Penulis: Togap Marpaung
(Insan pengawas nuklir, dipaksa pensiun)
Tulisan ketiga ini menggenapi Trilogi Whistleblower yang juga menyajikan fakta seperti tulisan pertama, Kebijakan Kontradiktif Jokowi: Anti Whistleblower Tapi Simpati Justice Collaborator dan tulisan kedua, Presiden JW: Tidak Adil Terhadap TM Tapi Adil Terhadap Puluhan Pegawai KPK Pecatan, Bharada E, Brigjen. Pol. E dan Tersangka N.
Togap Marpaung (TM) sebagai pelapor dugaan korupsi (whistleblower) pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2013 di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) pada tanggal 16 September 2014 di Dittipidkor Bareskrim Polri melalui Brigjen. Pol. Drs. Wilmar Marpaung, SH selaku Karobinops Bareskrim Polri. Kemudian berkas dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, tanggal 30 Juli 2015 dengan salah satu dugaan penggelembungan (mark up) harga 1 unit alat XRF sekitar Rp 1,4 miliar sesuai bukti yang lengkap dan valid. Bahkan, menurut perhitungan Wana dari pihak ICW, dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp 1,7 miliar.
Paket 1, 2 dan 3 sudah jelas ada bukti kerugian keuangan negara sesuai hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sudah dikembalikan sebagian sekitar Rp 1,1 miliar. Pada tahap penyelidikan dihentikan sesuai surat Nomor: B/446/II/2018/Dit. Reskrimsus, tanggal 15 Februari 2020. Kemudian paket 4 dan 5 juga sudah pasti kerugian keuangan negara dan dikembalikan sekitar Rp 700 juta. Tahap penyidikan sesuai surat Nomor: B/8886/III/RES.3.3/2020/Ditreskrimsus, tanggal 19 Maret 2020.
Perkara tindak pidana korupsi tidak ada tindak lanjutnya maka pelapor yang menjadi Pemohon I dan Boyamin Saiman selaku Koordinator MAKI, Pemohon II telah mengajukan pra peradilan pidana ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor: 31/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel tanggal 23 Maret 2023. Putusan dalam pokok perkara adalah menyatakan Permohonan Praperadilan Para Pemohon tidak dapat diterima, tanggal 26 Mei 2023.
Tiga buku Whistleblower dan Agent of Change juga telah ditulis, materinya terkait dengan korupsi, perizinan dan kejahatan birokrasi, yang akan dilanjutkan menjadi 5 buku.
Oleh karena berbagai upaya gagal maka whistleblower yang pernah mendapat 3 kali perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan permohonan hak uji materiil di bawah undang-undang, yaitu:
- Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 15 ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Peraturan Pemerintah.
Nomor Registrasi : 30/PR/VI/HUM/2023, tanggal 26 Juni 2023.
- Pasal 9 ayat (3) Peraturan Presiden (Perpres) No. 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Nomor Registrasi : 36/PR/VIII/HUM/2023, tanggal 16 Agustus 2023.
- Pasal 7 ayat (2) Perpres No. 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Nomor Registrasi : 38/PR/IX//38 P/HUM/2023, tanggal 5 September 2023.
Tujuan Permohonan Uji Materiil:
- Agar perkara korupsi secara umum di Polri dan khususnya di Polda Metro Jaya dapat segera diselesaikan hingga berkekuatan hukum tetap sesuai putusan pengadilan.
- Optimalisasi pencegahan korupsi karena PP dan kedua Perpres tersebut menjadi operasional, penerapannya jelas, tidak lagi hanya suatu konsep yang baik tetapi tidak mampu laksana sehingga tidak bermanfaat.
Usulan Revisi
- PP No.43 Tahun 2018
Pasal 14 ditambahkan satu ayat, dari 4 ayat menjadi 5 ayat.
Ayat (5)
Dalam hal penyelidikan di Polri atau penuntutan di Kejaksaan sudah lebih dari 2 (dua) tahun, penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi dan penghargaan diberikan dalam bentuk piagam dan premi sebesar satu permil dari nilai yang dicegah.
