SintesaNews.com – Relawan Jokowi Ganda Situmorang menyoroti Gubernur Provinsi Sumatra Utara Edy Rahmayadi yang berpotensi tersangkut tindak pidana korupsi. Hal ini terkait peraturan Gubernur Edy yang mengharuskan uang ganti rugi untuk penghapusbukuan lahan bekas HGU PTPN 2.
“Jadi begini, salah satu sumber tanah objek Reforma Agraria melalui legalisasi aset atas tanah di provinsi Sumatra Utara adalah lahan bekas HGU PTPN 2,” jelas Ganda.
Prosedur legalisasi aset atas tanah untuk lahan bekas HGU PTPN 2 ini sebenarnya sangat sederhana sesuai dengan arahan Presiden Jokowi supaya legalisasi aset dilakukan dengan mudah dan gratis bagi masyarakat.
Pertama, adalah masyarakat mengajukan permohonan legalisasi atas tanah sesuai dengan calon lokasi dan daftar nama masyarakat yang telah menguasai (Daftar Nominatif); Lalu Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam hal ini yang bertupoksi melakukan verifikasi dan validasi terhadap data dan informasi baik yuridis maupun fisik. Kemudian pemerintah provinsi mengusulkan Daftar Nominatif Usulan Penghapusbukuan Tanah Bekas HGU PTPN 2. Selanjutnya terhadap usulan daftar nominatif tersebut kemudian disetujui oleh para Pemegang Saham PTPN 2 dalam hal ini Kementerian BUMN mewakili Negara. Surat Keputusan Pemegang Saham PTPN 2 perihal Persetujuan Penghapusan dan Pemindahtanganan Aset Tanah Eks HGU. Kemudian diadministrasikan oleh BPN berupa penerbitan Sertifikat. Proses ini sangat jelas mudah dan tak perlu lagi biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat.
“Namun pada kenyataannya, Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur Edy Rahmayadi kemudian membuat peraturan yang mengharuskan masyarakat calon penerima legalisasi aset harus membayar uang ganti rugi. Dan lebih anehnya lagi uang ganti rugi tersebut harus disetor ke PTPN 2 yang notabene seharusnya tinggal menghapusbuku aset dimaksud karena telah disetujui oleh Pemegang Saham (Negara),” beber Ganda.
“Ada dua kesalahan fatal di sini, yaitu kesalahan administrasi dengan menambah birokrasi melalui peraturan Gubernur Edy yang bertentangan dengan Pedoman Reforma Agraria Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018; dan kesalahan kedua peraturan Gubernur Edy tersebut mengharuskan masyarakat membayar uang ganti rugi dan uang tersebut tidak disetor ke rekening bendahara negara melainkan ke rekening PTPN 2. Ini jelas aroma modus permainan mafia, dimana sangat berpotensi terjadinya kejahatan memperkaya oknum PTPN dan oknum lain yang terlibat, dan merugikan masyarakat. Ini adalah pungutan liar berbungkus peraturan Gubernur,” tegas Ganda koordinator Agraria Watch Indonesia (AWI)
“Di atas itu semua, aturan uang ganti rugi tersebut jelas tidak sesuai dengan pedoman Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, saya mendorong Kejaksaan Agung turun langsung untuk segera melakukan penyelidikan karena Jaksa Agung juga mendukung tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi,” tutup Ganda.
9 January 2022