai juga.

Pencaplokan saham 51% saham Freeport menjadi maha karya pencitraan Jokowi paling sukses. Dana mencaplok saham yang didapat dari hutang membuat Indonesia hanya kebagian nama, tetapi tidak dengan keuntungannya.

Mega infrastruktur IKN (Ibu Kota Nepotisme) mencitrakan visioner Jokowi pada akhirnya berujung kedodoran mendapatkan investor. Proses cuci tangan para pencetus ide saling berebut selamat. IKN yang hanya setengah direstui partainya, lalu diklaim ide Jokowi sebagai wujud masa depan bangsa. Belakangan berubah anasir menjadi murni keinginan rakyat.

UU omnibus-law dan hilirisasi SDA menjadi satu paket inovasi kebijakan prematur yang dipaksakan dalam rangka melayani para pemberi hutang. Kemudahan investasi membuat eksplorasi SDA besar-besaran yang kelak anak cucu harus iklhas mewarisi kerusakannya.

Sementara keuntungan tidak pernah sampai ke rakyat, hanya berputar di elit partai yang berkolaborasi dengan pengusaha. Benarkah pembangunan smelter mampu menambah devisa, dari bahan yang sebelumnya dijual mentah menjadi setengah jadi. Namun celakanya kita membeli bahan setengah jadi bukan dari smelter, tapi kembali mengimpor dari negara penampung hasil smelter. Skema unik pintar-pintar bodoh.

Proyek infrastruktur berlabel Jokowi yang berimbas meroketnya hutang, sebagian fee dinikmati elite Parpol juga. Jokowi paling paham itu, hingga suatu saat ide penyanderaan kasus korupsi menjadi ancaman serius kesepakatan korupsi berjamaah

Di sisi lain untuk urusan politik, Jokowi dianggap piawai memainkan langkah caturnya. Skenario Prabowo-Ganjar yang diimpikan Jokowi porak poranda di tangan PDIP. Dendam petugas partai di tangan Jokowi dilampiaskan dalam Pemilu, Prabowo kebagian berkah meski harus menerima konsekwensi berdampingan dengan Gibran yang serupa duri dalam daging.

Jokowi menolak menjadi boneka partai karena dia memang bukan ketua atau pemilik partai. Jika kemudian dia mengambil alih partai atau membuat partai baru, maka dia akan menjadi boneka baru, boneka pengusaha kapitalis

***

@Dahono Prasetyo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here