Penulis : Togap Marpaung
Pengawas nuklir yang dipaksa pensiun karena bongkar kasus korupsi dan perizinan
Tulisan ketiga ini merupakan lanjutan dari tulisan kedua, judul: Kejagung Menggebrak Mafia Minyak Goreng dan Perizinan! KPK Lamban dan Polri Tidak Direken?… dan Tragedi Saya. Tulisan kedua lanjutan tulisan pertama, judul: “Dua Periode Presiden Jokowi: Dua Dirjen Perdagangan Luar Negeri Terlibat Kasus Perizinan, Reformasi Birokrasi Gagal?”
Mencermati judul tulisan ketiga, ada satu kata “blusukan” yang sengaja ditampilkan supaya fokus dan menarik atensi siapapun, termasuk Bapak Presiden sebagai pembaca. Kata blusukan tersebut sangat melekat dengan potret kesederhanaan dari kepribadian seorang Jokowi. Dari keempat gambar, terpancar kepedulian Jokowi pada lingkungan supaya tidak berdampak buruk, pertanian supaya bisa swasembada pangan dan kepeduliannya kepada anggota masyarakat marginal.
Kita cermati lagi judul tulisan, ada tiga pihak yang menjadi mitra kerjasama Presiden yang dijalin komunikasi secara terbuka dengan mereka ini, yaitu (1) Pimpinan instansi pemerintah dan segenap karyawan termasuk pensiunan; (2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pegiat anti korupsi; dan (3) Pelapor dugaan tindak pidana korupsi (whistleblower) dan perizinan (agent of change). Adapun yang dimaksud instansi pemerintah adalah yang kedudukan kantornya berada di pusat, yakni kementerian dan non kementerian. Tentunya, ada istansi pemerintah yang menjadi prioritas utama untuk dilibas saat blusukan.
Visi Misi Presiden
Ada dua momentum peristiwa penting dari kegiatan kenegaraan Presiden yang menjadi pegangan penulis supaya tidak dianggap asalan membuat tulisan sesuai dengan uraian di bawah ini.
Momentum pertama adalah Presiden Jokowi menyampaikan pidato bertajuk “Lima Visi Jokowi untuk Indonesia 2019-2024” yang digelar di Sentul International Convention Center, Bogor, 14 Juli 2019. Visi keempat adalah Reformasi Birokrasi (RB) dan visi kelima adalah APBN Harus Tepat Sasaran. Kedua visi Jokowi sangat tepat kaitannya dengan topik tulisan karena menyangkut masalah perizinan dan korupsi di instansi pemerintah.
Visi keempat adalah RB yang sangat penting menurut Jokowi. Presiden sudah melaksanakan terkait dengan reformasi struktural, ada beberapa kantor lembaga non struktural dan badan usaha milik negara yang dibubarkan. Jokowi menegaskan “mencopot pejabat dari lembaga yang terlihat tidak efisien dan tidak efektif”. Juga Jokowi mengingatkan bahwa kunci dari reformasi birokrasi adalah kecepatan melayani dan kecepatan memberikan izin.
Visi kelima, Jokowi mengingatkan APBN harus tepat sasaran yang dipertegas bahwa setiap rupiah yang keluar dari APBN, semua harus dipastikan memiliki manfaat ekonomi. Maksud Jokowi hal itu juga berarti memberikan manfaat untuk rakyat dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Momentum kedua adalah pidato Presiden: “Tidak Ada Visi Misi Menteri, yang Ada Visi Misi Presiden”, yang diucapkan sehari setelah memperkenalkan dan melantik para menterinya yang tergabung dalam Indonesia Maju di Istana Negara, tanggal 24 Oktober 2019. Presiden menambahkan, “Ini tolong dicatat karena dalam lima tahun yang lalu ada 1, 2, 3 menteri yang masih belum paham mengenai ini. Jadi dalam setiap rapat, baik rapat paripurna, di dalam rapat-rapat terbatas, di dalam rapat-rapat internal itu ada sebuah payung hukum”.
