Penulis: Nurul Azizah
Sedih rasanya kalau ada ulama yang menghina-hina Presiden Jokowi. Dan yang sedih lagi itu keluar dari mulutnya Cak Nun, Emha Ainun Najib.
Dulu penulis pernah mengidolakan Cak Nun, karena Cak Nun sesepuh ulama NU, sahabat terdekat dan saudara beda simbah dengan Gus Dur. Ayah Noe Letto, salah satu ulama besar aswaja Nusantara di masa lalu.
Bersama jamaah Maiyahnya, mengembangkan budaya, sastra dan semuanya. Dulu penulis mengenal Cak Nun sebagai ulama yang tidak pernah mau mengaku ulama, tidak pernah mau mengaku orang NU.
Dulu Cak Nun ingin merangkul semua warga masyarakat dari kalangan manapun, dari warga Nahdliyin, warga Muhammadiyah, non muslim, bahkan merangkul semua kelompok warga yang radikal dan intoleransi.
Dulu Cak Nun ingin membesarkan hati semua yang hadir di jamaah Maiyah, menghibur, membela siapapun tanpa tersekat NU dan Muhammadiyah. Meskipun yang diajarkan beliau adalah banyak nilai-nilai NU, plus beberapa nilai Muhammadiyah, nilai-nilai aswaja lainnya. Dikemas dalam kemasan budaya sehingga terlihat NU atau Muhammadiyahnya.
Cak Nun dulu dekat dengan dunia pesantren NU dan bahkan bagian dari hidupnya yang tidak dapat terpisahkan. Karena dia asalnya dari sana. Dulu Cak Nun sangat dihormati, menjadi panutan, disayang, dituakan para ulama NU dan semua kalangan lintas golongan, lintas batas, lintas generasi dan lintas agama.
Dulu dakwah Cak Nun diawali saat dia masih muda, bahkan sudah berdakwah sampai di lebih 30 negara di dunia. Menyampaikan Islam dengan budaya, musik, sastra ke berbagai negara dan juga di berbagai wilayah di Indonesia, sampai ke pelosok-pelosok Nusantara.
Dulu Cak Nun mengemas dakwahnya seperti khasanah ke NU an, selalu ada Cak Nun di setiap momen. Cak Nun ulama yang mengaburkan identitas aslinya.
Itu dulu ya pembaca, sekarang Cak Nun berubah menjadi Radikal dan intoleransi. Eman-eman banget ajaran yang pernah Cak Nun berikan ke kita semua.
Rasanya ingin menangis atau menjerit. Mengapa Cak Nun berubah. Apa tidak ingat lagu yang sangat populer di zamannya, yaitu lagu Tombo Ati yang populer pada tahun 2014 an.
Syair Tombo Ati dari Cak Nun dan Kiai Kanjeng terasa sejuk di hati. Namanya saja obat hati (tombo ati), untuk menjernihkan pikiran dan menata hati dari menyimpan kekesalan, kemarahan, keputus asa-an ataupun keperihan hati.
Tombo ati iku ono limang perkoro
Kaping pisan moco Qur’an sakmaknane
Kaping pindho sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat weteng iro engkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Allah yang telah membolak balekkan hati seseorang. Sehingga saat ini hatinya Cak Nun berubah menjadi kebencian, karena bukan orang sholeh lagi yang didekati.
Cak Nun telah bersama dengan para pembenci. Sehingga membenci Presiden Jokowi bersama mentrinya.
Telah beredar video kalau Cak Nun mengatakan : “Indonesia dikuasai oleh Fir’aun yang namanya Jokowi, Qorun yang namanya Antoni Salim Yang sepuluh Naga, dan Haman yang namanya Luhut.”
Perkataan Cak Nun telah melukai semua komponen masyarakat, semua simpul baik simpul Nasionalis, Religius, Cendikiawan, Budayawan, Akademis, dan semua simpul-simpul yang ada di masyarakat. Termasuk kiai-kiai NU beserta para pegiatnya.
Cak Nun telah salah memilih teman, kok Sugik Nur dijadikan teman. Sugik Nur itu terkenal dengan kata Dancuk atau kata-kata misuh yang lainnya.
Cak Nun telah berubah menjadi orang yang tega menyakiti orang sak lara-larane, sak sakit-sakitnya. Le ngelarani ra kiro-kiro, kalimat Jawa ini tidak bisa diartikan dengan bahasa Indonesia yang pas. Karena mengandung makna sakit sesakit-sakitnya. Menyakiti orang dengan kata-kata yang pedas dan tidak ada obat untuk mengobati hati. Ora ono tombone, tidak ada obatnya. Pasti siapa saja yang dengar sakit rasanya.
Cak Nun sudah minta maaf, saat itu khilaf. Dia sudah disidang oleh keluarga. Katanya Cak Nun baru kesambet. Tapi ucapan menyakitkan tidak bisa ditarik, sudah beredar luas. Cak Nun telah melukai Presiden Joko Widodo dan rakyatpun marah. Malah ada keinginan sebagian orang untuk melaporkan Cak Nun ke Kantor Polisi.
Cak Nun, pada kesempatan ini Penulis sangat-sangat marah dengan tingkah polah Cak Nun yang mengatakan Pak Jokowi itu Fir’aun. Aduh malu rasanya punya kiai yang dulu jadi panutan. Untungnya panutan penulis yang utama adalah Al-quran dan Al Hadis. Jadi kalau kiai atau ulama melakukan hal-hal yang salah ya jangan diikuti. Ulama bukan Nabi, ulama juga bisa khilaf dan kesambet, kayak Cak Nun. Ulama juga manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Jadi kita jangan ikuti ulama yang melakukan salah dan dosa. Masih banyak ulama-ulama NU yang muhklis dan ikhlas mengajarkan kebenaran tanpa menyakiti orang lain.
Nurul Azizah, penulis buku ‘Muslimat NU Di Sarang Wahabi’