Penulis: Dahono Prasetyo
Setiap kali warga DKI makan di restoran kelas menengah ke atas, dalam struk pembayaran tertera pajak 10%. Tidak peduli pembelinya perusahaan, konglomerat, pejabat, karyawan atau ABG yang traktir gebetannya, sudah diwajibkan merelakan 10% dari jumlah belanjanya untuk disetorkan ke Pemda DKI.
Jadi kalau Gubernur DKI melakukan korupsi terkait anggaran, bukan uang negara yang dicurinya, tapi salah satunya uang patungan kita bayar pajak 10%.
Proyek mercusuar balapan Formula E yang sudah jelas menggunakan dana patungan warga DKI sementara masih aman dari tuduhan manipulasi anggaran. Karena begitulah mercusuar, jauh dari para nelayan dan ikan di bawahnya. Terang di luar, gelap di dalamnya.
Dari Gubernur hingga anggota Dewan yang bertugas mengawasi anggaran, sudah sepakat bulat mencuri uang kita. Lebih memilih gagah membeli Formula E daripada belanja Susu Formula untuk warganya. Mereka saling melindungi dan tutup mata telinga pura-pura bermimpi ketiduran.
Proses “membeli” hajatan Balap Mobil celakanya kemahalan atau sengaja dibuat mahal dalam kemasan paket 5 tahun anggaran. Artinya jika itu benar terlaksana selama 5 tahun warga DKI rela menyumbang uangnya untuk ide hura-hura Gubernur, DPRD dan pejabatnya.
Judul di atas menjadi salah satu bentuk perlawanan warga DKI secara individu. Menolak bayar pajak restoran menjadi ujung solusi kebuntuan hubungan komunikasi warga dengan pemimpinnya. Penyaluran aspirasi melalui wakil rakyat menjadi tidak efektif bahkan cenderung menjadi pertunjukan badut tanpa make-up.
Warga memang tidak berhak memutuskan dan mengawasi penggunaan anggaran. Namun warga DKI punya hak untuk menolak kewajiban pajak yang digunakan “unfaedah” kesejahteraan.
Silahkan makan di restoran, tolak penambahan bayar pajak 10% sesuai struk. Kita berkomitmen akan membayarkan jika ajang balapan uang rakyat batal digelar. Pemilik restoran tidak berhak menghalangi pembeli menyimpan uang kewajiban pajaknya. Laporkan kejadian penolakan itu kepada petugas pajak dan biarkan warga berdiskusi dengan pejabat pajak jika itu dianggap melanggar hukum.
Kadang kita jadi terlihat bodoh, saat teriak demo tolak Formula E tapi masih tetap menyumbang dana untuk pembiayaannya. Lalu kita akan saksikan pejabat laki-laki Pemda DKI tahun ini hamil berjamaah. Perutnya gendut serempak berisi uang rakyatnya sendiri.
Dramatis kan?