Presiden masih lagi menambahkan, “Jangan sampai ada lagi diundang menko selama 5 tahun, hadir sekali saja tidak. Ada yang seperti ini, saya dengar, saya juga baru dengar. Bagiamana kita mengkosolidasi, mengkoordinasi, diundang rapat oleh Menko tidak pernah hadir. Hal seperti ini yang harus saya garis-bawahi, sekali lagi, kerja kita adalah kerja tim”.
Dari dua momentum tersebut, penulis mencoba memberikan ulasan secara sederhana, sesuai karakter Presiden Jokowi yang diamini oleh para pendukungnya, tentunya. Ucapan dan perbuatan menjadi senapas…, visi yang diucapkan dan blusukan yang dilakukan.
Blusukan Jokowi
Latar belakang penulis adalah inspektur utama/senior keselamatan radiasi/nuklir di bidang kesehatan dan industri, salah satu tugasnya adalah inspeksi. Oleh karena itu, penulis termasuk orang yang menikmati kesehajaan Jokowi yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) atau turun ke bawah (turba). Dua istilah ini lazim digunakan dan populer di jaman orde baru.
Pada era reformasi, tidak terdengar lagi, yang diperkenalkan adalah pengawasan melekat (waskat) yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya. Meskipun waskat ini penuh dengan retorika-teori. Kemudian, setelah Jokowi menjadi Gubernur DKI di tahun 2012, kata blusukan menjadi trending yang maknanya sama tetapi beda sentuhan dengan sidak, turba atau waskat yang berlanjut hingga Jokowi menjadi Presiden.
Kebiasaan baik dengan melakukan blusukan ke berbagai giat kehidupan hajat orang banyak itu sangat baik. Presiden masuk gorong-gorong, ke pasar tradisional, sawah, sekolah, tempat tumpukan sampah, bersedekah dengan orang miskin dan sebagainya. Publik berdecak kagum, memberi apresiasi ketika pertama sekali Jokowi selaku Gubernur DKI blusukan masuk ke dalam gorong-gorong di kawasan yang berdampak banjir.
Makin menarik disimak karena Jokowi mengenakan baju seragam Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai simbol abdi negara. KORPRI anggotanya adalah aparatur sipil negara (ASN), pegawai BUMN, BUMD dan anak perusahaan. Bisa jadi Jokowi memberi pesan supaya insan KORPRI sebagai abdi negara harus menjaga harkat dan martabat, jangan ada yang malas-malasan, terlebih lagi berperilaku busuk, misalnya korupsi.
Blusukan Presiden seharusnya tidak berhenti pada momen yang mendapat decak kagum masyarakat karena persepsi masyarakat bisa menjadi negatif. Jangan lupa, blusukan Presiden cukup banyak mendapat kritikan, malah ada yang mengolok-olok karena dianggap sudah berlebihan, kontra produktif dan cenderung pencitraan, hanya supaya dianggap merakyat. Sikap masyarakat pasti ada yang pro-kontra. Tidak bisa diabaikan karena jabatan Presiden adalah politis yang selalu jadi ajang pergunjingan, sorak sorai.
Blusukan Presiden ke Instansi Pemerintah Pusat
Blusukan Jokowi ke berbagai sektor dan kunjungan resmi sejak dari mulai Gubernur DKI hingga Presiden menginspirasi penulis selaku whistleblower untuk mengaitkan dengan pemberantasan dan pencegahan korupsi dan perizinan. Meskipun disebut instansi pemerintah yang berada di pusat, tidak berarti harus semua kementerian dan non kementerian dikunjungi oleh Presiden. Itu tidak relevan, lagi pula mengingat masa jabatan Presiden Jokowi dengan sisa waktu sekitar dua tahun lagi.
