Penulis: Erri Subakti
Di tengah semakin panasnya situasi politik negeri ini menjelang Pilpres 14 Februari nanti, tiba-tiba tarif pajak hiburan naik 40-75%, dengan disahkannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Kesewenang-wenangan pemerintah ini sontak membuat geram para pengusaha karaoke hingga spa.
Lourda Hutagalung Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) mengatakan bahwa asosiasi-asosiasi tidak pernah dilibatkan atas diputuskannya UU yang menaikkan pajak 40% hingga 75% untuk usaha spa.
“Kami tidak pernah dilibatkan. DPR katanya telah bicara dengan Kementerian Pariwisata, kami ketok pintu ke kementerian tersebut tidak pernah dibukakan. Mereka tidak peduli. Menterinya pun tidak memberikan solusi,” ujar Lourda.
Berbagai asosiasi yang berhubungan dengan jasa pariwisata dan spa jelas meradang, pasalnya di Indonesia ini ada 3.500 spa yang kesemuanya bukanlah bisnis besar. Lebih banyak jasa spa yang termasuk usaha kecil dengan tenaga kerja di bawah 10 orang saja.
Dan spa sama sekali bukan bisnis hiburan.
Hal ini yang ditekankan oleh Dra. Yulia Himawati, Ketua Umum Indonesia Wellness Spa Professional Association (IWSPA).
“Jasa SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan,” jelas Yulia dalam konferensi pers di Jaksel, 18/1/2024.
“Selain itu, SPA juga merupakan bagian dari wellness sebagai payung besarnya. Itu sebabnya, lebih tepat disebut sebagai SPA Wellness, yang tujuannya mencakup Kesehatan promotion dan prevention,” tambahnya.
Hal ini diperkuat dengan tercakupnya SPA sebagai salah satu Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahunn2023. Beleid ini mendefinisikan SPA sebagai terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami.
“Oleh karena itu, kami pelaku usaha yang tergabung di dalam Welness and Healthcare Enterpreneur Association (WHEA), Indonesia Welness Master Association (IWMA) dan Indonesia Welness SPA Professional Association (IWSPA) menilai pemerintah perlu merevisi aturan tersebut, demi kelangsungan pelaku usaha di bidang SPA,” tegasnya.
Dr. Supriyanto, Sp.P, MARS, Dewan Pengarah LSP Tirta Nirwana Indonesia yang juga hadir dalam konpers tersebut mengungkapkan ada miss persepsi pemerintah dan DPR dalam menilai usaha spa.
Alexander Nayoan, Perwakilan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) juga mengemukakan bahwa selama ini bisnis spa sudah memberikan pajak yang besar dari berbagai jenis operasional usaha spa.
Ir. Firmansyah, Direktur LSPro Tirta Nirwana Indonesia mengungkapkan bahwa lewat sertifikasi para pekerja spa menjamin usaha spa tidak diselewengkan menjadi jenis “hiburan” tertentu.
Yoyoh R. Tambera, Anggota Wellness & Healthcare Enterpreneur Association (WHEA) mengingatkan bahwa dengan pajak yang begitu tinggi mengancam ribuan tenaga kerja spa yang kebanyakan berasal dari status sosial ekonomi terbawah dengan pendidikan yang rendah. Dengan usaha spa bisa meningkatkan skill dan perekonomian keluarga mereka.
Berapa pajak yang harus dikenakan untuk usaha spa ini?
“Nol!”
Lourda dengan mantap menyatakan dengan beralasan bahwa usaha spa justru meningkatkan perekonomian negara. Mengangkat kalangan berstatus sosial ekonomi rendah ke menengah. Meningkatkan skill dan pengetahuan mereka. Dan yang paling penting mempromosikan health tourism Nusantara. Sebagai pencegahan preventif untuk kesehatan, menyelamatkan dana BPJS.
Spa wellness merupakan Komoditas kesehatan bukan HIBURAN
Indonesia memiliki kekayaan di bidang kesehatan dan kebugaran dari beragam kelompok etnik. Sejauh ini ada 15 pola pengobatan untuk kesehatan dan kebugaran dengan berbagai bukti empirisnya yang di lakukan oleh para Ahli yang tergabung dalam Assosiasi IWMA yang dikenal dengan ETNAPRANA.
“Oleh karena itu dan agar ada pemikiran besar untuk bangsa ini maka dimohon agar usaha spa wellness yang mengembangkan dan berkomitmen mengimplentasikan ETNAPRANA dengan para terapisnya sudah bersertifikat SKKNI, hendaknya mendapat insentif pajak khusus untuk bisa berkembang membangun ekonomi bangsa.
“Kami menyarankan dalam periode tertentu bisa di angka 0%,” kata Lourda dalam konpers.
Karena untuk menerapkan standard spa wellness tidak mudah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kalau ditambah beban pajak yang tinggi akan berdampak pada Kesehatan finansial pelaku usahanya.
Dan setelah berkembang pesat baru dikenakan pajak sebagaimana mestinya.