Penulis: Henri Subiakto
Potensi konflik antara Jokowi vs Prabowo setelah menang Pilpres itu memang besar. Secara teoretis koalisi politik itu selalu kuat dan saling dukung ketika mereka memperjuangkan tujuan bersama yaitu mencapai kemenangan. Namun setelah tujuan utama selesai, maka koalisi cenderung sulit dipertahankan, karena masing-masing pihak memiliki tujuan dan kepentingan yg berbeda beda.
Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai kelihatan. Konflik rebutan pengaruh adalah kelaziman dalam politik. Sehingga besar kemungkinan akan terjadi drama-drama politik baru, terkait apa yang akan dilakukan Jokowi dan apa pula yang akan dilakukan Prabowo tentu menarik untuk disaksikan.
Waktu yang dimiliki Jokowi hanya pendek, tinggal 6 bulan masih berkuasa penuh, maka dalam waktu pendek itu dia harus manfaatkan secara efektif agar dia bisa tetap punya power walau tidak lagi jadi presiden. Sukur-sukur kalau bisa melemahkan Prabowo dan Gerindra.
Istana harus segera mewujudkan koalisi besar bersama partai-partai yang akan diketuai Jokowi, dengan tidak menyertakan Gerindra di dalamnya.
Ini lanjutan strategi politik Pemilu 2024, dimana partai Gerindra dibuat anomali. Ketumnya jadi capres dengan kemenangan suara 58% tapi partainya sendiri perolehan suaranya merosot di bawah 15%.
Seakan Pasangan Prabowo Gibran tidak berpengaruh ekor jasnya pada perolehan Gerindra.
Malah yang naik drastis justru Golkar. Partai yang sedang jadi sorotan karena ditengarai akan diambil alih oleh “kekuatan Jokowi”.
Ini juga menyiratkan pesan politik bahwa yang menang Pilpres itu bukan Prabowo, tapi itu kemenangan Jokowi bersama Golkar yang telah mengusung anaknya, Gibran.
Kemenangan terjadi karena usaha dan strategi Jokowi yang secara terbuka membela Pasangan Prabowo Gibran dengan berbagai cara.
Tentu hal ini bagi Prabowo dan Gerindra serta pendukungnya harus menyadari, dan harus terus menghormati, bahkan tunduk pada politik Jokowi.
Prabowo aslinya belum tentu menyukai Gibran. Anak Jokowi yang besar karena “dikarbit”. Tapi Prabowo terpaksa harus menerima demi bisa memanfaatkan power Jokowi untuk memenangkan Pilpres 2024. Nanti setelah dilantik jadi Presiden RI, tentu Prabowo ingin berkuasa penuh. Gak mungkin mau ada matahari kembar. Di situlah bibit konflik rebutan power antara Jokowi dan Prabowo sulit dielakkan.
Sekarang Jokowi tinggal punya waktu 6 bulan untuk “melemahkan” Prabowo. Kita lihat saja drama politik seperti apa yang akan terjadi setelah periode honey moon politik keduanya selesai. Apa masih tetap akrab saling dukung dengan kesepakatan, atau malah masuk periode saling tikam?
Kita lihat saja. Kalau lihat video ini kasihan juga pak Prabowo yang dicuekin Jokowi. Bibit bibit konflik memang sulit terhindarkan. IMHO (in my humble opinion, Henri Subiakto).