Penulis: Nurul Azizah
Seluruh rakyat Indonesia telah berduka dengan berpulangnya Prof. Dr. H. Buya Syafii Ma’arif pada hari Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah, Gamping, Kabupaten Sleman Yogyakarta karena sakit. Buya Syafii Maarif dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Gamping sejak Sabtu (14/5/2022) karena sesak nafas. Kondisi mantan Ketum PP Muhammadiyah periode 1998-2005 sempat membaik.
Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka atas wafatnya cendikiawan muslim yang berusia 86 tahun. Semoga beliau husnul khotimah, makamnya menjadi roudhoh min riyadhil jannah, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya dan ditempatkan di jannatun naim.
Ucapan belangsungkawa dan doa untuk tokoh bangsa dan negarawan yang menentramkan hati ini, banyak menghiasi postingan di medsos. Siapapun yang pernah mengenal beliau pasti bangga, karena akan merasakan keelokan dan indahnya sosok pribadi, seorang bapak yang sungguh-sungguh bijaksana dan menanggalkan semua keindahan dunia, mengabdikan diri untuk kemanusiaan.
Buya Syafii Maarif merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah (MD) yang sangat sederhana. Biarpun beliau tokoh bangsa, ulama dan seorang cendikiawan muslim, seorang profesor dan tokoh masyarakat, tidak sedikitpun ada kesombongan dalam dirinya.
Buya Syafii Maarif merupakan sahabat dekat Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Keduanya bersahabat ketika masih sama-sama memimpin Muhammadiyah dan NU. Ketika Buya Syafii Maarif meninggal mbak Yenny Wahid mengunggah sebuah foto lawas Buya Syafii dengan Gus Dur.
Gus Dur memakai peci dan berkacamata tampak tersenyum, sementara Buya Syafii di sampingnya berkumis terlihat lebih serius.
“Buya Syafei dan Gus Dur adalah 2 tokoh yang berjasa mendekatkan hubungan antara Muhammadiyah dan NU, yang sempat kurang harmonis karena perbedaan posisi politik maupun persoalan amaliyah keagamaan,” tulis akun Instagram @yennywahid, jumat (27/5/2022).
Apa yang membuat keduanya sangat dekat? Menurut Yenny, Buya Syafii dan Gus Dur dilekatkan oleh visi yang sama. “Persatuan dalam visi kebangsaan serta kerapnya pertemuan diantara mereka berdua, membuat hubungan antara kedua lembaga menjadi lebih mesra,” tulis Yenny.
“Baik Gus Dur dan Buya Syafei lebih setuju dengan islam sebagai inspirasi kehidupan umat dan masyarakat, dan tidak perlu diformalkan sebagai hukum negara, karena bisa terjadi diskriminasi terhadap warga negara non muslim,” lanjut dia.
Sepeninggal Gus Dur, Buya Syafii merindukan sosok Gus Dur. “Buya Syafei mengaku sering rindu Gus Dur, apalagi ketika beliau merasa kesepian dalam berjuang menegakkan toleransi di Indonesia,” tulis Yenny.
Mereka berdua adalah ulama yang menentang dan melawan kelompok islam radikal intoleransi, seperti: wahabi, salafi, takfiri, HTI, FPI, ISIS cs dengan keras.
Dalam tulisan beliau, Buya Syafii pernah bertutur, “Anak-anak muda NU dan Muhammadiyah harus senantiasa melakukan dialog inisiatif dalam upaya merumuskan dan mendudukkan secara apik mengenai format hubungan Islam dan Keindonesiaan.”
Baik Gus Dur dan Buya Syafii Maarif sangat mendukung pemerintah yang amanat seperti pada masa pemerintahan Jokowi. Buya Maarif sangat dekat dengan Jokowi, apabila Gus Dur masih hidup pasti juga dekat dengan Jokowi. Ini pernah terjadi saat Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo, Gus Dur begitu peduli dengan Jokowi.
Pada tahun 2006 Gus Dur bertemu dengan Jokowi, Gus Dur sebut Jokowi layak jadi presiden.
Pertemuan KH. Abdurrahman Wahid dan Joko Widodo yang terdokumentasikan lewat sejumlah foto tiba-tiba viral di media sosial.
