Penulis: Nurul Azizah
Akhir-akhir ini lagi marak demo para Kepala Desa (Kades) se-Indonesia untuk tuntut revisi masa jabatan Kades dari yang semula 6 tahun menjadi 9 tahun.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan selama tiga periode. Artinya jabatan Kades bisa jadi 6×3 jadi bisa menjabat 18 tahun.
Hal ini juga disampaikan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo yang penulis ikuti lewat video yang beredar di group WA. Presiden RI Joko Widodo menegaskan bahwa Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa enam tahun dan selama tiga periode. Pernyataan Jokowi disampaikan dalam keterangan para awak media usai meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung Jakarta Selasa, (24/1/2023).
Presiden menyebutkan perpanjangan masa jabatan itu merupakan aspirasi dari para kepala desa. Beliau mempersilahkan para kepala desa untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepada DPR.
Undang-Undang Desa sudah jelas mengatur masa jabatan kepala desa, terus para kepala desa masih menuntut merevisi masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun, apa itu yang namanya aluamah. Nafsu yang menginginkan sesuatu yang berlebih. Gemar mengumbar nafsu yang tidak ada puasnya. Ya lebih jelasnya ya kemaruk. Sudah dikasih sesuai dengan porsinya minta tambah lagi yang lebih banyak dan banyak. Bagaimana tidak jabatan yang bisa dijabat selama 18 tahun (6 x 3), minta diperpanjang menjadi 9 tahun selama 3 periode artinya kalau tuntutan kades dipenuhi oleh DPR maka jabatan kades bisa 27 tahun (9×3). Ada juga tuntutan 9 tahun dan 2 periode artinya menjabat 9×2=18 tahun.
Apapun tuntutan dari para Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun banyak warga masyarakat tidak setuju. 6 tahun saja kerjanya tidak jelas dan jarang diaudit, apalagi 9 tahun. Bisa saja 5 tahun kerja untuk balek modal yang 4 tahun kurang tupoksinya.
Bahkan beberapa pekan lalu ada video yang viral beberapa kades Kabupaten Grobogan Jawa Tengah saat bercanda yang mencentil nama Jokowi. Video diawali beberapa Kades berseragam dinas “cengengesan” di lorong depan kamar hotel.
Kades Desa Sambung, Kecamatan Godong Grobogan bernama Arif Sofianto (49) sesumbar bakal “urus” Jokowi agar perpanjang jabatan Kades sumur hidup. Kemudian Kades tersebut minta maaf karena ada kesamaan nama Jokowi, yang menurutnya bukan nama Presiden RI, tapi nama tetangga desanya. Bagi warganet, panggilan Jokowi sudah melekat erat pada Presiden Indonesia dan mustahil ditujukan ke orang lain.
Nanti kalau tuntutan dikabulkan oleh DPR dari 6 tahun menjadi 9 tahun dan selama tiga periode, sangatlah kemaruk, bagaimana tidak kemaruk masa kades menjabat 9 tahun dan dua atau tiga periode, berarti Mengalahkan masa jabatan Kepala Negara.
Ada apa dengan tuntutan Kades ini? Apakah dengan fasilitas desa, ataukah dengan gaji yang besar untuk ukuran pejabat yang ada di pedesaan. Atau memang demo Kades kali ini ada yang menggerakkan.
Dengan masa jabatan 6 tahun dan tiga periode saja Kades merupakan jabatan yang banyak diminati oleh warga desa. Apalagi nanti menjadi 9 tahun dan tiga periode. Bisa-bisa jadi rebutan banyak orang berduit tebal yang ada di pedesaan. Karena ia akan menjadi orang nomor satu dan tentunya gajinya tidak sedikit.
Besaran gaji Kades di Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Besaran gaji kades yang ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota paling sedikit Rp 2.426.640 atau setara 120 persen dari gaji pokok pegawai negeri sipil golongan ruang II/a (sumber: CNN Indonesia).
Itu paling sedikit bisa jadi lebih, tergantung kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten atau Kota.
Atau ada alasan lain dengan demonya Kades ke DPR, yang dikaitkan dengan adanya tahun politik menjelang 2024. Karena pada pemilu 2024 pemilih banyak berdomisili di desa daripada di Kota. Sejenis politik imbal balek, simbiosis mutualisme, saling memberi keuntungan antara kepentingan Kades dengan DPR.
Karena aspirasi ini telah sampai ke DPR. Para kades yang demo di DPR sudah diterima aspirasinya oleh DPR dan akan membahasnya dengan pemerintah.
Semoga DPR juga cerdas menanggapi tuntutan para Kades untuk merevisi Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa. DPR itu wakil rakyat bukan wakil kelompok tertentu, jadi harus lebih cerdas dalam memutuskan.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi”.