Penulis: Roger P. Silalahi
Saya akan bersuara terus, bersuara KERAS untuk setiap penyimpangan dalam kasus ini, hingga kebenaran diakui dan kesalahan diberi sanksi.
Pada awalnya dalam tulisan kali ini saya bermaksud menampilkan beberapa analisa terkait kasus ini, tetapi saya tunda. Sebabnya adalah adanya pemberitaan yang menampilkan tahapan reka ulang dan berbagai keterangan serta pernyataan yang disampaikan di detik.com. Saya memilih membahas berita, fakta yang diketahui, tahapan reka ulang dan logika. Hukum dan Undang-undang dibuat dengan dasar logika.
‘detik.com’ menyampaikan, ada 7 fakta yang terungkap saat reka ulang dilakukan. Saya sampaikan intinya dan memberikan tanggapan. Pembaca dipersilakan menilai, apakah benar yang disebut sebagai ‘7 fakta’ tersebut. Apakah TPF jujur, apakah Eko jujur, apakah ada pengaburan bukti dan fakta, apakah ada pembohongan publik?
1) Eko Tak Bawa Hasya ke RS, tapi Telepon Ambulans.
Judulnya seharusnya “Eko menolak membawa Hasya, dan Agus (ojol) menelepon ambulance”.
Dari hasil bicara dengan orang tua Hasya, jauh sebelum Hasya akhirnya ditersangkakan, penolakan Eko membawa Hasya sudah disampaikan. Agus bisa diam, demikian juga “Jagur” (panggilan supir ambulance), bahkan bisa bersaksi lain, apapun dasarnya, tapi fakta tidak akan pernah berubah.
Mengapa Eko menolak…? Tidak pahamkah Eko akan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 231 ayat 1 yang berbunyi:
1. Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Stop, jangan katakan penolakan membawa Hasya ke Rumah Sakit terdekat dapat dinafikan hanya dengan (katanya) menelepon ambulance. Peristiwa menelepon ambulance diabadikan dalam reka ulang, sementara penolakan membawa Hasya ke Rumah Sakit tidak ada pada reka ulang. Rupanya adegan menelepon ambulance dipentingkan demi menafikan penolakan memberi pertolongan sebagaimana diamanatkan UU. Eko melanggar UU.
Saving Private Eko…?
—————–
Fakta ke-2 semua sudah tahu, Hasya dibiarkan di pinggir jalan selama 45 menit.
—————–
3) Kesaksian Petugas Ambulans dan Ojol
(….Perhatikan baik-baik…)
Ambulance datang, supir (Jagur) setelah 15 menit mengangkat Hasya ke dalam ambulance dan berangkat ke Rumah Sakit. Supir Ojol (Agus Ryadi) ikut di dalam ambulance. Sampai di Rumah Sakit, keseluruhan berkas dan tanda tangan pun dilakukan oleh Agus, bukan oleh Eko.
Jika Eko yang menghubungi ambulance, maka yang harus ikut ke Rumah Sakit adalah Eko, bukan Agus. Jika memang yang menelepon adalah Eko, maka keseluruhan berkas dan penandatanganan pasti HARUS dilakukan oleh Eko, bukan Agus. Agus hanya pengemudi Ojol yang punya inisiatif (menghubungi ambulance), bukan teman Hasya, bukan saudara, bukan pelaku.
Paham ya soal siapa yang menelepon ambulance.
—————–
4) Kondisi Bumper Pajero Penyok, Motor Rusak
Dalam bagian awal poin ini dijelaskan plat nomor mobil Eko B 2447 RFS. Tidak ada penjelasan penggunaan plat RFS ini (Reformasi Sekretariat Negara – bukan singkatan Ronny FS ya, itu besan), plat khusus yang diperuntukkan bagi Pejabat Sipil Negara Eselon 1 setingkat Dirjen di Kementerian, bukan Pensiunan.
