Suatu Pagi 9 Ramadan 1364 Hijriah, Mikrofon untuk Proklamasi adalah Karya Anak Bangsa

Penulis: Erri Subakti

Pagi hari tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriah atau 17 Agustus 1945, dua orang pemuda yaitu Wilopo dan Njonoprawoto datang ke rumah Gunawan, pemilik Radio Satrija yang tinggal di Jalan Salemba Tengah 24, Jakarta.

Mereka datang bermaksud untuk meminjam mikrofon tapi tak menjelaskan untuk apa benda tersebut dipinjam.

-Iklan-

Mikrofon yang ingin dipinjam adalah hasil buatan Gunawan sendiri. Baik “corong”nya, maupun “stardard”-nya. Baik “Vesterker”nya, maupun “band”nya, juga dibuat dari “zilverpapier”, selubung rokok.

“Semuanya itu adalah hasil kecerdasan otak dan keterampilan tangan seorang Indonesia, yang bernama Gunawan itu, ” tulis Sudiro dalam buku Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945.

Karena Wilopo dan Njonoprawoto tidak bisa memasang mikrofon sendiri, Gunawan meminta seorang anggota keluarganya, Sunarto yang juga cukup ahli untuk ikut ke Pegangsaan Timur.

Baru di dalam mobil itulah, Sunarto diberi tahu bahwa mikrofoon itu akan diperlukan guna Proklamasi Kemerdekaan.

Mikrofon itu sempat dibawa Gunawan saat pindah ke Solo pada 1946. Tiga tahun kemudian, benda bersejarah itu kembali ikut saat Gunawan dan keluarganya balik ke Jakarta.

Pada 1960, mikrofon itu diminta Sekjen Kementerian Penerangan Harjoto untuk disimpan di Monumen Nasional (Monas).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here