SintesaNews.com – Politikus senior PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat mengatakan, partainya bakal membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 setelah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Salah satu saksi yang dibawa adalah kepala kepolisian daerah (kapolda).
Wakil Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud itu menilai, kekalahan pasangan calon nomor urut tiga, khususnya di Jawa Tengah (Jateng) tak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Hal itulah yang akan dibuktikan di MK nanti.
“Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot,” kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Henry membenarkan dugaan mobilisasi massa untuk tidak menggunakan hak pilih di Kabupaten Sragen di Jateng, sehingga partisipasi pemilih cukup rendah berkisar 30 persen.
Dia menambahhkan bahwa kerusakan Pemilu 2024 sudah didesain dan direncanakan oleh penguasa yang diawali dengan dipaksakannya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
Diketahui, Gibran lolos sebagai kontestan setelah adanya putusan MK terkait syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.
“Di sini terlihat terencana semua, Jokowi melakukan intervensi terhadap hukum dan pelaksana hukum,” tegasnya.
Menurut dia, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
Terlebih ada dugaan mobilisasi kekuasaan mulai dari mengerahkan aparatur negara, seperti intimdiasi yang dilakukan pihak Polsek dan Polres.
Oleh karena itu, tim hukum telah mempersiapkan bukti yang kuat agar hakim MK tidak membuat keputusan yang salah atau tidak tergantung keyakinan yang didukung hanya minimal dua alat bukti.
“Kami memiliki data dan bukti yang kuat sekali. Kami tidak akan larut dengan masalah selisih angka perolehan, tapi kami akan fokus pada TSM karena kejahatan ini sudah luar biasa. Kita akan yakinkan hakim dengan bukti yag kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM,” kata Henry.
Baca juga: