Penulis: Roger P. Silalahi
Miris membaca Siaran Pers dari Indonesia Police Watch (IPW) yang diketuai Bp. Sugeng Teguh Santoso. Miris bukan karena isi tulisan atau apa yang disiarkan, tapi miris melihat penjerumusan Kapolri yang seolah tidak paham hukum, sehingga salah mengambil kebijakan. Dengan sekian banyak tenaga ahli bergelar tinggi, bergaji dan difasilitasi negara, kesalahan pengambilan keputusan seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi.
Ini terkait masalah Novel Baswedan (NB) dan rekan-rekannya (dkk) yang masuk dalam daftar eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus TWK. Setelah melalui pertimbangan yang panjang, berbagai teriakan dan ocehan menyerang pemerintah yang keseluruhannya gagal total, akhirnya NB dkk. menyatakan menerima tawaran Kapolri untuk menjadi ASN di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Entah apa saja deal yang tercapai di antara kedua pihak, yang pasti akhirnya NB dkk. setuju menerima tawaran baik dari Kapolri agar tetap bekerja dan berpenghasilan, sehingga tidak perlu jadi pedagang nasi goreng atau guru ngaji. Berita pun sontak tersebar, seolah suatu hal besar terjadi, padahal hanya kesepakatan antara calon pekerja dan calon pemberi pekerjaan. Ada yang bertepuk tangan, ada yang goyang-goyang kepala, ada juga yang tertawa.
Ada juga yang mengkaji lebih jauh, dan mempertanyakan kebenaran dari langkah tersebut secara hukum, itulah Bp. Sugeng Teguh Santoso dan team IPW. Kajian IPW menunjukkan bahwa ketentuan yang dikeluarkan melalui Peraturan Polri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Polri ternyata bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yakni Undang-undang 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Ini bahaya, Kapolri sebagai Kepala Aparat Penegak Hukum mengambil langkah yang melanggar hukum.
Dalam pasal 20 UU Polri disebutkan pada ayat 1 yakni pegawai negeri pada Polri terdiri atas: a. anggota Polri, dan b. pegawai negeri sipil. Pada ayat 2 ditegaskan, terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Maka, apabila ada pengangkatan PNS / ASN, pengangkatan tersebut harus berpegang pada ketentuan yang diatur Undang-undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014.
Jadi begini…
1. Perpol 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Polri pada dasar “mengingat” tidak mendasarkan pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sehingga dari sisi formilnya adalah menjadi batal demi hukum.
2. Perpol 15 Tahun 2021 tersebut tidak mendasarkan pembentukannya kepada ketentuan umum undang-undang kepolisian nomor 2 Tahun 2002 pada pasal 1 angka 4. Dimana Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Polri dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan Peraturan perundang-undangan.
Nah, ada yang lucu dari poin nomor 2, pertanyaan mendasar bagi Polri dalam mengangkat NB dkk. menjadi PNS / ASN di lingkungannya, apakah “…dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum…”…? Memang kalau tidak direkrut apa masalahnya…? Apakah NB dkk. itu pengacau keamanan sehingga harus direkrut untuk menjamin keamanan…? Apakah Polri secara spesifik membutuhkan NB dkk untuk membantu Polri…? Seharusnya tidak, karena masih banyak orang di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memiliki kemampuan sejenis dengan NB dkk.
Perpol ini cacat, karena sebagaimana dijelaskan dalam Perkap Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembentukan Peraturan Kepolisian jelas disebutkan pada pasal 4 bahwa materi muatan yang diatur dalam Peraturan Polri berisi:
a. perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau
b. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat yang menjadi kewenangan Polri sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Dalam diktum ‘mengingat’ pada Perpol 15 tahun 2021, yang dicantumkan adalah:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) ;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601).
Ini membuktikan bahwa staf ahli yang menjadi ‘bidan’ Perpol Nomor 15 tahun 2021 secara sengaja tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ke dalam diktum mengingat, sementara pokok dari Perpol Nomor 15 tahun 2021 ini adalah mengenai perekrutan NB dkk. sebagai PNS / ASN.
Jadi, para staf ahli Kapolri seharusnya paham bahwa keseluruhan proses pengangkatan PNS / ASN ini harus sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 tahun 2014, tapi secara sengaja dinafikan dan/atau disembunyikan karena bila dicantumkan maka NB dkk. sudah pasti akan gagal, tidak lolos dari persyaratan dasar, batasan umur, dll.
Lebih parah lagi, Pasal 1 Perpol 15 Tahun 2021 dengan tegas di angka 3 menyebutkan bahwa dalam peraturan Kepolisian ini, yang dimaksud dengan: Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Sementara di angka 4 menyatakan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan…!!!
Kesalahan fatal staf ahli ini ujungnya menempatkan Kapolri di titik tidak baik; “Mengeluarkan Peraturan Yang Melanggar Peraturan”. Ini hanya masalah kemalasan mencari solusi, tapi dampaknya maksimal dan dapat mempermalukan Kapolri, menempatkan Kapolri menjadi seperti “Penegak Hukum yang Buta Hukum”.
Kapolri harus mencopot siapapun yang telah menjerumuskannya hingga mengeluarkan Perpol yang bertentangan dengan Undang Undang yang ada diatasnya, dan mencarikan solusi baru untuk NB dkk., kasihan mereka, nasibnya jadi seperti “Terhukum yang Terganjal Hukum”…#%£@&
-Roger Paulus Silalahi-