Idealnya, instansi yang sebaiknya dikunjungi Presiden selama dua periode dapat dibagi menjadi empat kelompok. Pertama adalah instansi aparat penegak hukum: a. Kepolisian Republik Indonesia (Polri); b. Kejaksaan Agung (Kejagung); c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua adalah instansi yang wewenangnya melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan anggaran negara dan melakukan investigasi audit kerugian negara yaitu: a. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); b. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ketiga adalah instansi pemerintah yang kondisinya: a. rawan terjadi tindak pidana korupsi; b. sudah terjadi dugaan tipikor tetapi kasusnya lambat diproses aparat penegak hukum. Keempat adalah instansi yang melakukan layanan perizinan.
Berdasarkan hasil pemantauan penulis, pertama adalah Presiden Jokowi kunjungi kantor KPK dalam rangka meresmikan kantor KPK yang baru, tanggal 29 Desember 2015, kedua adalah Presiden Jokowi kunjungi Mako Brimob, Kapolri, tanggal 11 November 2016, ketiga adalah Presiden Jokowi kunjungi kantor KPK dalam rangka Hari Antikorupsi Dunia, tanggal 9 Desember 2021, keempat adalah Presiden Jokowi hadir rapim TNI-Polri tahun 2022 di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, tanggal 1 Maret 2022,
Presiden Jokowi tidak memenuhi undangan KPK untuk menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang digelar KPK, tanggal 9 Desember 2019. Presiden memilih memperingati Hakordia dengan menyambangi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 57 Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dari pemantauan penulis sesuai penelusuran media, Presiden belum pernah berkunjung ke kantor Kejagung, BPK dan BPKP. Tidak ada kunjungan Presiden ke kantor instansi pemerintah pusat level kementerian maupun non kementerian.
Sebenarnya, sudah ada gebrakan Bapak Presiden Jokowi terkait pencegahan korupsi yang luar biasa keren sedemikian sehingga membuat penulis kagum dan takjub. Pemerintah melalui Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) melantik mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Ketua Satuan Tugas Dana Desa, 5 Juli 2017. Kebijakan ini sakti karena ada jaminan dari Irjen Pol. (Purn.) Dr. Bibit Samad Riyanto, MM Ketua Satgas Dana Desa juga Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) bahwa tidak akan terjadi korupsi.
Malah Presiden Jokowi berencana mengajak KPK blusukan ke daerah untuk mengecek penggunaan dana desa. “Nanti (saya) ke desa bapak-bapak ini tidak sendirian lho. Saya ajak KPK,” ujar Jokowi saat membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2017 di Istana Negara, Jakarta, Kamis tanggal 18 Me 2017. Sepertinya, rencana ini tidak jadi, tidak tau apa sebabnya.
Blusukan Presiden ke LSM Antikorupsi
Penulis tidak bermaksud supaya Presiden Jokowi blusukan ke kantor Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Antikorupsi. Itu keliru, berlebihan. Tetapi ada bentuk kepedulian yang tidak dibuat-buat. Maaf, apakah ada larangan dari beberapa partai pengusung calon presiden ketika kampanye jika ada pertemuan dengan kelompok pegiat antikorupsi? Kementerian Sekretariat negara lebih mengetahui cara yang tepat terkait petemuan atau blusukan.
Peran LSM Antikorupsi besar bagi bangsa ini. Pertama kali mengetahui adanya program pemerintah mengenai kawalan dana desa adalah dari Ketua GMPK Irjen Pol. (Purn.) Dr. Bibit Samad Riyanto, MM. GMPK adalah salah satu LSM Antikorupsi. Beliau mengajak penulis untuk mau bergabung dengan GMPK ketika berkantor di depan Gedung Proklamasi Jakarta Pusat tahun 2016, pertemuan dengan jajaran GMPK beberapa kali. Pertemuan kami berlanjut dengan pengurus GMPK tahun 2018 karena mau konsultasi terkait peran whistleblower ke kantor sementara GMPK yang menumpang di kantor Kemendes PDTT daerah Kalibata Jakarta Selatan.
