Penulis: Roger Paulus Silalahi
Salam sejahtera.
Kepada yang terhormat Saudara Ali Fikri dan Tata Khoiriyah.
Perkenalkan, saya Roger Paulus Silalahi, seorang Kriminolog lulusan Universitas Indonesia yang mendalami bidang keamanan selama lebih dari 20 tahun dan berprofesi sebagai Safety & Security Consultant. Berikut ini perkenankan saya menanggapi release anda berdua yang tersebar luas di media, guna memberi pengertian kepada anda berdua atas kesalahkaprahan yang anda berdua sebarkan.
Saudara Ali Fikri,
Pernyataan anda selaku PLT Juru Bicara KPK bahwa tindakan yang dilakukan Pak Iwan saat masih berstatus Petugas Keamanan KPK sebagai tindakan ilegal, perlu saya koreksi.
1. Sebagai Petugas Keamanan KPK yang baik, merupakan sebuah keharusan bagi Pak Iwan mengambil gambar sebagai “Bukti Awal” terjadinya hal yang patut diduga sebagai pelanggaran. Hal ini merupakan standar baku kerja utama dari Anggota Satuan Keamanan.
2. Apa yang disebarkan oleh Pak Iwan bukanlah hoax sebagaimana anda katakan, hal tersebut benar terjadi, sebaliknya andalah yang menyebarkan hoax seolah hal tersebut tidak terjadi. Akuilah bahwa hal bendera Al Liwa dipajang di meja pegawai KPK adalah benar adanya, jangan mengaburkan fakta.
3. Jika tindakan Pak Iwan dinyatakan sebagai “Pelanggaran Berat”, lalu pemasangan bendera Al Liwa itu pelanggaran apa? Mari bicara Undang Undang dan Peraturan Pemerintah, bukan hanya sekedar aturan KPK. Saya siap berargumentasi bila anda masih merasa benar.
4. KPK yang penuh dengan “Penyidik” seharusnya dapat langsung melihat bahwa siapapun orang yang memasang bendera Al Liwa atau Ar Rayah sebagai patut diduga merupakan simpatisan dari kelompok yang menggunakan bendera tersebut sebagai jati diri mereka, terlepas apakah itu di-identik-an dengan HTI, sehingga seharusnya lebih sigap dari Pak Iwan yang posisinya sebagai Petugas Keamanan.
5. Pak Iwan sepatutnya ditempatkan sebagai “Whistle Blower”, bukan sebaliknya, kecuali jika memang KPK dipenuhi oleh pengagung lambang-lambang jati diri HTI. Dalam posisinya sebagai Petugas Keamanan, langkah yang diambil Pak Iwan sama sekali tidak mendiskreditkan KPK, sebaliknya menyelamatkan KPK dari unsur-unsur HTI dan Radikalis.
6. Meja siapakah itu? Demikian gamblang anda menyatakan kesalahan Pak Iwan, tapi enggan menyebutkan nama orang yang memasang bendera Al Liwa di mejanya. Apakah karena orang tersebut “rekan seperjuangan” anda? Tolong jawab sejujurnya.
Sebaiknya anda tidak menempati posisi PLT Juru Bicara KPK, reaksi anda memalukan, tidak objektif, dan dengan demikian integritas anda patut dipertanyakan.
Tata Khoiriyah,
Pertama;
“Apa yang membuat anda tergerak untuk ikut angkat bicara dalam kasus bendera di meja karyawan KPK, sementara anda sekarang sudah mantan karyawan KPK?”
“Apakah karena meja dimaksud adalah meja anda, atau “rekan seperjuangan” anda?”
Perkenankan saya menanggapi poin poin anda yang disebarkan melalui media massa dengan gagahnya.
Berikut poin saya:
1. Anda bicara akses terbatas, bagaimana bisa Pak Iwan mengambil gambar di lantai 10, ruang para Jaksa, sementara Pak Iwan ditugaskan di bagian tahanan? Anda sedang membongkar keburukan lain di KPK, bahwa akses masuk tidak terkontrol dengan baik, karena bila demikian maka Pak Iwan tidak akan mungkin dapat mengakses ruangan tersebut. Anda harus tahu, bahasa Pegawai Tidak Tetap bisa menerobos masuk ke area yang bukan areanya, berarti sistem keamanan KPK SANGAT BERMASALAH, kecuali anda berbohong, atau anda tidak mampu mengkoneksikan bahwa pihak yang punya akses ke ruang tahanan sangat wajar memiliki akses ke ruang Jaksa, sehingga dapat membawa tahanan ketika Jaksa ingin melakukan pemeriksaan.
