Penulis: Nurul Azizah
Siang itu Sabtu 3 September 2022, penulis bersama teman-teman kantor sedang makan bakso di warung bakso Prasojo. Biasa menikmati akhir pekan bersama-sama. Jam menunjukkan pukul 13.30 WIB penulis membuka HP untuk melihat berita. Agak kaget ketika membaca berita kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) baik yang bersubsidi maupun non subsidi.
Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, solar subsidi Rp 6.800 per liter dan pertamax Rp 14.500 per liter.
Penulis pun membacakan berita tersebut kepada rekan-rekan, “Mulai jam 14.30 WIB harga BBM naik, lho.” Semua pada keget, “Kemaren tidak ada kenaikan, malah sekarang ada kenaikan dan kesannya mendadak, piye tho ki Pak Jokowi,” kata temenku. “Terus pengumumannya siang hari menjelang sore, ada apa ni,” imbuh yang lain.
“Biar tidak ada antrian di SPBU,” sahutku datar.
Penulis terus penasaran apa alasan pak Jokowi menaikkan harga BBM. Karena penulis tidak ingin Presiden Jokowi yang visioner jelas untuk memajukan rakyat terus dihina dan dimaki para pembenci.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulangkali telah melakukan berbagai upaya untuk menahan harga BBM subsidi maupun non subsidi naik. Namun, Jokowi menegaskan bahwa situasi memang tak terelakkan.
“Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia,” kata Jokowi.
Harga BBM tetap disesuaikan, mengingat kas keuangan negara sudah menanggung beban yang cukup berat, karena beban subsidi BBM naik terus.
Perlu diketahui sudah dua tahun Indonesia berusaha keluar dari bencana covid-19 dan tentunya adanya krisis pangan dunia akibat perang Rusia – Ukraina.
Dilansir dari Youtube Sekretariat Presiden, Sri Mulyani angkat bicara terkait adanya korelasi harga BBM yang naik di dalam negeri dengan harga minyak mentah dunia yang sedang turun.
Pemerintah memiliki alasan sendiri terkait dengan naiknya BBM dan turunnya harga minyak mentah dunia. Saat ini harga minyak mentah dunia berada di bawah level US$ 100 per barrel atau sekitar US$ 90 per barrel. Ternyata subsidi untuk BBM terus meningkat jumlahnya walau harga minyak dunia sedikit menurun.
Dengan perhitungan ini subsidi yang awalnya Rp 502 triliun menjadi Rp 653 triliun.
Sebagian subsidi BBM akan dialihkan ke masyarakat kurang mampu berupa bantuan sosial (bansos).
Sri Mulyani menjelaskan belanja yang tadinya untuk subsidi BBM dialihkan ke bansos untuk rakyat miskin dengan tambahan Rp 24,17 triliun, dengan harapan pemerintah dapat menahan pertambahan jumlah kemiskinan.
Sudah tidak rahasia lagi kalau BBM itu termasuk barang langka dan untuk mendapatkannya membutuhkan pengorbanan. Dalam hukum permintaan, “Permintaan akan turun jika harga naik.” Tetapi tidak berlaku untuk BBM. Permintaan ini tidak elastis, artinya perubahan harga tidak mempengaruhi perubahan permintaan. Berapapun harga BBM jumlah permintaan BBM tetap banyak bahkan jumlahnya tak terhingga. Artinya ketika harga BBM naik, masyarakat tetap ngantri di SPBU untuk membeli. Orang membeli pertalite atau solar walau harganya naik. Kebutuhan akan BBM diprioritaskan karena masyarakat perlu berkendaraan untuk pergi kerja atau bepergian di suatu tempat.
Jika harga pertalite naik, kemungkinan besar orang masih membeli pertalite dalam jumlah liter yang sama sebelum ada kenaikan.
Setiap ada kenaikan BBM selalu diwarnai sikap tidak setuju, menolak atau demo kepada pemerintah untuk membatalkan kenaikan tersebut.
Bagi pemerintah kenaikan harga minyak benar-benar masalah, jadi BBM bisa jadi singkatan dari benar-benar masalah. Tidak dinaikkan beban subsidi terlalu menguras kas negara, dinaikkan diprotes, didemo dan lain-lain.
Menaikkan harga minyak adalah keputusan yang sulit dan bukan sesuatu yang membanggakan. Yang dihadapi bukan saja gelombang protes dari masyarakat tapi juga ‘nyanyian nyaring’ dari kelompok oposisi. Karena kelompok ini mulai ada ‘gawe’ sejenis mantu besar untuk menjatuhkan pemerintah yang sah.
Jokowi memiliki visi untuk memajukan masyarakatnya, yaitu mengalihkan subsidi BBM ke bansos.
Mengurangi subsidi BBM kemudian dialihkan ke bantuan sosial adalah kerja berat bagi pemerintahan Jokowi saat ini. Benar-benar masalah, maju kena mundur kena.
Kalau maju, banyak yang demo tolak kenaikan harga minyak. Kalau mundur, subsidi BBM dinikmati orang kaya yang memiliki mobil serta kendaraan yang ke mana-mana selalu dibawa bepergian. Belum lagi para pemilik armada dan pengusaha transportasi yang selalu menggunakan bahan bakar subsidi untuk keperluan bisnisnya. Mereka para pengusaha yang beruang, mengapa menikmati subsidi yang begitu banyak ketimbang rakyat miskin?
Untuk itu pemerintahan Jokowi mengambil keputusan menaikkan harga BBM biar para pengusaha tidak begitu menikmati subsidi. Sementara rakyat miskin bisa menikmati subsidi BBM dengan bantuan sosial yang berupa uang tunai atau sejenisnya. Uang bansos bisa digunakan sebagai modal kerja, untuk membeli pertalite atau solar. Jadi masyarakat miskin benar-benar menerima peralihan subsidi BBM ke bansos.
Langkah Jokowi hanya bisa difahami bagi masyarakat yang mau berfikir secara jernih tanpa harus mengedepankan emosi.
Nurul Azizah, penulis buku Muslimat NU di Sarang Wahabi, minat hub. WA 0851-0388-3445.