Pada bagian akhir dijelaskan bahwa motor Hasya sudah tanpa plat nomor (?). Pelanggaran oleh Hasya karena tidak ada plat nomor (bisa dihilangkan), atau pelanggaran oleh Polri dalam memberikan Plat RFS pada yang TIDAK BERHAK…? Yang pasti pelanggaran oleh Eko menggunakan plat yang bukan peruntukannya.
Ketimpangan, pengaburan, dan penggiringan opini…?
—————–
5) Cat Mobil Eko Berubah Warna
Katanya pada awalnya cat nya hitam, lalu karena sudah di-SP3 Eko mengganti warna cat mobilnya. Kenyataannya, dari foto dan video yang saya terima setelah kejadian, warna mobil Pajero itu bukan Hitam, tapi “Graphite Grey Metalic”, bahasa gampangnya, Abu-abu Metalik.
Silahkan periksa STNK nya, BPKB nya, semua akan jelas tertulis di sana, kecuali dibuatkan yang baru 1 jam lagi.
Kewajaran adalah mobil diperbaiki dan dicat ulang dengan warna yang sama, bukan diganti cat keseluruhan tanpa perbaikan atas kerusakannya (masih penyok).
Usaha apakah ini…? Merusak alat bukti…?
Sesuaikah warna dengan STNK dan BPKB…?
—————–
6) Detik-detik Kecelakaan dalam 9 Adegan Rekonstruksi
Adegan 1, hanya mencoba menegaskan kecepatan Eko 30 km/jam, saya sebut asumsi, walau TAA menyatakan pasti. Saya bahas di bawah.
Adegan 2, Beralih ke adegan kedua, saat tiba di TKP, korban Hasya menghentikan kendaraan motornya secara tiba-tiba hingga oleng ke kanan tempat Eko melaju. Tempat Hasya terjatuh dan Eko saat itu hanya berjarak sekitar 5 meter.
Bagus, secara tidak sadar Hasya disebut sebagai KORBAN (bawah sadar sulit dibohongi), dinyatakan oleng ke kanan (kemudian ditegaskan) tempat Eko melaju, lalu jarak hanya 5 meter. Jarak 5 meter, kecepatan 30 km/jam, penasaran, saya coba menggunakan Fiesta saya yang tingkatannya jauh di bawah Pajero. Saya coba 6 kali, mobil berhenti tanpa ban berdecit (ABS) dalam jarak 2,8 – 2,4 – 3,2 – 2,7 – 3,3 – 3,2 meter, jadi rata-rata adalah sekitar 3 meter, berhenti total. Jadi, kecepatan Eko sudah PASTI jauh di atas 30 km/jam.
Adegan 3. Dinyatakan Hasya berhenti mendadak karena motor di depannya membelok mendadak ke kanan. Dari video yang beredar, jelas Hasya berhenti mendadak karena motor di depannya pasang lampu tanda ke kanan tapi berhenti dan kemudian jalan lurus, tidak ke kanan. Terbukti dengan penumpang motor tersebut (kerudung coklat) mendatangi TKP berjalan kaki di sisi kiri dekat pagar, bukan dari arah seberang.
Adegan 4. Diperlihatkan bagaimana Eko Setio berusaha membanting stir ke arah kiri untuk menghindari tubrukan. Namun karena jarak yang hanya 5 meter, tubrukan pun tak terelakkan. Dalam adegan tersebut juga diperlihatkan korban Hasya yang terlindas oleh roda depan bagian kanan dan roda belakang bagian kanan mobil Pajero milik Eko.
Dari video jelas tidak ada bantingan ke kiri sedikitpun, Pajero berjalan lurus, perhatikan ban depannya pada video.
Adegan 5. Kedua kendaraan mengalami kerusakan setelah kejadian. 🙂
Adegan 6. Eko dan saksi (entah saksi yang mana, entah kompeten atau tidak) diminta menunjukkan lokasi kendaraan. Sesuai petunjuk…?
Adegan 7. Eko dan saksi mengangkat korban ke bahu jalan.
