Guru Ngaji Naik Haji

Dahono Prasetyo

Agung seorang guru mengaji dari Gantong, Belitung. Sebagaimana orang Islam yang taat, naik haji adalah cita-cita urusan akhiratnya. Honor dari mengajari anak-anak baca tulis huruf Arab, membaca Al-Qur’an sambil menjadi marbot masjid kecil di kampungnya diyakini Agung bisa menghidupi dirinya dan keluarga.

Harapannya untuk beribadah di Mekkah itu dia wujudkan dengan mendaftar ke biro Haji dengan mengikuti program tabungan Haji.

-Iklan-

Dua hari sekali paling lama Agung datang ke Bank Sumsel untuk menabung Rp 50.000 setiap kali setor. Dia berharap tabungannya itu suatu saat dapat membawanya naik haji.

Kadang dia merasa sedikit malu, saat bertemu petugas teller atau sesama nasabah tabungan haji lainnya. Pernah dilihatnya ada yang menabung untuk biaya naik haji sebesar Rp 10 juta. Peraturan dari biro haji bagi nasabah yang sudah melunasi biaya, baru bisa masuk daftar antrian naik haji. Bila dihitung, setidaknya, Agus butuh waktu tiga tahun lebih untuk mengumpulkan 30 juta biaya haji.

Pada suatu hari Agung terkejut saat usai setor tabungan Rp50 ribu, di laporan buku tabungannya tertulis ada setoran Rp20 juta. Seakan tidak percaya, biaya naik hajinya sudah lunas dan segera dijadwalkan berangkat. Agung bertanya-tanya siapa gerangan yang menyetorkan uang Rp20 juta itu, jangan-jangan ada orang yang salah kirim. Agung berdoa memohon petunjuk dalam tiap sholat tahajjud-nya.

Dua bulan kemudian hari keberangkatan tiba. Agung sedang dikumpulkan bersama jama’ah lainnya di asrama haji. Tiba-tiba ada seorang lelaki datang menemuinya, membawa sebuah plastik kresek hitam. Di dalamnya ada uang sebesar Rp 30 juta. Orang yang tidak dikenal itu mengatakan uang ini untuk biaya Agung menunaikan ibadah haji. Merasa bingung dengan kejutan yang dialaminya, Agung mengatakan bahwa biaya naik hajinya sudah lunas. Orang tersebut hanya tersenyum lalu mengatakan: “Ini duit pribadi saya Rp30 juta, yang Rp20 juta kemarin saya setor ke rekeningmu itu uang dari kantor saya. Maksudnya agar pembayaran naik hajimu lunas dan segera bisa berangkat lebih cepat, tanpa menunggu 3 tahun lagi,” kata lelaki itu.

Agung langsung bersujud mengucap terima kasih kepada lelaki itu, namun buru-buru dicegah.

“Eit nanti dulu, jangan buru-buru terima kasih. Saya punya permintaan yang harus kamu kerjakan. Ini uang Rp30 juta kamu setor ke rekeningmu. Lalu ini ada nomer rekening kantor saya, kamu transfer Rp20 juta kembalikan uang kantor saya yang kemarin. Trus sisanya 10 juta kamu transfer ke nomer rekening seseorang. Ini nomer dan namanya. Dia senasib dengan kamu juga, menabung harian untuk naik haji. Setidaknya tambahan Rp10 juta bisa mempercepat pelunasan biaya naik hajinya juga,” jelas lelaki itu panjang lebar.

Agung mengangguk dan segera melaksanakan permintaan yang agak aneh tersebut. Lelaki itu kemudian pergi. Saking gugupnya Agung menyesal tidak sempat menanyakan siapa lelaki yang baik hati tersebut.

Di depan Hajar Aswad, Agung berdoa minta petunjuk Tuhan untuk mengetahui siapa lelaki misterius itu. Sepulang dari ibadah Haji, di Bandara, Agung baru tahu siapa lelaki tersebut setelah melihatnya berdiri bersama petugas, dan pejabat daerah yang menyambut kedatangan rombongan haji. Namanya Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok, Bupati Belitung Timur.
—————
(Saduran ulang buku A Man Called Ahok karya Rudi Valinka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here