Semiotika Hadirnya Jokowi di Demo Heboh 212 dan di Balapan Formula-E

Penulis: Andre Vincent Wenas

Masih ingat demo heboh 212 di Monas waktu itu? Jokowi akhirnya turun ke lapangan dengan jalan kaki dari istana. Bawa payung lantaran hujan.

Kata Jokowi di lapangan Monas kala itu (Jumat, 2 Desember 2016), “Terima kasih atas doa bersamanya untuk keselamatan bangsa. Terima kasih telah datang dan menjaga ketertiban, saya sangat mengapresiasi.” Lalu berpesan agar mereka meninggalkan aksi dengan tertib. Jokowi sama sekali tak menyinggung kasus dugaan penistaan agama yang jadi tema utama “event” demo heboh itu.

-Iklan-

Berkat pendekatan rendah hati serta wibawanya maka “suasana panas” kala itu seperti disiram hujan yang memang juga turun membasahi Kawasan Monas. Demo bisa diakhirinya dengan damai. Nama Jokowi melambung, sedangkan para dedengkot aksi malah mati angin. Faktanya juga sekarang dedengkot aksi itu ada di balik jeruji besi.

Barusan Jokowi mendatangi event balapan Formula-E, dan akhirnya ikut menyerahkan piala kepada para juara. Lalu apakah dengan begitu maka Jokowi bisa dijadikan tameng atau malah tempat pembuangan bola panas dari prahara persiapan event yang carut-marut bin tidak transparan itu?

Jelasnya apakah lantaran kehadirannya maka Presiden Jokowi bisa dianggap ikut bertanggungjawab atas kerugian akibat dugaan ulah bancakan para petualang event ini? Khan tidak begitu cara berpikirnya!

Justru kehadirannya menyiratkan betapa pedulinya beliau sebagai Kepala Negara terhadap nama baik bangsa. Political behavior Jokowi ini malahan kembali melambungkan namanya, dan berkat kehadirannya, nama Jokowi pun luput dari sasaran kampanye kebencian pihak-pihak oposan. Sekali lagi, mereka mati angin.

“Ya Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar dan baik. Saya kira ini event masa depan,” kata Jokowi usai menyaksikan balap Formula E di Ancol Jakarta, Sabtu (4/6/2022).

Yang ingin kita katakan adalah, ada pesan yang perlu dicermati di balik semiotika kehadiran Jokowi. Baik waktu di demo heboh 212, dan sekarang di event Formula-E, yaitu bahwa ia adalah Bapak dari anak-anak bangsanya. Ia mengayomi, tidak memusuhi, betapa pun ia sendiri kerap dicaci dan dihina oleh pihak-pihak yang luka batinnya tidak kunjung pulih semenjak kampanye ‘salam dua jari’ tahun 2014 lalu.

Dan janga lupa juga, peristiwa demo heboh 212 dan perhelatan balap mobil listrik Formula-E, keduanya terkait nama Anies Baswedan. Paling tidak begitulah publik mengasosiasikannya. Jika dulu adalah untuk melapangkan jalannya ke Balai Kota, maka sekarang demi menyiapkan platform kampanye menuju 2024.

Anyway, sekarang kembali Jokowi memberi teladan, bahwa biar bagaimana pun, kepentingan bangsa yang lebih luas mesti didahulukan. Soal ini memang kita mesti belajar banyak dari beliau.

Seperti juga pernah diajarkan Buya Syafii Maarif, bahwa kita yang siuman ini mesti memerangi kebodohan (atau cara berpikir picik) dengan narasi yang cerdas mencerahkan. Tak boleh diam. Sambil mesti tetap mencintai orang-orangnya. Mereka adalah manusia dan mereka adalah warga negara Indonesia yang sama dengan kita. Cuma pikiran dan hatinya memang lagi pingsan.

Sekali lagi jangan salah sangka, kehadiran Presiden Jokowi itu bukan berarti membela-buta terhadap pelanggaran prosedur pencairan dana Bank DKI misalnya. Atau terhadap dugaan bancakan lainnya selama persiapan event ini. Itu semua tetap mesti dipertanggungjawabkan.

Tak usah memolitisasi kehadiran Jokowi demi membenarkan pelanggaran. Itu saja.

06/06/2022
Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here