Akankah Srikandi Perang Menjadi Cawapres Prabowo

Penulis: Roger P. Silalahi

Tinggal Prabowo Subianto yang belum punya Cawapres, dan semua menanti dengan tegang, bukan dengan tenang. Bermain ulur waktu memang sah saja, biaya yang ditanggung masyarakat terkait ini pastinya tidak dihitung, karena tidak menjadi beban mereka. Ini hanya membuktikan bahwa dinamika di kubu Prabowo paling alot, paling berat. Bagaimana tidak berat, sejak lama sudah dipersiapkan skenario pemecahbelahan kaum nasionalis, harus dipecah belah dan berhasil dipecah belah. Jika tidak dipecah belah, suara PS tidak akan tinggi, bila perlu, dan memang dilakukan, “Jual Nama Jokowi”.

Di kubu pertama, ada keteraturan, sangat teratur. Kita saksikan soliditas di kubu AMIN, mereka adem dan tanpa suara, tanpa gesekan, walau AMIN terlihat masih berada di posisi ‘underdog’, setidaknya kesolidan kubu mereka adalah sebuah kekuatan besar. Kubu Amin maju nyaris tanpa hambatan, karena yang ‘berperang’ adalah nasionalis vs nasionalis.

-Iklan-

Kubu GM baru saja mulai bekerja, motornya tentu saja para Ganjaris dan loyalis PDIP. Belum tergambarkan secara pasti, tapi rasanya sulit untuk membayangkan kubu ini akan ‘berkelahi’ di dalam. Hasil survey sudah dapat dipastikan melonjak, karena sentimen positif masyarakat terhadap GM sangat tinggi.

Tinggal urusan PS yang masih limbung, maklum ini harapan terakhir, bila tidak jadi maka keseluruhan hidupnya akan hancur. Bagaimana tidak, bayangan tuntutan atas pembayaran hutang berbagai perusahaannya hanya bisa ditanggulangi bila dia memegang pucuk pimpinan, pucuk kekuasaan. Maka PS sangat hati-hati, mempertimbangkan banyak calon, sebut yang terlemah AHY, lalu ET, lalu GR yang sampai sekarang masih jadi primadona, dan RS, orang yang belum banyak dibicarakan. Jadi teringat ada bisik-bisik mengenai calon Presiden ke-4 yang adalah perempuan, mungkin sekarang diturunkan ke posisi Cawapres untuk PS.

Tidak terbayang kerasnya gesekan di kubu PS, begitulah kata pepatah tentara; “Pasukan bagaimana Komandannya”, jadi tarik ulur, main lempar dan dorong-dorong, gampar dan cekik, pasti berlaku di kubu PS. Bagaimana nanti jika sampai jadi, pergantian Menteri dalam hitungan hari pun bisa terjadi. Soal Menteri sudah jelas banyak yang berharap akan menjadi Menteri, ada yang karena dijanjikan, ada yang karena memang spesialis ‘ngambek’ minta posisi, ada juga motor pemecah belah yang selamat dari tragedi belum lama ini.

Soal Cawapres, AHY terlihat lebih tenang, mungkin karena sadar dia hanya pemain cadangan, sementara ET seolah bisu, menghindar dari segala liputan. ET tanpa liputan dan tanpa videotron memang agak aneh, karena selama ini iklan BUMN ditayangkan dan disebarkan secara masif. Setiap video BUMN pasti “ada dianya” dalam bentuk tulisan atau sapaan atau sekedar lewat dengan lesung pipi aksesoris senyumannya.

GR sebagai primadona tentu saja tenang, tapi setenang apapun GR, dia di-gas terus kiri kanan, dibahasakan terus sebagai “akan pergi dari PDIP”. Masyarakat terus didorong untuk percaya GR akan pindah, kompor terus dinyalakan dari kedua kubu walau satu komando, pokoknya harus pecah. Caci maki terhadap Jokowi bermunculan, bongkar-bongkar rahasia digaungkan. Hasil akhir yang dikejar adalah GR memilih berangkat jadi Cawapres PS.

Bagaimana tidak. Kenikmatan posisi dan dielu-elukan sudah pasti, kepuasan membalaskan amarah pada mereka yang termakan isyu pengkhianatan, mencaci maki orang tuanya, merendahkan keluarganya juga jelas didapatkan. Orang tua mana yang tidak senang anaknya naik, anak mana yang senang orang tuanya dicaci maki, itulah dasar pemikiran utama Tim Sukses PS sehingga memilih skenario seperti ini.

Kalau saya jadi GR, saya tidak akan bergeming, bahkan akan tampil sebagai pendukung GM, karena sejatinya (sebagai GR) saya tahu bahwa ketika saya tampil di depan untuk GM, semua rancangan pemecahbelahan nasionalis buyar dan ambyar. Berat ya jadi GR, tidak apa, calon pemimpin masa depan memang harus ditempa dengan keras agar padat dan kuat, harus dibakar dan dihimpit dan diasah, agar tajam dan tahan dalam segala situasi.

Jika alam (yang isinya politisi, posisi, uang, hutang budi, ancaman, tekanan, dll) berkehendak, maka mungkin saja GR menerima pinangan, mungkin juga menolak. Jika menolak, maka tokoh baru berkesempatan ditampilkan, RS Srikandi Perang. Jika Alam (yang sebenarnya) berkehendak bisa saja semua mendadak terhenti dan selesai begitu saja, tidak mau bicara buruk, tapi PS sudah tua.

21 Oktober kita tunggu Cawapres PS diresmikan, betul ya, 21 Oktober? Siapapun Cawapres PS, bangsa ini akan menjadi pasti, dalam kontestasi kali ini siapa ada di mana, siapa kawan siapa lawan. Soal carut marut dan kebenaran berbagai gossip di luaran, waktu akan membuka semuanya. Apa dilakukan siapa dan kapan, siapa sebenarnya yang berbuat apa, dan apakah pada akhirnya nama baik harum dikenang, atau nila setitik menghapuskan keseluruhan perbuatan, semoga tidak demikian.

-Roger Paulus Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here