Penulis: Andre Vincent Wenas
Anies lagi aksi tutup mulut, alias bungkam seribu bahasa ketika ditanya soal Formula-E yang sedang diselidiki kasusnya oleh KPK.
Maka kita tanya saja kepada Wagub Ahmad Riza Patria (Ariza). Perkaranya soal pinjaman Pemprov DKI Jakarta (via Dispora-nya), pada 20 Agustus 2019 lalu dari Bank DKI.
Jumlahnya GBP 10 juta (sekitar Rp 180 miliar), katanya untuk keperluan commitment-fee Formula-E (balapan mobil listrik yang sampai sekarang belum jelas lokasi sirkuitnya ada di sebelah mana). Rencana balapannya bulan Juni 2022, jadi praktisnya tinggal 7 bulan lagi.
Wagub Ariza mengaku tidak tahu menahu soal pinjaman Pemprov DKI Jakarta itu. Memang saat itu Ariza memang belum menjabat sebagai Wagub, ia masih sebagai anggota DPR-RI (Fraksi Gerindra) dari dapil Jabar-V. Ia baru dilantik jadi Wagub DKI pada 15 April 2020.
Ternyata repot sekali untuk bertindak jadi jubirnya Anies dengan spesialisasi klarifikasi urusan ini dan itu yang tidak jelas juntrungannya. Serba abu-abu bahkan gelap gulita.
Apanya yang mau diklarifikasi, wong faktanya memang keruh alias butek. Jangan-jangan, situasi butek alias keruh itu memang disengaja lantaran ada pihak yang mau mengail di air yang keruh.
Kabarnya sih sudah ada indikasi kuat bahwa ada sekelompok orang (pengusaha? Politisi?) yang jadi ‘orang-orang kunci’ di belakang event bodong Formula-E ini.
Slogannya: Jakarta Kota Kolaborasi, begitu katanya. Namun kok faktanya malah lebih terasa sebagai Kota Kolusi ya? Lantaran memang kerja kolutif seperti ini mesti dilakukan diam-diam di balik tabir debu yang berterbangan.
But, when the dust settles from the move, tampang-tampang mereka mulai terlihat.
Siapa saja “orang-orang kunci” di belakang event Formula-E ini sudah beredar di media sosial, silahkan berselancar di internet. Mudah sekali.
Sehingga pertanyaannya, apakah event Formula-E ini memang cuma dijadikan ajang bancakan berjamaah?
Kalau benar begitu, maka anggota “jamaah-bancakan” ini memang berkepentingan sekali untuk terus bikin keruh, bikin butek situasinya. Sampai nanti kasusnya hilang dari memori publik, pupus dimakan waktu.
Kecurigaan ini bukannya tanpa dasar. Buktinya, bukti bayar (kuitansi) commitment-fee yang jumlahnya super jumbo itu sampai sekarang tidak pernah transparan dipresentasikan. Bahkan terhadap para wakil rakyat kita di parlemen! Ini apa-apaan sih?
Lalu sampai sekarang revisi Studi Kelayakannya pun tidak pernah disampaikan ke parlemen. Padahal itu sudah jadi temuan BPK! Ck… ck.. ck…
Bagaimana kita bisa menentukan event ini layak atau tidak kalau Studi Kelayakannya yang menjadi dasar untuk memutuskan layak atau tidaknya event itu diselenggarakan justru belum final?
Sekarang kabarnya KPK sedang berada dalam tahap menyelidiki (belum tahap menyidik) kasus Formula-E ini. Mungkin KPK bisa mulai dengan memanggil ketujuh fraksi yang menolak interpelasi waktu itu.
Mereka (Gerindra, Golkar, Nasdem, PKS, Demokrat, PAN dan PKB-PPP) waktu itu khan sangat yakin bahwa tidak ada yang perlu dibuka oleh (ditanyakan kepada) Gubernur Anies di forum interpelasi. Maka sekarang ayolah jelaskan kepada KPK apa dasar-dasar keyakinan mereka itu?
Setelah itu Gubernur Anies bisa bersama ketujuh fraksi itu mempertanggung-jawabkannya ke publik dan sekaligus “bersaksi” di depan majelis sidang pengadilan Tipikor.
Bagaimana?
Kalau sampai pada tahap itu, Pak Ariza bisa bebas tugas sebagai jubir Anies untuk klarifikasi soal-soal yang tidak jelas juntrungannya.
Bahkan ia bisa jadi Plt.Gubernur loh… Sudah siapkah Pak Ariza? #eh…
09/11/2021
Andre Vincent Wenas, MM,MBA
Pemerhati Ekonomi-Politik, Direktur PERSPEKTIF