Pasal 15 ayat (2) menjadi:
Ayat (2)
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam dan premi sebesar satu persen dari nilai kerugian negara.
Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) menjadi 6 ayat.
Ayat (6)
Dalam hal penyidikan sudah lebih dari 1 (satu) tahun dan kerugian keuangan negara sudah dikembalikan, Pelapor berhak mendapatkan piagam penghargaan dan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberikan oleh Presiden.
- Perpres No.102 Tahun 2020
Pasal 9 ayat (3) diubah menjadi:
Pengambil alihan perkara dalam tahap penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dari Kepolisian Republik Indonesia untuk masa penyidikan yang sudah berlangsung selama 1 (satu) tahun lebih.
- Perpres No.54 Tahun 2018
Pasal 7 ditambahkan 3 ayat, yaitu:
- Orang perseorangan yang dimaksud pada ayat (3) adalah pelapor korupsi yang telah berhasil mencegah dan mengungkap korupsi dengan bukti kerugian keuangan negara yang valid dan sudah dikembalikan sebagian atau seluruhnya kepada negara.
- Presiden wajib memberikan perlindungan hukum kepada Pemangku Kepentingan lainnya, secara khusus orang perorangan sebagai aparatur sipil negara.
- Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak boleh dihambatnya karirnya apabila orang perorangan adalah aparatur sipil negara.
Dari informasi yang diperoleh dari staf PANMUD TUN MA bahwa putusan permohonan HUM paling lama dalam waktu 60 hari.
Dalam hati sanubari whistleblower selalu bersuara, “jika permohonan 3 HUM tidak dikabulkan maka keterangan pers yang menyatakan: Presiden Tegaskan Komitmen Pemerintah Berantas Korupsi Tak Pernah Surat di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (07/02/2023) adalah tidak benar”.
Sebagaimana diketahui bahwa ada sanggahan terhadap keterangan pers tersebut, yakni menjadi ada 6 menteri plus 2 kepala badan yang telah, sedang dan akan berproses hukum terkait tindak pidana korupsi selama masa Presiden Jokowi.
Kemudian, media The Jakarta Post dengan judul: “Degrading the KPK has helped Jokowi dominate politics” oleh netizen “Penghancuran KPK Kunci Dominasi Politik Jokowi” yang bermakna negatif, tanggal 4 Oktober 2023.
Juga wawancara Rosi dengan Todung Mulya Lubis di Kompas TV yang menyorot kasus Ketua KPK menyinggung Jokowi, tanggal 6 Oktober 2023.
Putusan MA Terhadap Permohonan HUM
- PP No.43 Tahun 2018
Pada tanggal 3 November 2023, Putusan Reg.No.30 P/HUM/2023 Perkara Hak Uji Materiil antara Drs. Togap Marpaung, PGD melawan Presiden Republik Indonesia sampai di rumah pada malam hari dan dibaca pada besok harinya supaya suasana tenang.
Kutipan putusan MENGADILI:
- Menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Drs. Togap Marpaung, PGD tersebut tidak dapat diterima;
- Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Ada 2 poin pertimbangan dari putusan tersebut sehingga permohonan whistleblower sebagai Pemohon tidak dikabulkan, yaitu:
- Legal standing
- Kerugian materil
Kedua alasan penolakan terhadap Pemohon adalah bertentangan dari persyaratan perorangan, kesatuan masyarakat hukum dan badan hukum atau badan hukum privat sebagaimana disampaikan secara lisan oleh pegawai PANMUD TUN MA ketika Pemohon berkonsultasi beberapa kali sebelum mengajukan permohonan secara resmi pada tanggal 26 Juni 2023.
Secara tegas disampaikan kepada Pemohon bahwa legal standing dan kerugian materil secara konstitusional dipenuhi oleh Togap Marpaung selaku whistleblower.