Penulis sudah lebih dulu pernah bertemu dengan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo dan pengurus Gerakan Anti Korupsi (GAK) Antar Perguruan Tinggi (APT), Indra sebagai Seketaris GAK APT. Oh iya, juga dengan pimpinan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin beberapa kali japrian untuk mohon arahan terkait perjuangan sebagai whistleblower.
Blusukan Presiden ke Whistleblower Korupsi
Terus terang, tanpa bantuan ICW dan LPSK, perjuangan penulis sebagai whistleblower tidak akan berhasil memastikan kerugian negara pada kasus tipikor pengadaan barang paket 1 sd 5 tahun 2014 di Bapeten. Total kerugian negara sementara (sebagian) sekitar Rp 2 M, masih belum jelas kerugian negara paket 3, diduga kuat belum semua dibayarkan. Ada lagi paket 6 dan 7 pengadaan jasa yang belum diproses penyelidikan.
ICW dan LPSK berkirim surat ke BPKP dan Polda Metro Jaya hingga ke Bareskrim Polri. Luar biasa peran kedua pihak ini, mereka blusukan langsung mendampingi whistleblower.
Bapak Presiden mohon dengan hormat mencari tau siapa saja PNS yang menjadi whistleblower terkait kasus perizinan dan/atau korupsi yang karirnya dijegal hingga bersengketa hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Malah ada karirnya yang dihabisi hingga dipaksa pensiun. Dengan segala hormat, Bapak Presiden pasti dengan mudah mengetahui karena punya perangkat.
Pekerjaan sederhana itu adalah salah satu tugas dari pembantu Bapak Presiden, yakni Staf Khusus dan beberapa orang yang diberi tempat terhormat sebagai pimpinan/anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Semoga Wantimpres memberikan pertimbangan yang pro whistleblower kepada Bapak Presiden sehingga keadilan tegak, pemberantasan dan pencegahan korupsi berhasil.
Sepengetahuan penulis, ada tiga orang yang berperan sebagai whistleblower dari tiga instansi berbeda yang namanya dengan mudah diketahui dengan cara googling. Karir kami dihajar menjadi babak belur sehingga maju melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pertama adalah Drs. Togap Marpaung, PGD, gugatan pertama ke PTUN karena pangkat dan golongan diturunkan tahun 22 Desember 2016. Gugatan kedua karena tidak lulus uji kompetensi fungsional pengawas radiasi dari madya ke utama selama 4 (empat) kali dalam 4 (empat) tahun, tanggal 19 Maret 2018. Gugatan ketiga karena SK Pensiun dinyatakan kenaikan pangkat dan golongan setingkat lebih tinggi menjadi IV/d, ternyata tetap IV/c. Kasus inilah yang disebut dipaksa pensiun karena pensiun seharusnya 1 Juli 2023 menjadi tanggal 1 Juli 2018. Apakah perbuatan ini sesuai dengan amanat reformasi birokrasi?
Kedua adalah Dr. Ir. Eny Budi Sri Haryani, M.Si dari Kemenpora mengajukan gugatan karena diberhentkan dari Jabatan Tinggi Pratama (eselon 2) sebagai Asisten Deputi Peningkatan Kreativitas Pemuda, Kemenpora tahun 2017.
Ketiga adalah Drs. Sapari, Apt., M.Kes yang diberhentikan dengan hormat PNS. Atas nama Sapari dari jabatan Kepala Balai POM Surabaya tahun 2018.
Penutup
Timbul beberapa pertanyaan serius berseri dalam benak penulis, yaitu mengapa Bapak Presiden Jokowi tidak pernah blusukan ke instansi pemerintah? pertama adalah yang melakukan pemeriksaan penggunaan anggaran dan audit investigasi (BPK dan BPKP), kedua adalah yang melakukan penegakan hukum, ketiga adalah yang memberikan layanan perizinan, keempat adalah yang mengelola anggaran yang berpotensi dikorupsi, seperti dana bantuan sosial, kelima adalah yang pernah terlibat kasus korupsi, keenam adalah yang melakukan kegiatan pengawasan terkait korupsi oleh LSM Antikorupsi, ketujuh adalah yang melapor dugaan tindak pidana korupsi (whistleblower).
