Penulis: Nurul Azizah
Dipanggil menghadap Allah SWT tidaklah mudah, apalagi panggilan umroh. Menghadap langsung ke Baitullah dengan banyak rintangan yang menghadang. Diantaranya, berjalan dari hotel di Baitullah yang lumayan jauh. Kurang bisa tidur, karena acara ibadahnya lebih banyak. Fisik harus prima dan kuat, karena ibadah umroh adalah ibadah fisik.
Tidak boleh sedikitpun ada kesombongan, keujuban dalam ibadah ini, kalaupun itu dilakukan maka Allah tidak segan-segan memberi cobaan demi cobaan dalam menjalankan ibadah umroh.
Penuh dengan keikhlasan dalam hal apapun, dalam niat maupun pelaksanaannya maka terasa ringan saja melangkah ke Baitullah, ke Masjidil Haram, mulai dari niat umroh, saat di Mekkah atau setelah pulang ke hotel.
Kesabaran, inilah ujian yang tidak ada ujung pangkalnya, tidak ada yang tahu kapan akan berhenti menahan kesabaran. Salah ucap, tergesa-gesa dalam memvonis semua ujian dari Allah tanpa menyalahkan sikapnya sendiri dalam menerima ujian itu bentuk ketidaksabaran seseorang. Badan capek sedikit sudah banyak mengeluh, diberi kekurangan harta sedikit saja sudah ketakutan, diberi sedikit waktu sudah kemrungsung, ibadah tidak tenang dan tidak istiqomah.
Diberi sakit sudah mulai melupakan siapa yang memberi sakit dan terkadang lupa tidak minta kesembuhan dari Allah SWT. Berobat ke dokter, beli obat ke apotik, berobat ke alternatif (tukang pijet) dan lain-lain adalah suatu ikhtiar. Kalau kemudian sudah berobat ke mana-mana dan minum banyak obat tapi kok masih sakit, berarti ada hal yang kurang dari orang tersebut, yaitu berdzikir kepada Allah SWT dan bersholawat atas Kanjeng Nabi Muhammad SWT.
Dalam kondisi sakit kita tetap ingat akan Ke-Esa-an Allah SWT dan Syafaat dari Sholawat Nabi, artinya saat sakit kita tetap ikhtiar berobat ke dokter atau beli obat ke apotik, tapi jangan lupa dzikir menyebut asma Allah SWT juga tak kalah penting, karena semua penyakit dan obat datangnya dari Allah dan perginya penyakit juga seijin Allah SWT. Jadi sebelum kita meminta kesembuhan alangkah baiknya kita sering menyebut dan menyanjung asma Allah, karena yang boleh sombong hanyalah Allah azza wajalla, Allah Maha segalanya, untuk itu ketika baru diuji sakit tetap jangan tinggalkan dzikir kepada Allah, bisa baca istighfar, subkhanallah, takbir, dan hamdallah sebanyak-banyaknya. Baru meminta kesembuhan dari Allah SWT. Insya Allah kalau semua dzikir sudah dilakukan, hati akan tenang, tidak ada keraguan sedikitpun di hati akan ke-Esa-an Allah SWT.
Untuk menjaga keikhlasan kita dalam menerima apapun ujian dari Allah, entah itu sakit, kekurangan, kegelisahan hati, pikiran kita baca QS. Al-Ikhlas sebanyak minimal 100x, Insya Allah hati akan tenang dan obat akan segera datang.
Untuk meringankan langkah kita dalam menerima semua ujian dari Allah SWT perbanyaklah membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW. Insya Allah semua langkah kita akan terasa ringan, penderitaan kita juga ringan, kegelisahan dalam diri juga hilang, rasa was-was berubah menjadi suatu keyakinan.
Kalau sudah melaksanakan ikhram (niat) untuk umroh dari batas-batas miqot yang diambil, kemudian bertalbiyah sambil meninggalkan segala larangan selama memakai baju ikhram dari tempat mengambil niatnya (miqot) sampai rangkaian rukun haji dan umroh selesai, hatinya selalu ingat Allah dan Kanjeng Nabi dalam suka dan duka. Hal ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau melanggar larangan, harus membayar denda, denda yang berupa uang dibelanjakan makanan untuk fakir miskin.
Kalau kita sudah melaksanakan umroh, secara tidak langsung keimanan kita kepada Allah bertambah.
Menjaga agamanya Allah dan melanjutkan perjuangan Kanjeng Nabi dalam mensyiarkan Agama Allah yaitu agama Islam serta menjadi pelayan hamba Allah. Tiga hal yang sama-sama sulit, untuk menjaga agama Allah dan melanjutkan perjuangan Kanjeng Nabi dan menjadi pelayan hamba Allah membutuhkan niat yg kuat, ikhlas, dana yang tidak sedikit, waktu, tenaga juga pikiran.
Dalam tulisan ini, penulis menitikberatkan pada bagaimana setelah pulang umroh ini penulis bisa menjadi pelayan dari hamba Allah, ini menyangkut urusan sosial, menolong hamba Allah dalam suka dan duka. Ini bukan perkara yang mudah. Tetapi karena niat lillahi ta’alla, Insya Allah selalu diberi jalan oleh Allah SWT.
Ini suatu opini dari penulis, tentunya tetap menjaga agama Allah dan ikut meneruskan perjuangan Kanjeng Nabi dalam syiar Islam Rahmatan lil alamin.
Menjaga sikap atau perbuatan kita pada sesama, berbuat baik untuk semua orang. Menjadi berkah bagi banyak orang, itulah diantara tugas-tugas jadi pelayan hamba Allah.
Sudah tidak mikir lagi, biaya dari mana, apalagi mikir untung rugi. Semua fokus pada pelayanan kepada sesama.
Pelayanan bisa berupa nasehat-nasehat yang baik, berceramah keagamaan tanpa bayaran, membimbing jamaah pengajian, mengajar baca tulis Al Qur’an, atau ilmu keagamaan dan ilmu pengetahuan lainnya. Termasuk menulis tentang banyak hal yang menginspirasi banyak orang.
Termasuk menjaga tutur kata baik di dalam hati atau yang keluar dari mulut kita. Jangan sampai apa yang kita katakan membuat orang lain tersinggung atau sakit hati.
Jadi pelayan hamba Allah tidaklah mudah, tidak dibayar dan ikhlas. Tidak dikenal di dunia, tidak dipedulikan manusia, terkadang dihina dan dikucilkan. Tetapi sangat-sangat dikenal oleh penduduk akherat. Disambut kedatangannya dan didoakan banyak malaikat Allah.
Jangan berharap mendapat sanjungan dari manusia dari apa yang kita lakukan, atau bahkan minta dihormati. Teruslah berbuat baik, menolong sesama sesuai kemampuan kita.
Sayangi semua makhluk ciptaan Allah SWT. Tidak usah mandang rupa untuk sekedar berbagi, tidak usah melihat agama atau kasta untuk sekedar memberi pertolongan.
Kita semua sama dihadapan Allah. Tidak usah melihat kekayaan atau pangkat seseorang, tidak usah kecil hati dengan kondisi kita. Terus melangkah berbuat baik di jalan Allah. Insya Allah tangan-tangan Allah yang akan merubah nasib kita.
Jangan takut kita tidak kebagian rejeki, Insya Allah kita mendapatkan rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka, min haitsu la yahtasib.
Ya Allah mampukan kami Ya Allah menjadi pelayan hamba-Mu.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi“, minat hub. 0851-0388-3445.