Perlu disampaikan supaya sangat jelas bahwa pada mulanya, ada 2 Pemohon, yaitu, Pemohon 1: Togap Marpaung; dan Pemohon 2: Boyamin Saiman selaku Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Akan tetapi, pegawai staf PANMUD TUN menyarankan kepada Togap Marpaung supaya diajukan hanya 1 Pemohon.
Jika ada 2 Pemohon, maka permohonan HUM langsung ditolak karena Pemohonan 2: Boyamin Saiman tidak memenuhi persyaratan, khusunya kerugian materil. Profesinya adalah pegiat (aktivis) anti korupsi yang mencari nafkah kehidupan dari aktivitas tersebut.
Kalau Togap Marpaung bukan pegiat anti korupsi tetapi seorang PNS atau ASN yang adalah pelapor korupsi (whistleblower) yang tidak mencari nafkah sebagai whistleblower tetapi malah menghabiskan uang ratusan juta rupiah dan tidak mendapat gaji 5 tahun sehingga kerugian materil miliaran rupiah belum termasuk kerugian imateril.
Sangat mengecewakan Pemohon dengan penolakan permohonan HUM pertama. Tetapi ada kebanggan karena dalam putusan jelas tertulis bahwa Presiden Republik Indonesia sebagai Termohon memberi kuasa kepada 3 pejabat struktural eselon 1, 2 dan 3, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14 Juli 2023 kepada:
- Nama : Asep N. Mulyana;
Jabatan : Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia:
- Nama : Andri Amoes;
Jabatan : Plt. Direktur Litigasi Peraturan Perundang-Undangan
Kementerian Hukum dan Asasi Manusia;
- Nama : Purwoko;
Jabatan : Koordinator Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-Undangan
- Perpres No. 102 Tahun 2020
Nomor Registrasi : 36/PR/VIII/HUM/2023, tanggal 16 Agustus 2023. Belum ada putusan hingga hari ini, Senin tanggal 5 Februari 2024 yang berarti sudah melampaui batas waktu sekitar 169 hari. Karena menurut staf PANMUD TUN MA, waktu putusan paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal registrasi.
- Perpres No.54 Tahun 2018
Nomor Registrasi : 38/PR/IX//38 P/HUM/2023, tanggal 5 September 2023. Juga belum ada putusan hingga hari ini, Senin tanggal 5 Februari 2024 yang berarti sudah melampaui batas waktu sekitar 150 hari. Karena menurut staf PANMUD TUN MA, waktu putusan paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal registrasi.
Dalam benak Pemohon, terjadinya keterlambatan putusan MA karena tidak memperkirakan bahwa ada permohonan susulan secara berantai hingga 3 HUM yang kesemuanya merupakan Trilogi Whistleblower Nuklir untuk Bela Negara dengan mendukung kebijakan pemerintah melalui 1 PP plus 2 Perpres yang ditandatangani Presiden. Tetapi, ironis dan sedihnya pelapor korupsi dianggap musuh negara yang sesungguhnya wajib dilindungi. Penjelasan lengkap sudah dibuat pada tulisan pertama dan kedua.
Sebagai informasi tambahan bahwa eks pimpinan KPK, ICW dan Perludem gugat Peraturan KPU terkait caleg eks terpidana, khususnya korupsi ke MA karena dianggap bertentangan dengan putusan MK, permohonan HUM dikabulkan MA. Berita media 30 September 2023.
Dengan demikian, judul tulisan ketiga menjadi relevan, dapat dipertanggungjawabkan karena ada landasan hukumnya, tidak mengada ada, tidak menyajikan alasan yang asal-asalan, tidak fitnah.
Langkah selanjutnya adalah whistleblower selaku Penggugat Tunggal akan mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum ganti rugi kepada:
1. Presiden RI, 2. Kepala Bapeten, 3. Mensetneg, 4. Menpan RB, 5. Kepala BKN, 6. Ketua KSN di PN. Jakarta Pusat dalam waktu dekat ini.