Penulis: Andre Vincent Wenas
Tak disangkal lagi. Mulai dari Ganjar Pranowo, lalu Erik Thohir, Airlangga Hartarto, dan sekarang Prabowo Subianto. Semua “mengklaim” sudah mendapat restu (blessing) dan dukungan serta arahan dari Jokowi.
Nama Jokowi jadi semacam ‘golden bridge’ menuju kontestasi pilpres 2024. Siapa yang dapat restu dari Jokowi itu dialah bakal pemenangnya. Apalagi kalau bukan ‘King Maker’ itu namanya?
Dan Jokowi pun senyum-senyum saja.
Tapi kok kubu Anies Baswedan tidak terdengar ada yang mengklaim telah dapat restu dari Jokowii? Lha bagaimana ini, masak sih antithesis mesti dapat restu dari thesisnya? Khan itu jelas berseberangan.
Jokowi, atau paling tidak para pendukungnya saat ini sedang mencari penerus, bukan antithesis. Kenapa? Karena dalam pandangan “kubu Jokowi” semua program pembangunan bangsa yang sekarang telah dan sedang dikerjakan mesti dipastikan keberlanjutannya.
Ya keberlanjutan! Bukan balik arah, alias antihesisnya. Kalau balik arah maka pelajaran pahit di Jakarta dalam 5 tahun terakhir ini bisa-bisa terulang lagi, tapi dalam skala nasional. Khan cilaka.
Sedangkan keledai saja tidak mau terperosok ke dalam lubang yang sama sampai dua kali.
Jadi sebetulnya Jokowi pilih yang mana sih? Kok semua (Ganjar, Erik, Airlangga dan Prabowo) semua disenyum-senyumin?
Ojo kesusu dia bilang. Dan juga sempat bilang agar parpol jangan lama-lama lagi untuk mengumumkan kandidat capres-cawapres, begitu khan pidatonya di HUT Golkar kemarin. Tapiii… mesti cermat, mesti hati-hati dalam memilih. Pilihlah yang ‘bener’ kata Jokowi. Artinya bukan yang ‘Gak Bener’. Jelas?
Bukankah akan jauh lebih baik jikalau kita semua dikasih kesempatan untuk bisa memilih yang ‘the best among the good’ (yang terbaik diantara yang bagus), dari para kesempatannya mesti memilih hanya dari yang ‘the least worst among the ugly’ (yang paling sedikit buruknya diantara yang jelek).
Betuuull tidaaakkk…
Memasuki tahun politik ini Jokowi nampaknya sekaligus menjadikan periode antara ini sebagai masa “pendidikan politik” bangsa. Agar cerdas, rasional, matang dan bijaksana dalam diskursus suksesi kepemimpinan nasional.
Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Jasmerah. Sekaligus harus mampu menerawang ke depan dengan mempertimbangkan segala tantangan di lokal, regional dan global, termasuk segala peluangnya yang mungkin ada.
Kita seolah diajak oleh Jokowi untuk “berlatih” berdemokrasi dengan dewasa dan matang. Beda pendapat boleh saja, dan lantaran itu tak perlu bermusuhan bukan?
Sementara ini mau pilih Ganjar boleh, pilih Erik silahkan, Airlangga tak mengapa , atau Prabowo ya monggo. Kita sedang berproses, termasuk mereka para kandidat juga sedang berproses.
Pada saatnya (tak lama lagi kok) King Maker akan bilang terang-terangan siapa ‘the next King’-nya. Yang penting dia yang bisa menjaga keberlanjutan pembangunan, bukan antithesis, bukan yang berseberangan!
Ojo kesusu, tapi juga parpol tak perlu lama-lama untuk umumkan gacoannya. Supaya partai politik juga bersikap, tidak oportunis dan sungguh menjalankan fungsinya sebagai ‘recruitment-agent’ sekaligus kawah candradimuka-nya calon-calon pemimpin bangsa.
Agar publik juga diajak diskusi, publik tidak beli kucing dalam karung.
Ini kesempatan kita belajar berdemokrasi dengan matang, dewasa dan rasional! Tunjukanlah dalam narasi kita di media-sosial masing-masing atau ruang publik mana pun yang bisa kita akses.
Sampaikan pendapatmu, dan mari berwacana dengan elegan dan sopan. Kita berdiskusi terbuka, berdialog cerdas, dan bermusyawarah untuk bermufakat pada akhirnya.
Sang ‘King Maker’ sedang bekerja… kerja… kerja… mendewasakan wacana demokrasi, sambil senyum-senyum.
10/11/2022
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.