SintesaNews.com EDITORIAL
Penetapan Ketua KPK Firli Bahuri (FB) sebagai tersangka pemerasan menjadi puncak gunung es konflik internal institusi penegak hukum.
Kasus pemerasan yang tidak berdiri sendiri, terkait kasus korupsi dan Gratifikasi Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo (SYL) sebelumnya.
Penetapan tersangka SYL oleh KPK dengan sejumlah barang bukti hasil penggeledahan di beberapa tempat, membuat politikus Nasdem tersebut harus mempertanggungjawabkan secara hukum.
Kasus ini kemudian menjadi beraroma “unik” saat tak lama berselang, Firli Bahuri Ketua KPK dipanggil penyidik Polda Metro Jaya atas laporan pemerasan dari tersangka SYL.
Pemeras yang melaporkan pihak yang menangkapnya dalam kasus pemerasan juga. Keduanya kini berstatus tersangka.
Kasus besar sekelas Ketua KPK ditangani oleh penyidik level Polda, itu juga menjadi pertanyaan penting.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Sejumlah nama petinggi Polri yang diduga terlibat dalam konspirasi tersebut. Selain Komjen Firli, ada nama Irjen Karyoto, Kapolda Metro yang juga mantan Deputi Penindakan KPK. Kombes Ade Safri Simanjuntak Ditreskrimsus Polda Metro yang menetapkan FB sebagai tersangka dan tentunya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Komjen FB lulusan Akpol tahun 1990 sempat berkarir dinas di sejumlah Polres dan Polda sebelum menjabat ketua lembaga anti rasuah.
Irjen Karyoto lulusan Akpol tahun 1990, rekan seangkatan Firli, karir jabatannya terakhir lebih banyak sebagai analis kebijakan. Catatannya, Irjen Karyoto belum pernah menjabat sebagai Kapolda, sempat menjadi Wakapolda Sulut dan DIY.
Kombes Ade Safri Simanjuntak lulusan Akpol 1996, sempat menjabat Kapolres Surakarta tahun 2017 selama 2 tahun.
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo, lulusan Akpol tahun 1991 terhitung sebagai adik angkatan Firli dan Karyoto.
Sepak terjang Firli sebagai ketua KPK yang marak dengan kontroversi terkait pelanggaran kode etik, membuat gerah sejumlah petinggi Polri. Sebut saja kasus penggunaan Helikopter dari pengusaha swasta tahun 2020. Pertemuan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang. Saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB tahun 2018
Pertemuan dengan Gubernur Papua, Lukas Enembe di kediamannya tahun 2022, hingga dugaan pembocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023.
Penetapan tersangka Firli oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya kemudian direspon Firli dengan mengajukan pra peradilan. Dalam berkas dokumen yang diajukan Firli Bahuri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyebutkan Kepala Kepolisian Daerah atau Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto disebut mengarahkan Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk membuat pengaduan pemerasan oleh Firli Bahuri.
Irjen Karyoto adalah bawahan Firli saat di KPK, setidaknya paham sepak terjang pimpinannya. Ditarik oleh Kapolri Listyo Sigit pada Maret 2023 menjadi Kapolda Metro Jaya diduga ada kepentingan terkait Firli. Jabatan Kapolda Metro Jaya adalah karir teritorial tertinggi di Polri setelah sebelumnya menjabat di berbagai Polda. Irjen Karyoto tidak melalui proses itu.
Begitulah jaringan perintah komando disusun. Kapolri memutasi Irjen Karyoto dari KPK ke Kapolda Metro, selanjutnya memerintahkan bawahannya Ditreskrimsus Ade Safri yang secara kepangkatan di bawah Firli untuk mengusut kasus pemerasan Menteri Pertanian SYL. Kuat dugaan aksi pemerasan yang dilakukan Firli bukan yang pertama dan satu-satunya. Entah siapa sebelumnya, bisa Lukas Enembe, TGB atau pihak swasta yang menyediakan fasilitas sewa helikopter?
Di tahun politik menjelang Pemilu serentak 2024, kasus Firli Bahuri patut diduga politis. Uji materi perpanjangan masa jabatan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun yang dikabulkan MK di bawah kepemimpinan Anwar Usman, disinyalir sebagai upaya mengamankan kepentingan Jokowi hingga Oktober 2024. Atas putusan MK tersebut jabatan pimpinan KPK berakhir pada bulan Desember 2024.
KPK menjadi “alat tebang” pemerintah sekaligus penyanderaan tokoh-tokoh politik yang terjerat kasus sudah menjadi rahasia umum. Kini ketua alat pemangkas koruptor “tebang pilih” itu sedang ditebang oleh kepolisian level Polda, bukan Pusat.
Apakah Jokowi “kecolongan” terkait kepentingan Pilpres 2024? Bukankah sebelumnya santer beredar kabar Polri tidak netral, terkondisikan mendukung salah satu Capres yang didukung Jokowi?
Aneka pertanyaan di atas setidaknya menjadi kegelisahan publik terkait Pilpres yang mempertaruhkan kepentingan politik dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Kita saksikan intrik tarik ulur kepentingan baru lainnya yang pasti melahirkan korban baru yang tidak terduga***
— Ki Panji Darmo