Adegan 8. Menunjukkan posisi akhir Hasya.
Adegan 9. Eko menelepon ambulance. Penting sekali adegan ke 9 ini ya…? Lihat lagi penjelasan di atas, penjelasan ‘fakta’ ke 3.
—————–
7) TAA Telisik Kejadian Sebelum hingga Sesudah Kecelakaan
Kepala Tim TAA Korlantas Polri Kombes Dodi Darjanto mengatakan lewat teknologi tersebut pihaknya bisa merekam semua bukti yang ada di TKP. Dengan teknologi TAA dapat memberikan gambaran sebelum, sesaat, dan sesudah kecelaan terjadi.
“Kami merekam sejak semua bukti-bukti di TKP. Baik kecelakaan, sebelum terjadinya tabrakan, saat tabrakan, dan setelah terjadinya tabrakan,” kata Dodi di lokasi, Jalan Raya Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jaksel, Kamis (2/2/2023).
Dodi menyebutkan, dengan teknologi simulasi TAA tersebut, pihaknya bisa mengetahui semua hal. Dari kerusakan mobil, jejak rem di jalan, hingga bangunan di lokasi kejadian.
Tanggapan saya:
“Kejadian tanggal 6 Oktober 2022, Gelar 2 Februari 2023, masih ada jejak rem…?”
“Bangunan masih ada, tapi saksi utama yaitu Tukang Bakso dan Pedagang Handphone hilang…!”
“Jika memang TAA demikian canggih, mengapa salah dalam menyatakan kecepatan mobil yang terbantahkan dengan percobaan yang saya lakukan…?”
Lanjutan Kombes Dodi Kepala TAA:
“Jadi mengedepankan bukan kesaksian saksi. Tapi, berdasarkan kerusakan mobil, kerusakan motor, jejak di jalanan, bangunan, melalui alat simulasi ini dia bisa merekam secara tiga dimensi (3D) berdasarkan perhitungan fisika dan matematika, jadi autentik. Jadi benda itu tidak mungkin berbohong,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, teknologi TAA dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan soal kecelakaan yang menewaskan Hasya. Bahkan dapat mengetahui kecepatan kendaraan Pajero yang dikendarai Eko dan motor yang dikemudikan Hasya.
“Jadi walaupun minimnya saksi-saksi yang dimiliki, tidak menjadi hambatan bagi Polri saat ini untuk menangkap jejak-jejak di TKP sedemikian rupa. Dapat menggambarkan secara utuh bagaimana proses terjadinya tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat ini,” ucapnya.
Tanggapan saya: Bahkan untuk berbohong pun perlu pintar, supaya tidak terbongkar.
—————–
Penutup.
Saya rasa cukup jelas, berbagai sanggahan yang didapat dengan melakukan percobaan dan logika, ada banyak sekali pertidaksesuaian, pengaburan fakta, pemaksaan, pembohongan publik, perusakan alat bukti, dan ketidakmampuan yang ditunjukkan oleh TPF Polda Metro Jaya.
Lebih baik kasus ini ditarik ke Mabes Polri, dan diselesaikan dengan sebenar-benarnya, karena semakin lama menjadi semakin rumit. Jangan sampai menjadi snowball ketiga untuk Polri setelah kasus Sambo dan TM.
—————–
“Masyarakat semakin hari semakin sadar hukum, dan Kepolisian semakin hari mempunyai semakin banyak mata yang mengawasi dan akan berteriak untuk setiap penyimpangan, kesewenang-wenangan, serta penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan yang terjadi”.
—————–
Roger P. Silalahi
Alumni Kriminologi FISIP UI
Baca juga:
Penyimpangan Proses Hukum Meninggalnya Mahasiswa UI Memicu Pendalaman Keterlibatan
Masalah yg telah kalian buat .. kenapa kalian selalu menghindar utk mempertanggungjawabkannya… memang kalian ini siapa sebenarnya….
Sepakat…
Mereka berbuat, mereka harus bertanggungawab…