Menjawab semua pertanyaan yang tujuh poin adalah bermakna judul tulisan ini sudah dilaksanakan. Tentu saja hasilnya tidak dapat dilihat seketika. Jika blusukan Bapak Presiden dapat dilaksanakan, yakin teguh pemberantasan dan pencegahan korupsi dapat berhasil di instansi pemerintah.
Kiranya Yang Terhormat Bapak Presiden Jokowi berkenan melaksanakan aksi dengan dua permohonan dalam sisa waktu dua tahun lagi selama dua periode, sebagai berikut:
- Melakukan blusukan ke dua kantor instansi pemerintah, yaitu Kemendag dan Bapeten yang melayani perizinan. Kemendag dan Bapeten dua kali tersangkut kasus korupsi
- Melakukan blusukan dengan cara mengundang perwakilan LSM Antikorupsi, whistleblower dan LPSK dalam suatu pertemuan, yang tempatnya entah di mana.
Ada dua instansi lagi yang juga mohon Bapak Presiden melakukan blusukan, satu dari perwakilan instansi pemeriksa keuangan dan satu lagi instansi penegakan hukum, yaitu:
- Badan Pemeriksa Keuangan karena oknum dari tim pemeriksa sudah berulang terbukti melakukan korupsi. Modusnya penyalahgunaan wewenang profesi auditor negara mengkondisikan hasil pemeriksaan menjadi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Menjadi kemauan pimpinan instansi pemerintah memperoleh opini WTP meskipun instansinya tidak memenuhi syarat. Bagaikan mengurus izin yang sarat permainan mafia. Juga kelebihan bayar atau kemahalan harga terkait pengadaan barang dan jasa yang mengarah pada korupsi bisa menjadi ajang permainan mafia.
- Bareskrim Polri atau Polda Metro Jaya karena proses penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sangat lama. Laporan kami dari mulai tanggal 16 September 2014 sampai hari ini, tidak ada penetapan tersangka atau tidak. Kinerja oknum polisi tidak sesuai lagi dengan kebijakan Kapolri yang harusnya patuh pada visi PRESISI: prediktif, responsiblitas, transparansidan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah dan cepat.
Dengan segala hormat, Bapak Presiden tidak intervensi penegakan hukum yang sedang berproses di instansi aparat penegak hukum tetapi ada kebijakan diskresi sebagai sikap tindak antikorupsi.
Oh iya, terkait dengan judul tulisan “rogoh kantong bantu LSM Antikorupsi” tidak bermakna harus demikian tetapi ada rasa keprihatinan sebagai bentuk peduli antikorupsi. Sedangkan kata “segera” bermakna sebaiknya dilaksanakan sebelum habis masa periode kedua Bapak Presiden Jokowi yang tinggal sekitar dua tahun lagi.
Bapak Presiden Jokowi adalah sama dengan penulis yang berikrar antikorupsi dan menunaikan tugas pengabdian akhir jabatan selama sepuluh tahun-dua periode, penuh dengan berkah.
Penulis masih berniat membuat tulisan keempat jika permohonan whistleblower nomor dua belum mendapat atensi dari Bapak Presiden. Judul tulisan keempat adalah
“Whistleblower Berhasil Mengembalikan Kerugian Negara Sekitar Rp 2 M, Ditelantarkan Negara dan Menagih Komitmen Presiden”.
Setiap tulisan yang dimuat di media harus dikoreksi terlebih dahulu oleh Koordinator dan Jajaran Gerakan Anti-KKN-Alumni Universitas Indonesia (GA-KKN-AUI) sebagai bentuk kebersamaan dalam perjuangan bela negara.
Dalam suasana lebaran hari kedua ini, penulis menghaturkan:
Selamat Idul Fitri 1443 H
Mohon maaf lahir dan bathin
Jakarta, 3 Mei 2022
Salam hormat,
ttd.
Togap Marpaung