Penulis: Budimansyah
Panin Bank merupakan salah satu Perbankan swasta lokal yang masih bertahan di tengah ketatnya persaingan bank swasta luar negeri yang beroperasi di Indonesia. Kita lihat perbandingan data antara Panin Bank dan Bank Danamon yang telah diakuisisi oleh MUFG Jepang. Keduanya sama-sama telah menjadi perusahaan go publik di bursa saham.
Asset dari Panin Bank tercatat sebesar 206 triliun rupiah, sedangkan Danamon memiliki asset 203 triliun rupiah. Nett Income Panin Bank pada kwartal pertama 2023 tercatat 589 miliar rupiah, sedangkan Danamon membukukan 818 miliar nett income pada kwartal 1 tahun 2023. Book value Panin Bank sebesar 1995, dan Danamon 4759.
Sebagai bank swasta lokal, Panin Bank menorehkan catatan buruk dengan tidak pernah membayarkan deviden kepada publik sebagai pemegang saham selama 17 tahun. Baru tahun 2021 Panin Bank membayarkan deviden sebesar Rp 20/saham.
Berbeda jauh dengan Bank Danamon, meskipun fluktuatif selalu memberikan deviden kepada para pemegang saham tiap tahun. Tercatat di tahun 2019 sebesar Rp 187/saham, 2020 sebesar Rp 36/saham, kemudian tahun 2021 Rp 51/saham, hingga di tahun 2022 telah membayarkan sebesar Rp 118/saham.
Panin Bank selama 17 tahun tidak membagikan deviden kepada para pemegang saham dengan alasan untuk memperkuat modal. Pembayaran deviden hanya dilakukan di tahun 2021 dengan nilai Rp 20/per saham, untuk selanjutnya di tahun 2022 tidak lagi membagikan deviden dan entah di tahun 2023 ini, mungkin masyarakat pemegang saham publik harus menunggu 15 tahun lagi untuk dapat dividen?
Apa yang terjadi di Panin Bank selama 17 tahun tidak membagikan keuntungan kepada para pemegang saham? Yang pasti kerugian lebih banyak dialami publik yang sudah terlanjur menyetorkan modal membeli saham Panin Bank. Itu berbanding terbalik dengan pengelolaan manajemen internalnya.
Gaji, bonus, insentif untuk para Komisaris, Direksi dan karyawan selama 17 tahun dipastikan naik secara signifikan, menjadi bukti bahwa ada keuntungan besar pada pengelolaan dana publik tersebut. Sementara para pemegang saham publik hanya bisa gigit jari selama itu tanpa bisa berbuat apa-apa
Jika dilihat dari earning per share (EPS) Panin Bank di tahun 2023 kuartal pertama sebesar Rp 98/tahun. Jika itu kita ambil rata-rata jadi Rp 97 selama 17 tahun tidak membagikan deviden kepada masyarakat pemegang saham, maka sebenarnya akan terkumpul Rp 97 dikalikan 17 tahun yaitu sebesar Rp 1666. Itulah hak pemegang saham yang telah dirampok oleh Panin Bank. Bandingkan nilai Book Value Panin Bank yang tercatat Rp 1995, dan harga saham Panin Bank di bursa yang hanya Rp 1250an
Kembali ke catatan book value Panin Bank sebesar Rp 1995 yang sebenarnya masih mampu untuk membagikan deviden. Ada apa selama 17 tahun masyarakat pemegang saham dibohongi Panin Bank? Masyarakat sudah sering mengeluhkan kinerja OJK, mengapa tidak mengadakan audit terhadap Panin bank. Mungkinkah OJK takut, karena Presdir Panin Bank adalah mantan ketua Bapepam atau OJK? Dan fakta yang terjadi mantan Dewan Komisaris OJk adalah juga menjabat Presiden Komisaris Panin Bank.
Di sisi regulasi, Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan insentif untuk perusahaan yang sudah go publik dengan memberikan keringanan pajak hanya sebesar 25%. Sedangkan perusahaan yang belum go publik dikenakan pajak 30%.
Perusahaan go publik yang tidak membayarkan deviden seharusnya dikenakan pajak yang lebih tinggi. Tujuannya untuk melindungi investasi masyarakat, menjamin kepercayaan publik di bursa saham Indonesia. Karena selama ini mereka sudah mendapatkan dana dari masyarakat melalui bursa saham tetapi tidak membagikan apa-apa.
Perusahaan yang sudah go publik mendapatkan dana dari masyarakat secara langsung. Bagi Panin Bank untuk memperkuat modal bisa dengan cara Right Issue atau mengajukan pinjaman yang pastinya akan dikenakan bunga. Namun di bursa saham tidak ada bunga, yang ada hanyalah kewajiban membagikan keuntungan setiap tahunnya sesuai jumlah kepemilikan saham. Jika pembagian keuntungan (deviden) itu tidak dilakukan dengan alasan untuk memperkuat modal, maka nasib dana masyarakat pemegang saham publik semakin tidak mendapatkan jaminan.
Untuk itu Menteri Keuangan sekiranya bisa meninjau kembali peraturan pajak untuk perusahaan yang sudah Go Publik dan meraup keuntungan namun tidak mau membagikan deviden agar dikenakan konsekwensi fiskal khusus. Panin Bank hanyalah salah satu contohnya dari puluhan perusahaan go publik lain yang serakah mengambil keuntungan menyedot dana masyarakat.
Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang berkeadilan dan berpihak kepada masyarakat. Dalam prakteknya, kebijakan lebih banyak melindungi kepentingan perusahaan daripada hak masyarakat. Pengawasan dan kontrol dari lembaga otoritas keuangan juga lemah menyikapi perusahaan nakal yang bertebaran selama ini.
——
Penulis : Budimansyah
Editor : Dahono Prasetyo