2. Bukanlah Pak Iwan tidak mengerti, tapi Pak Iwan justru lebih mengerti, lebih paham bahwa ada potensi bahaya yang ditampilkan melalui pemajangan bendera Al Liwa di meja itu. Pak Iwan diperlakukan seperti tersangka adalah kesalahan fatal dari KPK, dari siapapun yang memerintahkan hal tersebut. Pak Iwan adalah penyelamat KPK dari simpatisan HTI dan paham Radikalis. Baca poin nomor 1 dari surat saya untuk Ali Fikri, supaya anda mampu paham. Jangan remehkan Petugas Keamanan, mereka punya protap sendiri dan dididik secara khusus. Anda yang tidak paham tugas Pak Iwan. Baca juga poin nomor 4 dari surat saya untuk Ali Fikri, sekali lagi supaya anda mampu paham, sehebat apa kemampuan Pak Iwan melihat potensi bahaya. Anda yang perlu paham, bahwa adanya “Penganut Paham Talibanisme” di KPK bukan isu, tapi kenyataan, tidak perlu anda tutupi, kalaupun anda bagian dari “Penganut Paham Talibanisme” tersebut.
3. Siapapun pemilik meja itu memang harus diperiksa dengan sangat intensif, mau ASN atau Independen KPK atau apapun, sudah benar harus menjelaskan asal usul dan bagaimana kronologi bendera tersebut ada di mejanya. Dengan dilakukannya pemeriksaan intesif, jelas, bahkan SANGAT JELAS, yang dilakukannya adalah pelanggaran. Lalu kenapa anda pusing bila ada pelanggaran dibongkar oleh Pak Iwan? Anda sepatutnya berterima kasih. Perkara Pak Iwan diperlakukan serupa dengan si pemilik meja, itu yang tidak tepat. Sangat tidak tepat. Orang yang seharusnya diberi penghargaan justru diperlakukan sebagai tersangka? Bagaimana logika berpikirnya?
4. Orang bodoh pun tahu itu bukan bendera HTI, tidak perlu saksi ahli (yang namanya dihapus dari berita pada tanggal 3 Oktober) untuk membebaskan pemilik meja dari terbuktinya bendera tersebut ada di mejanya. Masih ingin bermain-main dengan hukum? Lalu kenapa untuk Pak Iwan tidak dipanggilkan saksi ahli yang mengerti tugas dan fungsi Petugas Keamanan, yang dapat dimintakan dari Departemen Pertahanan, kenapa? Bukan bendera HTI, kata orang yang menafikkan, tapi orang yang paham seperti Pak Iwan mengerti bahwa bendera tersebut sering di-identik-an dengan HTI atau kaum Radikalis. Baca lagi poin nomor 4 dari surat saya untuk Ali Fikri.
5. Jangan kaitkan segala hal dengan agama. Jangan kaitkan bendera tersebut dengan pemecatan 57+ pegawai KPK, belajarlah fokus membahas masalah. Tidak perlu menyebut diri anda sebagai mantan GUSDURian untuk membonceng kesan nasionalis. Fokus, fokus, fokus. Belajar fokus, sebagaimana yang dilakukan Pak Iwan.
Mungkin baiknya anda tidak perlu ikut bersuara, seorang mantan karyawan KPK yang ikutan kisruh? Patut dipertanyakan dan dikaji lebih jauh apa kepentingan anda dalam kasus ini. Dimanapun anda bekerja sekarang, atasan anda patut mewaspadai sikap karyawan seperti yang anda tunjukkan, ini bagian dari tanggung jawab pimpinan.
Demikian surat terbuka ini saya buat sesingkat, sejelas, dan setegas mungkin, dan saya siap mempertanggungjawabkan semua yang saya sampaikan. Biarkan publik menilai, KPK berbenah, dan jika mau memperbaiki kesalahan, silahkan memberikan penghargaan kepada Bapak Iwan Ismail atas jasanya dan ketelitiannya sebagai Petugas Keamanan yang baik.
Salam,
-Roger Paulus Silalahi-
Kriminolog
Safety & Security Consultant
Bidang Kajian Center of Terrorism & Radicalism Studies – PTIK
BPH Aliansi UI Toleran (AUTO)
Catatan:
Bila benar yang disampaikan Tata Khoiriyah, mari saya bantu KPK memperbaiki sistem keamanannya secara gratis, supaya tidak lagi sistem keamanan yang buruk diterapkan di KPK, lembaga bermarwah yang (seharusnya) kita cintai.