Penulis: Andre Vincent Wenas
Memang fenomena ini sekarang sudah jadi fenomenal. Mau bilang apa lagi?
Surat pribadinya terarah langsung kepada Kapolri, dan tidak lupa pula ditembuskan ke para atasannya, mulai dari Pangdam, KSAD sampai Panglima TNI. Dan sekarang surat itu beredar luas dan jadi diskursus publik. Rupanya tak ada yang mau ia sembunyikan.
Urusannya pun jadi urusan publik. Paling tidak bagi mereka yang peduli dan prihatin (concern) dengan persoalan ini dengan segala latar belakangnya.
Apa latar belakangnya? Jelas dalam surat itu tertulis, “…bahwa ada rakyat bernama Bapak Ari Tahiru rakyat miskin dan buta huruf berumur 67 tahun ditangkap ditahan karena laporan dari PT Ciputra International/Perumahan Citraland. Bapak Ari Tahiru sampai surat ini dibuat masih ditahan (± 1/2 bulan). Juga Bapak Ari Tahiru ini pemilik tanah waris yang dirampas/diduduki.”
Jadi ada perkara perampasan (pendudukan) lahan. Lalu bagaimana status hukum lahan tersebut? Itu yang mesti diungkap dengan jelas dan transparan sehingga semua jadi terang benderang. Tanpa ada dusta di antara kita.
Terlepas dari dugaan atau spekulasi dari sementara pihak tentang motif lain-lainnya dari Brigjen Junior Tumilaar, yang jelas ada persoalan konflik lahan di situ.
Fenomena Brigjen Junior Tumilaar sekarang sudah terlanjur jadi kasus yang fenomenal. Dan lantaran sudah masuk ke ruang publik, maka mau tidak mau itu mesti jadi urusan publik. Artinya para pejabat publik yang terkait dan yang berwenang pun tidak bisa tinggal diam.
Paling tidak ada tiga soal yang mesti jelas statusnya.
Pertama soal status hukum lahan tersebut, maka aparat daerah (Pemprov/Pemkot, Kepolisian, Kejaksaan dan BPN) hendaknya bisa melakukan klarifikasi kepada publik. Sementara pemilik lahan yang katanya diserobot maupun pihak Citraland mesti bisa menjelaskan juga.
Kedua adalah soal prosedur yang dilakukan oleh Brigjen Junior Tumilaar. Tentu ada aturan dan disiplin organisasi dalam tubuh militer (TNI) itu sendiri. Manakala seorang perwira tingginya bersikap atau sampai melakukan tindakan tertentu. Dalam hal ini bersurat langsung kepada Kapolri (artinya lintas instansi). Terhadap soal ini Puspomad telah bergerak. Maka kita tunggu saja hasilnya seperti apa nantinya.
Ketiga adalah soal peran para wakil rakyat di daerah itu sendiri. Bukankah ini persoalan rakyat yang – katanya – lahannya diserobot atau diduduki oleh pihak tertentu. Mengapa sampai sekarang DPRD (entah itu di level Propinsi Sulawesi Utara atau Kota Manado) belum terdengar sikapnya?
Lagi pula, kalau ini jadi urusan para wakil rakyat di sana, tentunya juga terkait dengan pihak pemerintah Kota Manado (maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara) dengan segala instansi kedinasannya yang terkait. Bagaimana dengan tata kotanya? Bagaimana dengan RTRW-nya? Bagaimana dengan BPN setempat? Dan seterusnya.
Seperti yang diungkapkan sendiri oleh Brigjen Junior Tumilaar dalam wawancaranya dengan beberapa media, bahwa ia ternyata telah berbicara dan menyuarakan kasus konflik lahan ini kepada banyak pihak sejak lama, dan prosesnya pun juga berjenjang. Namun toh nampaknya (atau buktinya) tidak ada respon yang cukup memadai untuk mengakomodasi rasa keadilannya yang tergugah.
Sehingga akhirnya Brigjen Junior Tumilaar bertindak dengan seolah-olah telah mengambil peran sebagai wakil rakyat, corong suara rakyat, penyambung lidah rakyat di Sulut (Kota Manado) sana.
Jadi, untuk soal urusan Puspomad yang sedang menjalankan proses penyelidikan (atau penyidikan) terhadap kasus Brigjen Junior Tumilaar itu biarlah kita doakan saja agar bisa berjalan dengan profesional dan tidak tersangkut kepentingan-kepentingan sempit tertentu. Insya Allah.
Sekarang yang kita tunggu adalah sikap para wakil rakyat, sikap pemerintah Kota Manado (maupun Provinsi Sulut). Termasuk pihak pengembang (Citraland) dalam hal ini.
Semoga semua bisa menemukan jalan yang terang dan solutif. Sulawesi Utara dan Kota Manado butuh pengusaha yang bisa menjalankan usahanya dengan baik dan dengan proses bisnis yang jujur.
Pengusaha dan rakyat di Sulawesi Utara dan Kota Manado mesti dilindungi dan diayomi oleh Penguasa (pemda dan para wakil rakyat di parlemen) yang telah mendapat mandat dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan yang adil, jujur dan bermartabat.
Penguasa jangan “memeras” pengusaha, dan pengusaha pun tak perlu “menyuap” penguasa.
Kita pun berharap sekali, agar TNI dan Polri bisa kompak selalu. Rakyat mempercayakan senjata kepada kalian untuk menjadi pagar yang bisa menjaga kedaulatan negara, serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dimana rakyat ibarat tanaman yang bisa tumbuh subur dan menjadi berkat bagi satu sama lainnya di dalam taman indah yang dikawal (dijaga) oleh TNI-Polri.
Akhirnya, kepada Tuama Brigjen Junior Tumilaar, tetap semangat, percayalah Opo Wananatas (Tuhan YME) senantiasa memberkati negara dan bangsa Indonesia melalui perjuangan anak-anakNya yang setia. Si Tou Timou Tumou Tou.
I Yayat U Santi!
11/10/2021
Andre Vincent Wenas, pemerhati ekonomi-politik