Komentar ‘ASBUN’ Aparat Kepolisian dalam Kasus Hasya #1

Penulis: Roger P. Silalahi

Dikutip dari Metro onlinentt.com dari berita bertajuk; “Keluarga Mahasiswa UI Bakal Laporkan Pensiunan Polisi Ini, Masalahnya Sangat Serius, Lihat”.
—————–

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman berkukuh bahwa pensiunan polisi yang sebelumnya digadang-gadang menjadi bakal calon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD DKI Jakarta pada 2024 itu sempat menelepon ambulans.
—————–

-Iklan-

Baiklah Pak Direktur Lalu Linta Polda Metro Jaya Kombes Pol. Latif Usman, buktikan saja bahwa memang hal itu terjadi, bukan berdasarkan pada ucapan Pak Eko. Mudah membuktikannya, saya berikan langkahnya ya Pak, Bapak tinggal lakukan dan akan terbukti.

Kepolisian berhak meminta catatan nomor yang dihubungi oleh nomor telepon tertentu dalam kaitan penyidikan dan/atau penyelidikan sebuah tindak pidana. Silahkan minta daftar telepon yang dihubungi nomor telepon Pak Eko pada saat kejadian. Dalam daftar tersebut akan jelas nomor yang dihubungi dan lamanya pembicaraan. Bapak minta print out-nya, lalu publikasikan. Berani…?

Masalah selanjutnya adalah, yang dilanggar Pak Eko itu Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 231 ayat 1 poin b, yang berbunyi:
1. Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. …….
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. …….
d. …….
Jadi, menelepon ambulans itu (kalaupun memang dilakukan), tidak menggugurkan pelanggaran yang dilakukan, yaitu penolakan Pak Eko untuk membawa Hasya ke rumah sakit terdekat.

Ayo Pak, jangan hanya bicara, jangan asal bunyi, buktikan ucapan Bapak adalah sebuah kebenaran, bukan katanya katanya, bukan ASBUN.
—————–

Masih dari berita yang sama;
—————–

Pembelaan kepada Eko pun datang dari anak buah Latif, Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Jhoni Eka Putra.

Jhoni mengaku hasil penyidikan tidak terbukti unsur pembiaran dari Eko. “Karena Pak Eko sendiri sudah menghentikan kendaraan dan melakukan tindakan lain bukan berarti tidak memasukkan (Hasya) ke mobil, terus dibilang pembiaran, enggak,” ujar Jhoni, Jumat, 27 Januari lalu. Sejak akhir 2021 sampai Februari 2022 Eko menjabat Kepala Seksi Kecelakaan Dirlantas Polda Metro Jaya.
—————–

Bapak Kepala Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Jhoni Eka Putra, semestinya Bapak minimal seorang Sarjana Hukum atau S2 atau S3 bidang hukum, jika tidak, maka ada kesalahan fatal yang dilakukan Kapolda Metro Jaya dalam menempatkan petugas di posisi tersebut.

Jika Bapak Sarjana Hukum, dimana Bapak menempatkan Nalar Hukum, Logika Hukum Bapak…? Apa konteks, esensi, maksud, dan tujuan dari “memberikan pertolongan” dalam pasal di atas…? Bapak mengatakan dia sudah melakukan hal lain, yang Bapak maksud menelepon…?

Bapak jangan bermain api Pak, itu Undang Undang tidak dibuat orang bodoh. Ada saksi ahli yang lebih berkompeten dari Bapak, dan dapat menjelaskan secara lebih detil makna dari “memberi pertolongan”, dan apakah penolakan membawa Hasya ke rumah sakit berarti sama dengan menolak “memberikan pertolongan”. Main api bisa terbakar lho Pak.

Sama dengan poin di atas, bila memang Pak Eko menelepon ambulans, BUKTIKAN, dan jika tidak terbukti, Bapak Latif dan Bapak Jhoni harus dipidanakan atas pembohongan publik, penyebaran berita bohong, sementara Pak Eko sebagai sumber kebohongan akan menerima pasal-pasal tambahan diluar pasal utama.

Masuk Pak Eko…!!!

—————–
“Masyarakat semakin hari semakin sadar hukum, dan Kepolisian semakin hari mempunyai semakin banyak mata yang mengawasi dan akan berteriak untuk setiap penyimpangan, kesewenang-wenangan, serta penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan yang terjadi”.
—————–

Roger P. Silalahi
Alumni Kriminologi FISIP UI

Baca juga:

Hasil TPF Polda Metro Jaya Penuh Muslihat, Tarik Kasus ke Mabes Polri

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here