Penulis: Ganda Situmorang
Kali ini penulis mau menulis receh tapi semoga bisa menambah khasanah edukasi politik di Tanah Air. Tulisan receh ini tentang Tsamara Amani. Seorang politisi wanita millennial dari PSI yang di usia belia bak fenomena meteor melejit popularitasnya sebagai politisi muda dengan “trade mark” Kesetaraan Gender yang boleh dikatakan satu politisi muda wanita berprospek cemerlang. Dengan instrumen utama sosial media yang mempopulerkan namanya berhasil dipoles pada persepsi publik.
Strategi komunikasi dan kerja politisi zaman now memang sudah berbeda jauh dengan politisi berlatar belakang aktivis katakan era Reformasi 98.
Pondasi pemahaman ideologi yang kuat membuat politisi aktivis seperti batu karang. Pemahaman ideologinya menjadi pondasi yang kuat.
Sejauh pengamatan penulis, dialektika politisi aktivis era Reformasi 98 ke belakang umumnya sangat bernas konsisten dengan gagasan-gagasan kebangsaan.
Sangat jarang kelompok ini misalnya tiba-tiba membuat pernyataan bombastis dan kontroversial hanya untuk sekedar mengejar popularitas. Apalagi sekedar panjat sosial. Ideologi bukan perkara sepele dan murahan seperti itu! Apalagi sampai menggadaikan ideologi politik yang dipeluknya dengan loncat pagar keluar dan/atau pindah ke partai politik. Ya, nama Tsamara suka atau tidak suka telah masuk daftar tersebut.
Penulis mengenal tidak sedikit politisi aktivis yang bekerja di jalan sunyi. Mereka yang langsung berkarya di akar rumput dan jauh dari hiruk-pikuk panggung social media. Mereka bekerja senyap mendampingi pedagang pasar kaki lima, petani dan nelayan kecil hingga pelaku UMKM.
Di situ kita bisa menilai yang mana politisi yang memiliki ideologi dengan politisi petualang pragmatis oportunis.
Kabarnya burung bahwa Tsamara keluar dari PSI karena suaminya yang berhaluan ke oposisi saat ini memang sudah disanggah oleh Tsamara. Memang sudah ada pernyataan resmi langsung dari yang bersangkutan bahwa alasan Tsamara keluar dari PSI adalah ingin fokus di luar Partai Politik. Namun jika memang benar demikian adanya maka seorang Tsamara rupanya tak lebih dari sebuah produk polesan kosmetik yang bisa berganti kemasan kapan saja. Pagi kedele sorenya sudah jadi tempe.
Lantas bagaimana rakyat sebagai konstituen memberi penilaian kepada karakter semacam ini? Menyalahkan partainya? Menyalahkan suaminya? Atau memang kembali menelan bulat-bulat kemasan baru dari yang bersangkutan dengan gagasan baru yang sama sekali bertolak belakang dari yang sebelumnya? Ceruk pasar konstituen selalu ada untuk segala macam produk kemasan bukan?
Bagaimana rakyat bisa memberikan mandat untutk menaruh harapan dan nasib bangsa ini kepada karakter-karakter semacam ini?
Sangat menarik menunggu dan melihat sepak terjang seorang Tsamara Amani di luar Partai Politik sesuai pernyataanya. Silahkan rakyat waras menilai dengan cerdas.
Salam hormat
Teluk Balikpapan, 23 April 2022.