Pencegahan Politik Identitas di Lingkungan Pendidikan

Penulis: Nurul Azizah

Baru kali ini penulis dapat undangan seminar yang diadakan oleh Yayasan Santriversitas Harapan Indonesia yang bekerja sama dengan Kementrian Agama Republik Indonesia. Tema yang diusung sangat bagus sekali sesuai dengan situasi perpolitikan di Indonesia, yaitu Pencegahan Penyebaran Politik Identintas di Lingkungan Pendidikan. Peserta yang diundang perwakilan bapak ibu guru yang mengajar di Madrasah baik Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat SD, Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setingkat SMA. Perwakilan siswa-siswi MTs dan MA serta perwakilan Mahasiswa dari PTN PTS.

Nurul Azizah

Seminar diadakan di Hotel MG Setos Semarang Jl. Inpeksi Kembangsari Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Acara yang diadakan pada hari Sabtu, 20 Mei 2023 jam 07.30 – 15.00 WIB sangat menarik untuk diikuti.

-Iklan-

Panitia mengundang nara sumber dari Staf khusus Kementrian Agama RI bidang hukum dan hak asasi manusia, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, beberapa dosen dan tenaga ahli.

Acara dimulai jam 08.00 WIB dengan sambutan oleh perwakilan dari Kemenag Kota Semarang yang diwakili oleh Kasi Mapenda Dr. Moch Fatkhuronji, S.Ag, M.Pd.I kemudian acara dibuka oleh Prof. Suyitno, M.Ag Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI sekaligus memberi materi secara on line.

Dalam sambutannya Prof. Suyitno memaparkan bahwa saat ini bangsa Indonesia diliputi problem-problem politik identitas. Warga masyarakat diharapkan bisa berfikir rasional dan tidak berfikir secara emosional, terutama komunitas warga kampus dan lingkungan pendidikan (sekolah/madrasah) untuk bisa berfikir secara rasional.

Kita seharusnya mengusung identitas bangsa Indonesia yang plural, majemuk, berbagai suku, agama, bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Indonesia tidak dibangun dengan identitas tertentu saja.

Ingat bangsa Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa dengan mengedepankan kemajemukan, banyak suku, agama dan kebudayaan. Bangsa Indonesia tidak berkepentingan pada siapapun, identitas tertentu saja, tapi pada keberadaan bangsa Indonesia yang dibangun atas kemajemukan dan pluralisme.

Tugas kita sebagai penerus perjuangan bangsa, terus membangun bangsa ini dengan ide-ide cemerlang demi tegaknya NKRI, demi kemajuan bangsa Indonesia di kancah percaturan dunia.

Selanjutnya pemaparan disampaikan oleh Prof. Dr. Abu Rokhmad, M.Ag staf khusus Kementrian Agama bidang hukum dan hak asasi manusia. Beliau memaparkan tentang politik identitas dan identitas politik.

Semua orang punya identitas baik laki-laki, perempuan atau laki perempuan. Agama juga identitas yang melekat pada seseorang. Ada yang Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu. Selain itu sebagai warga negara, seseorang memiliki identitas sebagai warga negara Indonesia (WNI).

Karena pilihan politik, maka seseorang memiliki identitas politik. Misalnya seseorang memiliki pilihan partai politik tertentu, maka orang tersebut memiliki identitas politik. Identitas politik yang melekat pada seseorang tidak jadi masalah.

Bahasan selanjutnya POLITIK IDENTITAS, contohnya seorang perempuan mencalonkan diri menjadi presiden. Calon tersebut mengajak semua kaum hawa untuk memilih dia. Dia berjanji ketika nanti menjadi presiden, maka wakil presidennya perempuan, mentri-mentrinya juga perempuan, selalu menyanjung peran perempuan dalam bidang politik. Calon presiden tersebut selalu mengekploitasi gender dalam hal ini perempuan dalam urusan politik.

Contoh lagi seorang calon presiden beragama Islam, dia selalu membawa-bawa agama Islam dalam urusan politik. Kalau tidak memilih calon yang beragama Islam maka orang tersebut sesat, atau dibilang murtad dan tidak masuk surga.

Ada lagi calon presiden dari suku tertentu, kampanye misalnya orang Jawa harus memilih calon dari Jawa. Ras diekploitasi dalam konteks politik.

Contoh yang paling nyata praktek adanya politik identitas pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada tahun 2017. Politik identitas sangat kental dipraktekkan untuk memenangkan calon gubernur A. Calon Gubernur, tim khusus dan relawan A terus memainkan politik identitas untuk tujuan menang dalam pilkada 2017 karena lawannya non muslim.

Contoh: “Siapa yang tidak memilih A, akan masuk neraka.”
“Siapa saja yang beragama Islam kok tidak memilih calon A, maka ketika mati tidak disholatkan di masjid.”

Siapa saja yang menjadi pimpinan di negeri ini, tolong buang jauh politik identitas, apalagi membawa-bawa agama tertentu untuk kampanye kemenangan. Mengadakan safari politik dengan melakukan sholat subuh keliling dari masjid satu ke masjid lainnya. Contoh lain ketika berdemo selalu teriak takbir. Kalau tidak ikut takbir dianggap tidak Islam dan lain sebagainya.

Sebagai warga negara yang baik bangunlah politik Identitas pluralisme, majemuk, beda agama, budaya dan bahasa tetap satu sebagai identitas nasionalisme. Orang pintar harus mampu menghalau politik identitas yang digunakan oleh oknum calon presiden. Jangan sampai politik identitas yang ada di pilgub DKI 2017 terulang lagi pada pilpres 2024.

Sebagai warga negara yang mencintai Indonesia buatlah narasi di medsos yang membangun nasionalisme, persatuan dan kesatuan. Jangan pernah menggunakan politik identitas untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Apalagi agama dijadikan alat politik identitas dan Allah SWT tidak ridho maka kehancuran akan segera datang.

Hal senada juga disampaikan oleh Chumaidi ketua Yayasan Santriversitas sebisa mungkin kita warga negara menghindar dari politik identitas. Tapi dalam praktek-prakteknya, ada calon presiden menggunakan politik identitas untuk tujuan politik. Yang kayak gini tidak usah dipilih saja. Jangan sampai Pilkada DKI 2017 terulang lagi. Kelompok tertentu menggunakan identitas agama untuk tujuan politik dalam rangka meraih kemenangan. Karena kebetulan lawan politiknya non muslim.

Untuk itu bapak dan ibu guru serta peserta didik harus berani menolak politik identitas masuk di dunia pendidikan. Sekolah atau kampus harus steril dari politik identitas. Bagi bapak ibu guru dan dosen jangan sampai membawa politik identitas di sela-sela mengajarnya.

Tapi sampaikan identitas bangsa ini yang majemuk dan pluralisme selalu dikedepankan. Jaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Jaga perbedaan bangsa ini sebagai suatu khasanah bangsa Indonesia yang perlu terus kita jaga bersama. Jangan sampai orang asing mengoyak keberagaman bangsa Indonesia. Budaya kita sudah bagus, perlu kita lestarikan. Budaya asing yang tidak sesuai kemajemukan kita, ya kita tolak.

Nurul Azizah penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi”, dan “Muslimat NU Militan Untuk NKRI.

Buku
Buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi” karya Nurul Azizah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here