Penulis: Roger P. Silalahi
Apa Rasanya, Ketika Ada Pelarangan Beribadah di Masjid Saat Idul Fitri?
(Teruntuk: Anne Ratna Mustika, Ridwan Kamil, Yaqut Cholil Qoumas, Tito Karnavian, Joko Widodo)
Pada tanggal 13 Maret 1994 keunikan terjadi, Nyepi di Bali bertepatan dengan Idul Fitri.
Saat itu Anne Ratna Mustika (Bupati Purwakarta) belum berusia 12 tahun, Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) baru 23 tahun, Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama) baru 19 tahun, Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri) baru berusia 29 tahun, dan Joko Widodo (Presiden) baru 32 tahun. Saat itu tidak ada yang namanya Forkominda, FKUB, atau lembaga lain yang biasanya ikut serta dalam pengolahan kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia, bahkan MUI yang sudah ada saat itu tidak ikut campur di urusan agama lain.
Selama beberapa tahun terakhir Nyepi jatuh di tengah bulan Ramadan, bahkan tahun ini, 2023 tepat 1 hari sebelum ibadah puasa dimulai, serupa dengan ini terjadi tahun 1992, Nyepi jatuh pada hari pertama puasa dimulai. Tentu saja jatuhnya tanggal yang sama untuk 2 saat penting keagamaan seperti ini tidak bisa dihindarkan, dan ada potensi benturan dalam pelaksanaan ibadah dari masing-masing agama.
Tapi tidak di Bali…
Bali sudah memberikan contoh…
13 Maret 1994, shalat Idul Fitri dilakukan di berbagai Masjid di Bali, hari itu adalah hari Nyepi, dengan dikawal oleh Pecalang dan aparat keamanan lainnya di masing-masing wilayah.
Pada tahun 2023 Nyepi jatuh 1 hari sebelum puasa dimulai, dan tarawih pertama dilakukan di berbagai masjid dengan pengawalan Pecalang. Anda tahu, bahkan seringkali hari Nyepi jatuh pada hari Jumat, umat Islam di Bali diperkenankan menjalankan shalat Jumat di Masjid terdekat dengan pengawalan Pecalang dan aparat keamanan.
Hari ini, Rabu 5 April 2023, dua hari lagi 7 April 2023 adalah Jumat Agung, dan 9 April 2023 adalah Paskah, Hari Hari Besar Kristen yang diakui oleh Negara. Apa yang akan terjadi di Bali…? Bali akan penuh dengan sukacita dan perayaan di berbagai gereja, tanpa hambatan, tanpa pelarangan, tanpa gangguan apapun.
Lain dengan di Jawa Barat.
Apa lagi di Purwakarta…
Ada jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) yang tidak dapat merayakan Jumat Agung ataupun Paskah di Gereja mereka, Gereja disegel oleh Bupati Purwakarta Hj. Anne Ratna Mustika SE. atas nama SKB 2 Menteri walaupun semua tahu bahwa sebenarnya itu dilakukan atas nama Radikalisme dan Intoleransi.
Sungguh hati saya terluka membayangkan perasaan segenap jemaat dan pengurus GKPS, penodaan dan penistaan dilakukan atas apa yang sudah dijamin Konstitusi. Entah kenapa SKB 2 menteri yang selama ini terbukti menjadi sarana bagi kaum radikalis dan intoleran menyerang kaum minoritas masih belum dicabut.
Bicara Konstitusi untuk U-20 begitu hebat, begitu keras, dengan gagah berani mengangkat Konstitusi ke atas bersama kaum Radikalis dan Intoleran. Tapi merujuk pada berbagai kasus Pelarangan Ibadah untuk Berbagai Agama dan hal-hal terkait lainya, maka yang dilakukan sejatinya bukan menegakkan Konstitusi, tapi menegakkan Diskriminasi, Intoleranisme, dan Radikalisme.
Jika ucapan saya salah, buktikan.
Jika ucapan saya salah, tuntut secara hukum…
—————–
Kepada Bapak Presiden, Bapak Menteri Agama, Bapak Menteri Dalam Negeri yang saya hormati, dan kepada Bapak Gubernur Jawa Barat dan Ibu Bupati Purwakarta yang (maaf) tidak saya hormati.
Perampasan Hak Asasi Manusia, Perampasan Hak Konstitusional yang terjadi di Purwakarta adalah tanggung jawab Bapak-bapak dan Ibu. Perampasan Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional Warga Negara dilakukan oleh Ibu Anne Ratna Mustika sebagai Bupati Purwakarta dalam posisi di bawah dan tunduk pada Bapak Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat.
Keseluruhan Kejahatan Kemanusiaan itu dilakukan dengan mendasarkannya pada SKB 2 Menteri, produk Kementerian Dalam Negeri (H. Moh. Ma’ruf-Demokrat) bersama Kementerian Agama (Muhammad Maftuh Basyuni-Demokrat) pada tahun 2006. Sampai sekarang kedua Kementerian tersebut ada dalam posisi sebagai pembantu presiden, maka atas arahan Presiden, pastilah SKB 2 Menteri tersebut dapat dicabut.
Sampai kapan Perampasan Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia oleh Mayoritas terhadap Minoritas akan dibiarkan terjadi di Indonesia?
Sampai kapan mata Bapak-bapak akan tertutup, telinga Bapak-bapak menulikan diri, dan mulut Bapak-bapak membisu ketika berhadapan dengan Radikalisme dan Intoleranisme?
Tempatkan posisi Bapak-bapak di posisi mereka yang mengalami perampasan itu. Lalu bayangkan saja, tidak perlu mengalami, cukup bayangkan saja; “Apa rasanya ketika ada pelarangan beribadah di masjid saat Idul Fitri?”
Saya berharap ada langkah segera menghentikan dan menghapuskan Perampasan Hak Jemaat GKPS Purwakarta. Saya berharap ada langkah segera mencabut SKB 2 Menteri. Saya berharap ada Kejujuran dan Konsistensi dalam Menegakkan Konstitusi.
Saya yakin akan ada pembuktian bahwa Yang Maha Kuasa tidak merestui Radikalisme dan Intoleranisme, dan karenanya segala sesuatu akan terjadi sesuai dengan apa yang dilakukan orang per orang. Yang maha Kuasa akan mengembalikan kepada kita, apa yang kita lakukan kepada sesama kita manusia, kepada sesama kita ciptaan Tuhan, kepada alam semesta.
—————–
Izinkan saya seorang Kristen mengingatkan Bapak Bapak atas apa yang diajarkan dan tertulis di Al Quran:
—————–
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir (1), Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3), Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (5), Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6)
(QS. Al-Kafirun: 1-6)
—————–
Demi Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Demi Kemanusiaan. Demi Tuhan.
-Roger P. Silalahi-
Warga Negara Indonesia
BPH AUTO – Aliansi UI Toleran
BPH BASKARA INDONESIA
(Barisan Masyarakat Anti Kekerasan Indonesia)