Penulis: Dahono Prasetyo
Indonesia sedang merencanakan Ibukota baru di Pulau Kalimantan. Seberapa besar strategi tersembunyi di luar prespektif ekonomi dan politik yang mendominasi keputusan Jokowi sebagai simbol representatif pemerintahan?
Pulau Jawa dengan populasi 150 juta penduduk sarat dengan permasalahan kesenjangan sosial sosial, intrik bisnis, budaya dan intoleransi yang berawal dari kota kota besar di Pulau Jawa. Gesekan antar golongan hingga perebutan supremasi bisnis dan kekuasaan menjadikan pulau Jawa sarat dengan segudang masalah yang tidak selesai dengan solusi hukum.
Ibarat Jakarta sebagai Ibukota sudah dikepung “benalu”. Dan pemerintah pusat butuh “atmosfer” baru untuk melanjutkan perjalanan bahtera republik ini. Minimalnya sedikit menjauh dari markas ex HTI, pejuang DI/TII, gerilyawan khilafah, kelompok intoleransi dan pasukan cyber hoax yang berkumpul dan dibiayai oleh satu “server” di Pulau Jawa. Pemerintah ke depan fokus menghadapi persaingan global yang semakin ketat di negara yang potensinya sering dibuat jalan di tempat oleh kekuatan asing.
Jakarta sebagai pusat bisnis pada suatu moment boleh lumpuh karena demo berlapis, revolusi ideologi, militansi adu domba sosial. Pulau Jawa khususnya Ibukota Jakarta menjadi pusat medan peperangan persaingan kekuasaan, berdampingan lurus dengan egosentris pelaku ekonomi mengeruk kekayaan melalui mesin politik. Ibukota sebagai pusat pemerintahan selalu dibuat repot dengan masalah oknum-oknum penguasa yang bergerak masif.
Namun pemerintahan yang dikeroyok dari segala penjuru harus tetap berdiri, terus bergerak menyelamatkan kepentingan keberadaan bangsa selanjutnya yang tidak hanya selebar Pulau Jawa.
Peradaban baru yang dimulai di Kalimantan sedikit banyak bisa meredam peradaban lama di Jakarta yang senantiasa bergejolak karena persaingan kepentingan. Pemerintah butuh sistem baru dalam menyelesaikan semua masalah. Melahirkan cara pandang baru kepada anak cucu, bahwa memikirkan persatuan dan kesatuan ke depan lebih penting daripada sibuk memisahkan perseteruan. Memisahkan carut marut persaingan bisnis dengan pemerintahan tidak cukup dengan sistem sepanjang pelakunya berada di kubangan yang sama.
“Sebongkah” roti ekonomi bernama Pulau Jawa sudah habis dijarah. Bagi pemain baru yang tidak kebagian, berusaha mencuri roti di saku pencuri lain. Perseteruan terjadi alamiah, yang direkayasa hanya caranya.
Kue baru bernama IKN kemudian ditawarkan di etalase terpisah. Perebutan kue baru tetap terjadi dengan kepesertaan pemain lama namun dengan cara main yang baru. Mereka yang menolak tidak benar-benar berniat menolak. Mereka bagian dari yang ingin berebut potongan kue dengan cara berbeda.
Jokowi selalu punya cara menyelamatkan Indonesia dalam kesempatan tipis sehelai rambut sekalipun. Dalam cara pandang yang jauh ke depan bahkan melampaui usia jabatannya.
Di IKN Nusantara, Jokowi sedang memberi tempat baru untuk lahirnya Jokowi-Jokowi baru, pencipta “roti-roti baru”, terobosan peradaban baru.
IKN Nusantara bukan sekedar hitungan matematika karena visi hanya terlihat bagi yang terus bergerak maju, bukan mereka yang duduk tapi paling berisik menuntut solusi masalah bersama.
Note:
Bagi yang tidak setuju, lupakan kode keras ilustrasi fotonya.
Depok 18/02/22