Gemoy adalah Peluru

Penulis: Roger P. Silalahi

Semua terkesima dengan sebuah kata baru “GEMOY” yang dijadikan tagline Paslon Nomor 2, Prabowo dan Gibran. Setiap hari kita dipertemukan dengan Gemoy ini. Ada apa dengan Gemoy? Gemoy diangkat oleh Gibran Rakabuming Raka, bagus, mudah diingat, walau tidak banyak yang tahu bahwa Gemoy bukan ciptaan Gibran.

Gibran memelihara kucing dan dari situlah awalnya mengapa ketika ditanya mengenai slogan, tagline dan lain-lain, Gibran mengeluarkan kata Gemoy. Rupanya sementara semua orang di sekitarnya memikirkan hal yang rumit, kata yang kuat, kata yang mudah diingat, menjual dan sebagainya tapi, Gibran memutar otaknya dan mentok di kata Gemoy. Tanpa ragu, semua setuju, mungkin bahkan tidak tahu bahwa Gemoy adalah merek produk untuk kucing. Ada makanan, sampo, kudapan dan lain-lain. Gemoy yang paling dikenal orang adalah Gemoy Pasir Kucing, pasir untuk menampung kotoran kucing.

-Iklan-

Mungkin karena Gemoy dijelaskan sebagai sesuatu yang berkonotasi “anak muda”, “santuy”, “santun”, semua pun setuju. Seandainya mereka tahu bahwa Gemoy itu penampung kotoran, pastilah akan ada yang tidak sepakat (kalau berani). Yang pasti semuanya bergulir dan jadilah Gemoy sebagai kata baru dengan arti atau makna yang adalah hasil peng-Gibran-an (kata baru juga).

Prabowo juga pemelihara kucing, tapi pasti bukan Prabowo yang belanja keperluan kucingnya. Kesibukannya sebagai Menteri Pertahanan, Ketum Partai dan Calon Presiden tidak memungkinkan Prabowo memiliki waktu untuk mengurus kucingnya. Tapi semua sudah terbentuk, kata Gemoy sudah menjadi satu kata yang langsung terasosiasikan dengan Prabowo dan Gibran sebagai Paslon Nomor 2 di Pilpres 2024. Hebat.

Prabowo dengan berbagai rekam jejak yang ada, tak dapat lepas dari unsur kekerasan. Ini yang ingin dihilangkan dan diganti dengan Gemoy yang terkesan lembut, empuk, lucu, jauh dari kekerasan, apalagi dari Pelanggaran HAM Berat yang mengakibatkan hilangnya ratusan nyawa. Tapi sayangnya, kata Gemoy bagi saya bukan itu, bahkan sebaliknya.

Gemoy secara langsung mengingatkan saya pada Tragedi 98, pada ratusan “Amoy”, Perempuan Keturunan Tionghoa yang mengalami kekerasan fisik dan psikis yang luar biasa di luar nalar manusia, tanpa adab dihilangkan nyawanya.

Atas nama etnis yang tidak mereka pilih,
Mereka dianiaya…
Atas nama keturunan Tionghoa,
Mereka disiksa…
Atas dasar ketidakberdayaan,
Mereka diperkosa, dirusak kemaluannya, dilempar ke luar jendela, dicacah, dibantai, dibakar hidup-hidup, dijadikan sarana luapan amarah yang entah dari mana…

Bagi saya, “Gemoy Adalah Peluru” yang membuka luka lama yang tidak pernah kering, menembus segala dinding kemanusiaan, meniadakan nyawa dan jiwa.

Bagi saya, “Gemoy Adalah Peluru”, bukan hanya tempat kucing membuang kotorannya, tapi tempat manusia menjadi buas, menyerang sesamanya tanpa rasa berdosa, memperlakukan perempuan lebih buruk dari binatang, dan menindas Etnis Keturunan Tionghoa dengan target menghilangkannya dari Indonesia, GENOCIDE…!!!

Saya tidak mengerti sepenuhnya mengapa dan karena apa tragedi ini terjadi, tapi saya paham siapa yang ada di belakangnya dan seharusnya bertanggung jawab atas semuanya.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengungkapkan data korban di Jakarta versi Tim Relawan, dengan jumlah korban meninggal setidaknya 1.217 jiwa (1.190 akibat terbakar atau dibakar dan 27 lainnya akibat senjata atau dan lainnya), dan 91 luka-luka; sedangkan di kota-kota di luar Jakarta, 33 meninggal dunia, dan 74 luka-luka.

Itulah Gemoy bagi saya, “Gemoy Adalah Peluru”, dengan korban 1.250 nyawa dan 165 luka-luka. Masih sanggupkah kamu ber-Gemoy dan tertawa? Layakkah kamu ber-Gemoy demi Kuasa? Apakah kamu Gemoy?

Saya Tidak…!!!

-Roger Paulus Silalahi-
Anti Gemoy

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here