Penulis: Nurul Azizah
Generasi muda NU atau siapapun warga negara Indonesia marilah kita semua bangkit untuk menjaga negeri ini agar tenang dari suara-suara pengacau yang sangat memanaskan telinga. Bagaimana tidak panas, Habib Bahar Smith dalam video yang beredar meneriakkan soal babi dan anjing yang jual ayat.
Bahar Smith yang duduk di sebuah mimbar, terdengar teriak lantang menyebut babi dan anjing yang doyan menjual ayat.
“Hey anjing, hey babi kenapa kau tipu-tipu kau punya rakyat. Hey anjing hey babi kenapa kau jual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah,” teriaknya. Tidak jelas video ini ditujukan ke siapa. Tapi yang jelas tidak pantas berada di mimbar suci agama, membawa-bawa babi dan anjing. Ini ungkapan apa dan ditujukan ke siapa. Tidak pantas seorang yang mengaku cucu Nabi tetapi kelakuannya tidak ada kesopanan sama sekali.
Ada lagi oknum Habib, namanya Habib Hanif Alatas yang di atas mobil komando, di depan jamaahnya sambil memegang mikrofon teriak-teriak: “Kami adalah majikan kalian, kami adalah pemilik bangsa. Kami adalah pemilik kedaulatan,” ucap Habib Hanif dalam unjuk rasa “Aksi Bela Rakyat 411” Jumat (4/11/2022).
Aksi bela rakyat, rakyat yang mana, rakyat yang memakai pakaian Arab? Rakyat Indonesia itu bukan segelintir orang yang pakai baju Arab saja. Saben-saben kalau demo kok bajunya mirip bangsa Arab.
Tujuan dari demo itu untuk mendesak Presiden Joko Widodo turun dari jabatannya. Dari teriakan Habib Hanif ini banyak ditafsirkan oleh sebagian masyarakat, ada warga yang tersinggung, yang demo ini memang WNI asli pribumi atau warga keturunan, berani-beraninya bilang dia majikan.
Dari pihak Habib Hanif mungkin itu mengkritik anggota DPR dimana sekelompok pendemo adalah majikannya, tapi cara menyampaikan salah tempat. Justru maksud dari pendemo kurang jelas, yang jelas dalam video tersebut Habib Hanif sebagai majikan.
Buset kita pribumi direken sebagai budak oleh oknum Habib dari Yaman. Dan para pengikutnya lebih parah lagi, mau dijadikan budak.
Kemudian ngustad Haikal Hassan yang selalu bersama dengan kelompok PA’ 212 membawakan pantun “Masuk dapur pintu terbuka, tercium sedap si ikan pedak, orang asing hidup berjaya, pribumi mampus sengsara.”
Ada juga murid dari Bahar Smith yang bernama Gilang Al-Ghifari mengatakan “1 Habib bodoh sama dengan 70 kiai alim.”
Mau sampai kapan Bangsa Indonesia mampu diam menahan diri dan membiarkan bangsanya sendiri dihasut, diadu domba, diperdaya, diperalat bahkan diperbudak oleh manusia-manusia keturunan Yaman yang nota bene pendatang.
Pada momen 20 Mei 2023 seakan-akan ada kebangkitan pribumi yang dipelopori oleh KH. Imaduddin Utsman yang melakukan orasi yang menggelegar yang bikin darah pribumi mendidih.
“Hai putra putri Aceh, hai putra putri Sumatera, hai putra putri Kalimantan, hai putra putri Sulawesi, hai putra putri Maluku, hai putra putri Papua, hai putra putri Nusa Tenggara, hai putra putri Bali, hai putra putri Madura, hai putra putri tanah Jawa, kalian adalah pewaris-pewaris negeri Indonesia ini, jangan sampai kalian di negeri kalian sendiri, yang direbut dari penjajah dengan darah kakek-kakek kalian sendiri. Kemudian negeri ini kehormatan kalian gadaikan, kalian jadikan hal yang menghinakan daripada perjuangan kakek-kakek kalian sendiri. Jangan menjadi budak dari bangsa-bangsa selain kalian.”
Dari orasi yang menggelegar Kiai Imaduddin seakan-akan mengajak para pribumi untuk bangkit lagi dan memiliki jiwa nasionalisme, rasa persatuan, dan kesatuan yang tinggi.
Kebangkitan pribumi ini merupakan langkah untuk mengajak rakyat Indonesia memiliki kesadaran agar mampu memperjuangkan Indonesia untuk tidak jadi budak bangsa lain.
Apalagi menanggapi Bahar Smith yang mengatakan dzuriat Walisongo sudah tidak ada. Ini juga membuat mendidih darah KH. Imaduddin Utsman Al Bantani pemikir muda NU juga pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum yang beralamat di Cempaka Kresek Tangerang Banten.
Kiai Imad (panggilan akrabnya) membuat risalah ilmiah yang mempertanyakan keabsahan nasab dari klan Baalawi yang mengaku tersambung dengan Nabi Muhammad saw. Padahal dalam kitab nasab yang se zaman dengan datuknya klan Baalawi yaitu Ubaidillah tidak terkonfirmasi (tidak ada) dalam kitab-kitab nasab di zaman tersebut.
Menurut Risalah Ilmiah Kiai Imaduddin, nama Ubaidillah baru muncul atau mungkin dimunculkan pada abad ke-10 H dalam kitab-kitab nasab. Itu sama artinya nama Ubaidillah masih gaib selama 500 tahun. Hal ini berdampak pada keabsahan klan Baalawi (Habib) sebagai keturunan Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Semua dzuriat Walisongo, kiai-kiai Nusantara secara tegas mendukung perjuangan Kiai Imaduddin untuk terus menuntaskan penelitian ilmiahnya agar semua pihak mendapatkan pencerahan yang pasti tentang nasab atau dzuriyahnya Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Nurul Azizah, penulis buku: Muslimat NU di Sarang Wahabi dan Muslimat NU Militan untuk NKRI.