Baru beberapa bulan pak Jokowi menjabat Wali Kota Surakarta (Solo) tepatnya pada tanggal 8 Januari 2006, Jokowi disebut Gus Dur bakal menempati kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Republik Indonesia. Beragam obrolan ringan, hangat dan santai tercipta dalam pertemuan tersebut.
Sedangkan Buya Syafii sampai akhir hayatnya juga sayang kepada Jokowi. Ketika Buya Syafii sakit. Presiden Joko Widodo menjenguk mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah di kediamannya di Kabupaten Sleman, pada Sabtu (26/3/2022).
Presiden Joko Widodo juga hadir langsung melayat di masjid, ikut mensholatkan bersama pelayat yang lain, kemudian melepas keberangkatan jenazah Buya Syafii menuju Taman Makam Muhammadiyah Husnul Khotimah Nanggulan, Kulon Progo.
Mengapa mereka berdua sangat mencintai Jokowi, karena dalam sosok Jokowi mampu berbuat adil dan bisa mendamaikan siapa saja. Jokowi presiden yang amanah dan tidak korup.
Meskipun Buya Syafii Maarif ulama MD, kita wajib hormat setinggi-tingginya. Penulis memposting di Facebook atau WhatsApp tentang ulama MD terutama qoutes dari Buya Syafii Maarif.
Tidak ada yang protes, meskipun semua orang tahu penulis warga NU klutuk, nahdliyin culture (ori), semua ok ok saja, tidak ada yang meriang, santai saja.
Karena penulis menginginkan orang yang membaca postingan atau tulisan penulis tentang NU dan MD bisa memahami atau minimal tahu jika MD beda dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau sejenisnya.
Selama ini banyak orang tahu kalau MD itu sejenis PKS atau sejenisnya, karena ada pentholan MD atau oknum-oknum MD yang dekat dengan kelompok minhum, seperti Amin Rais, Din Syamsuddin atau warga MD yang sudah tersusupi faham wahabi salafi, radikalisme dan intoleransi.
Padahal MD beda dengan kelompok kadrun cs. Kalau Amin Rais cs bagian dari kadrun bukan berarti MD jadi kadrun, MD ya MD.
Sama seperti NU, Ustad Abdul Somad (UAS) amalannya seperti warga Nahdliyin tapi mengapa UAS jadi kadrun, lebih dekat dengan kelompok radikal intoleransi, wahabi, salafi, FPI, PKS, dan HTI. Karena memang UAS tersusupi kadrun, tapi NU bukan bagian dari kadrun. Makanya penulis sering share tentang ajaran MD dan menjadi saudara tua NU.
Baca: Muhammadiyah Itu NU, Kalau Dirujuk dari Kitab Asalnya
Penulis juga pernah menulis tentang: “Muhammadiyah itu NU, kalau dirujuk dari kitab asalnya.”
Kalau orang senang membaca tulisan tentang MD dan NU, maka teman-teman penulis, teman-teman dunia maya (netizen 62) akan memahami MD dan NU. Tidak anti MD, tidak ada rasa benci terhadap orang MD. Mereka akan lebih faham kalau MD itu saudara dengan NU.
Kalau ada oknum MD yang rasa-rasa wajar saja, di NU juga banyak yang rasa-rasa. NU rasa PKS, NU rasa wahabi, rasa FPI atau mereka bergabung dengan NUGL (NU garis lurus), yaitu NU yang tidak mengakui kepengurusan PBNU, mereka memiliki organisasi yang mereka beri nama NUGL (NU Garis Lurus) yang digawangi oleh ustad Luthfi Basori, Idrus Ramli, Buya Yahya dan teman-temannya dari NUGL. UAS dan teman-temannya di NUGL merasa lebih besar, lebih benar, dari pada ulama NU dan para ulama-ulama lain.
Kalau di MD ada yang Amien Rais dan Din Syamsuddin yang mbalelo, mereka berdua tidak punya malu dengan Buya Syafii Maarif. Ya karena dua orang ini tidak punya malu, ora dhuwe isin malah ngisin ngisini.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi,” minat hub. penulis atau SintesaNews.com 0858-1022-0132.
Baca juga:
Baca tulisan lainnya di Kolom Bunga Rampai