Pilpres Dua Wajah, Harus Diulang

Penulis: La Ode Budi

Pilpres diadakan untuk kepentingan bangsa. 2024, diperlukan nakhoda mumpuni untuk menuju Indonesia yang sejahtera, berkepribadian (nilai-nilai luhur), dan secara politik (di dunia) mandiri.

Pasca Jokowi, diperlukan pemimpin nasional yang teruji dan sanggup bergelut dengan masalah-masalah besar (bangsa).

-Iklan-

Apa yang sudah baik di era Jokowi, seperti Indonesia Sentris harus tetap menjadi kebijakan. Tapi, (satu contoh) masih impor beras 3,3 juta ton (2024) dan pangan lainnya, harus dicari solusi.

Ketahanan pangan (tidak impor) adalah janji Jokowi sejak pilpres 2014 (sudah 10 tahun). Perlu perbaikan kebijakan dan eksekusi pangan (pertanian) nasional.

Itulah inti pesan Jokowi kepada Ganjar di hadapan rakernas PDI Perjuangan, jauh sebelum hari H Pilpres: Kemandirian Pangan !!

Begitu juga bukti adanya korupsi (raksasa) BTS Rp 7 triliun, OTT KPK dan elit dipanggil Kejagung, tanda “revolusi mental” belum bergerak. Korupsi yang tidak terlihat, pastilah masih besar.

Tidak bisa tidak, 2024 Indonesia butuh Presiden dan Wapres 2024-2029 yang terbukti sudah praktekkan anti-korupsi.

“Jangan pilih yang hanya duduk diam di istana ber-AC,” adalah petunjuk Jokowi agar penerusnya punya kapasitas menyerap aspirasi rakyat (Presiden 2024 versi Jokowi).

“Saya bukan Lurah. Capres dan Pilpres adalah urusan partai politik!” pidato Jokowi di hadapan MPR.

Pernyataan komitmen kepada rakyat Indonesia tidak akan ikut campur Pilpres. Janji resmi seorang Presiden di hadapan lembaga wakil rakyat.

Pertemuan 8 mata (Jokowi dan 3 capres), juga berisikan komitmen yang sama.

Menyalahi janjinya, Jokowi kemudian terbuka mendukung Prabowo. (Hanya Prabowo dan ketum partai pendukungnya, diajak makan Jokowi).

Gibran terkondisikan bisa cawapres lewat MK langgar etik berat. KPU juga terbukti langgar etik berat, terima pendaftaran paslon 02 (tanpa mengubah PKPU).

Gelontoran bansos di masa kampanye, aparat memanggil kades, kades dikumpul 02, dan Jokowi turun sendiri di basis PDI Perjuangan (Jawa Tengah) membagikan bansos.

Pada prakteknya, Ganjar dan Anies tidak sedang bersaing dengan Prabowo. Tapi bersaing dengan pengaruh Jokowi (ke rakyat) dan infrastruktur negara yang dimiliki Jokowi.

Prabowo dan Gibran sangat minimalis kerja kampanyenya. Kebanyakan Prabowo pidato di pengikutnya. Tidak ada dialog kritis. Gibran banyak menghindar (dialog kritis). Tidak ada kebutuhan paparkan program (seperti dua paslon lain).

Bukti hanya sedikit “kesaktian” Prabowo/Gibran di Pilpres 2024?

Prabowo CAPRES tidak mampu angkat suara Gerindra di Pileg 2024 (bahkan turun jadi di bawah Golkar dan PDIP).

“Ikut Jokowi, Coblos PSI”, baliho-baliho Kaesang-Jokowi di seantero sudut dunia, dan banyak sekali iklan di TV, terbukti keok juga: PSI tidak lolos Senayan.

Pilpres 2024 punya dua wajah. Wajah Prabowo Gibran di kertas suara. Satu wajah lagi, pengaruh (kerja politik) Jokowi.

Simpulan: Pilpres 2024 JAUH DARI JURDIL. SEHARUSNYA DIULANG.

Caranya: Bawaslu RI laksanakan kewajiban konsitusinya; Diskualifikasi pasangan Prabowo Gibran. Landasannya, DKPP sudah buktikan KPU meloloskan mereka salahi PKPU (terbukti langgar etis berat). Tidak berhak jadi peserta Pilpres.

Ir. La Ode Budi
Ketum KIBAR Indonesia.

#PemiluJurdil_HAKRAKYAT
#PemilihKritis_Bersuara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here