Tampah Simbah, Makna Mendalam di Balik ‘Nginteri’ Beras

Gambar ilustrasi

Penulis: Niken Sri Rahayu

“Nduk sesuk Simbah no pasar tak tukokke tampah cilik belajar nginteri beras yo”.

Saya masih ingat betul kata-kata Simbah Putri dahulu.

Tampah adalah nampan berbentuk bulat yang terbuat dari anyaman bambu. Nginteri artinya memilah beras dengan kulit padinya karena pada jaman dahulu rata-rata orang Jawa tidak membawa gabah hasil panen ke tempat penggilingan beras tetapi dengan cara ditutu atau ditumbuk dengan lesung atau lumpang kemudian di-interi dengan tampah.

-Iklan-

Simbah mempunyai 3 orang anak yang semuanya laki-laki. Jadi kelahiran saya sebagai satu-satunya cucu perempuan dari 6 cucunya simbah tentu sangat disayangi melebihi cucu yang lain.

Kasih sayang Simbah yang kadang membuat cucu yang lain iri.

Sebagai cucu perempuan Simbah putri ingin mengajarkan hal-hal yang bersifat kewanitaan seperti memasak, nginteri beras dll.

Dan kini setelah 40-an tahun berlalu kenangan akan simbah masih sangat melekat.

Simbah putri yang dahulu selalu memintaku tidur bersamanya setiap malam. Simbah Kakung yang kata orang-orang waktu saya masih bayi senang memangku saya dengan menyenandungkan gendhing-gendhing Jawa.

Ya, waktu itu….

Waktu dimana semua masih serba tradisional. Belum ada listrik dan penerangan dilakukan dengan lampu senthir. Belum ada HP, alat komunikasi masih dilakukan dengan surat-menyurat dan kentongan.

Belum ada internet.Hiburan paling mudah di jaman itu adalah radio. Kethoprak dan wayang kulit adalah acara favorit dengan masyarakat Jawa. Termasuk saya yang kala itu masih bocah juga ikutan senang dengan kedua kesenian Jawa tersebut karena sering ikut mendengarkan bersama simbah.

Sayangnya kebersamaan dengan Simbah tidaklah berlangsung cukup lama. Simbah kakung meninggal ketika saya beium bisa mengenalinya. Simbah kakung wafat ketika usia saya belum genap 1 tahun. Sedangkan Simbah putri meninggal ketika saya berusia 6 tahun.

Dan setelah tumbuh dewasa ketika pemikiran sudah berkembang semua baru saya sadari dan pahami. Pelajaran hidup yang ingin disampaikan Simbah kala itu.

Nginteri beras sebelum dimasak. Memisahkan antara beras yang sudah dalam kondisi bagus untuk dimasak kemudian dimakan dan menumbuk kembali beras yang masih dalam kondisi buruk yang masih ada kulit gabahnya agar benar-benar menjadi beras yang bagus dan bisa dimakan.

Memisahkan yang buruk dengan baik. Melakukan hal-hal yang baik dan meninggalkan yang buruk. Mengolah kembali hal-hal yang kurang baik untuk menjadi baik baru kemudian kita ambil.

Ya, para pinisepuh Jawa tempo dulu sering memberikan nasehat atau wejangan secara kias. Melatih sisi batiniyah dengan tirakat supaya menjadi lebih tajam dan peka dengan segala kondisi dan menyikapinya dengan tepat sesuai keadaan yang ada.

Al Fatihah kagem simbah.
Aamiin.

SALAM RAHAYU🇮🇩🇮🇩❤️❤️

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here