Penulis: Nano Buana
SintesaNews.com – Beberapa waktu lalu saya berkomunikasi dengan teman yang sudah lama tidak saling kontak. Banyak cerita masa lalu yang kami ceritakan, hingga pada satu titik dia bercerita bahwa dia saat ini sedang terapi, hal ini mengejutkan saya dan spontan bertanya ada apa ? Dia menjawab bahwa dia mengalami depresi akibat bullying.
Sungguh ini mengejutkan saya sebagai teman, sebab selama ini dia saya kenal sebagai seorang yang ramah, sopan dan mudah bergaul dengan siapa saja. Hampir tidak mungkinlah dia jadi korban bullying teman-temannya di media sosial, tapi kenyataan berkata lain, perundungan (bullying) itu ada dan nyata di sekitar kita.
Media sosial, sebagai mana nama itu disematkan adalah media untuk mengekspresikan diri, mengungkapkan apa yang di dunia nyata bisa jadi tidak berani diungkapkan. Bahkan bisa juga menjadi ajang memamerkan pencapaian atau sekedar ingin dipandang orang lain yang mana di dunia nyata hal itu dianggap berbenturan dengan norma sosial masyarakat. Maka tak heran jika di dunia maya ini berseliweran berbagai macam perilaku orang yang di dunia nyata tampak jauh berbeda.
Lalu bagaimana sikap kita terhadap mereka yang mengekspresikan dirinya ? Semua kembali ke diri kita dalam menyikapinya. Kita tidak bisa melarang orang lain memamerkan atau mengekspresikan diri mereka, toh mereka tidak merugikan diri kita.
Pengalaman teman saya ini sungguh mengejutkan, dampak besar akibat bullying itu tidak bisa dianggap enteng, beberapa kasus bahkan berakhir dengan bunuh diri. Siapa yang salah ? Kita semua yang salah, kita menganggap ejekan itu hanyalah bercanda, hanya sekedar guyonan semata. Tapi tanpa kita sadari, ternyata tidak semua orang menerimanya dengan kuat. Banyak hal yang tidak bisa dianggap sepele, dianggap sesuatu yang semua orang pasti memakluminya. Seharusnya kita bisa melihat dari sudut pandang orang yang kita bully tersebut, apa dampaknya bagi dia dan tentu keluarganya.
Apa yang harus kita lakukan saat kita dibully, di dunia nyata atau di medsos ? Bagi saya pribadi, yang menganggap bully hanyalah ketidak tahuan orang lain terhadap pribadi saya, tentu saya bisa memaklumi dan menganggap angin lalu saja. Sebab, tidak ada yang bisa menghargai diri kita selain diri kita sendiri, tidak ada Yang memahami kita selain diri kita sendiri.
Tapi kondisi mental orang itu beda-beda, bagaimana jika ada teman kita yang menjadi korban bully dan dia tidak kuat menghadapinya? ini pertanyaan sulit, sebab biasanya orang yang depresi akibat bully adalah orang yang cenderung introvert, orang yang sulit mengekspresikan dirinya. Bisa jadi orang itu tadinya sangat terbuka, ramah, tapi karena sering dibully merubahnya menjadi tertutup dan menutup diri dengan orang lain.
Tidak mudah memang menyembuhkan luka bathin orang yang menjadi korban bully, perasaan insecure terhadap orang lain atau malah sama sekali tidak percaya dengan orang lain, bahkan terhadap sahabat terdekatnya sekalipun. Jika sampai disini, maka korban bully akan merasa sendiri dan akibat fatalnya adalah mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.
Di dunia nyata, perundungan bisa dimulai dari lingkungan keluarga terdekat, dari orang tua kepada anaknya, tetangga atau lingkungan sekolah. Korban bully bisa menjelma menjadi sosok yang tidak percaya diri dan minder di dunia nyata atau malah sebaliknya, korban itu akan menjelma menjadi monster yang kejam.
Tidak sedikit psikopat pembunuh berantai berawal dari korban bully dan kitalah yang menciptakan monster itu, kitalah yang selama ini membentuknya menjadi demikian.
STOP BULLYING !
Biarkan orang lain mengekspresikan dirinya, meskipun itu kita anggap tidak sesuai dengan diri kita. Cukup scroll down atau bahkan unfriend jika memang itu membuat kita tidak nyaman. Kita tidak pernah tahu kehidupan orang lain, kita tidak tahu kesulitan hidup orang lain. Apa yang mereka telah lewati dalam hidup ini, bukan hak kita menjadi hakim bagi hidup orang lain. Tidak semua orang bisa menerima bercandaan kita, tidak semua orang kuat diejek atau dihina.
Berhentilah jadi pembunuh mental orang lain atau bahkan mencetak psikopat kejam, masyarakat kita sudah sangat sakit jika bullying ini terus dimaklumi dan dibiarkan. Media sosial bukan untuk ajang pembunuhan karakter, bukan ajang mencetak pembunuh yang sakit jiwa. Kembalikan pada fungsi awal media sosial kita, media untuk saling mengenal, saling mendukung dalam pertemanan.
Baca juga: