SintesaNews.com – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menduga ada fenomena code of silence atau kode keheningan, dalam kasus polisi tembak polisi di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Dikutip dari Kompas TV dalam Sapa Indonesia Pagi, Kamis (14/7/2022), Reza menilainya dari dibentuknya tim gabungan untuk menginvestigasi kasus ini.
Menurut dia, fenomena “kode senyap” ini terjadi di berbagai institusi kepolisian di banyak negara.
Code of silence ditandai oleh kecenderungan sesama polisi untuk menutupi kesalahan sesama kolega, baik itu melindungi atasan, menjaga nama baik institusi, hingga memastikan kepercayaan masyarakat.
Sayangnya, kata Reza, tujuan baik itu kerap dilakukan dengan cara keliru dengan code of silence.
“Itu yang saya tafsirkan. Bahwa untuk menginvestigasi di lingkup internal pun Polri seolah saat ini tidak lagi sepenuhnya diyakini oleh masyarakat,” ujar Reza.
7 Kejanggalan
Sementara itu Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, ada tujuh kejanggalan dalam kasus di atas.
Pertama: disparitas waktu yang cukup lama, berkaitan dengan pengungkapan peristiwa tersebut ke publik, yang baru dilakukan dua hari setelah kejadian terjadi.
Kedua, kronologi yang disampaikan oleh pihak kepolisian dinilai berubah-ubah.
Ketiga, ada luka sayatan yang ditemukan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. Hal ini juga disampaikan oleh pihak keluarga korban.
Kejanggalan keempat: keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah
Kejanggalan kelima, CCTV di sekitar lokasi yang dalam kondisi mati saat peristiwa terjadi.
Kejanggalan berikutnya, Ketua RT di lokasi kejadian tidak diberitahu dan tidak mengetahui peristiwa dan proses olah tempat kejadian perkara (TKP).
Terakhir, keberadaan Kadiv Propam saat peristiwa terjadi juga tidak diketahui secara pasti.