Ganda Situmorang
Patriot 98 NKRI
“Jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi dan Ganjar. Mereka merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat papua, injak-injak harga diri bangsa Papua dengan kata-kata rendahan rasis, monyet dan sampah. Kami bukan rendahan. Kita lawan ketidakadilan sampai titik darah penghabisan. Sy Penentang Ketidakadilan).” Demikian cuitan Pigai lewat akun Twitter-nya @NataliusPigai2 seperti dilihat Catatan Pinggiran, Sabtu (2/10/).
Satu cuitàn di akhir pekan dari salah seorang “putra terbaik Papua” ini telah menyita perhatian publik di jagad maya dan social media. Trending topic! Natalius Pigai dengan satu cuitan seketika menjadi sorotan se-Indonesia, nyaris mencuri panggung PON Papua.
Strategi komunikasi politik Pigai yang menunggangi si SARA memang menjadi mainstream gaya komunikasi politisi tantrum; komunikasi politik yang menentang akal sehat, memancing kontroversi berbalut busana si SARA tadi. Pigai melengkapi deretan karakter antagonis di panggung politik Indonesia yang memakai strategi komunikasi tantrum tersebut bersama AR, GN, SBY dan JK di tier 1 dan ada GN, AB, AA, FZ, RR dkk. di tier 2.
Strategi komunikasi politik tantrum sebenarnya pertama sekali dipakai oleh Prabowo – Sandiaga pada Pilpres tahun 2014 dan Tahun 2019, mereda sejak Prabowo – Sandiaga bergabung kabinet Jokowi. Ada benang merah bahwa gerombolon politisi tantrum sepertinya hendak mereplikasi jejak Prabowo – Sandiaga sekaligus merawat konstituen tantrum yaitu para kadrun pengasong khilafah dan PKI dengan busana baru HTI dan FPI.
Namun ada satu hal yang mereka lupa, bahwa ada satu pembeda nyata mereka dengan Prabowo – Sandiaga, yaitu pasangan pilpres yang mewakili suara puluhan juta pemilih. Jika Prabowo – Sandiaga adalah lokomotif, maka gerombolan politisi tantrum tak lebih dari sekedar satu gerbong rongsokan di depo. Jadi memakai strategi komunikasi politik tantrum sama sekali tidak memiliki kekuatan daya tawar (bargaining position) kepada Presiden Jokowi.
Kembali ke Pigai. Lihatlah seorang Pigai sebenarnya hanya rongsokan gerbong yang sedang teronggok. Dia bahkan tidak punya basis massa yang riil. Hanya modal CV pernah mendapat privileged sebagai mantan Komisioner Komnas HAM yang dia sia-sia kan semasa aktif. Bukan Pigai yang mendapat simpati dari masyarakat Papua, sebaliknya dua orang Jawa Tengah yang dia sebut tanpa titik koma, Jokowi Presiden 2 periode RI dan Ganjar Pranowo, Gubernur 2 periode Provinsi Jawa Tengah keduanya kader partai penguasa justru semakin populer dan mendapat sambutan hangat luar biasa. Ke manapun Ganjar melangkah salah-salah pundaknya semakin meriah dengan noken pemberian masyarakat Papua. Pigai? Entah dimana muke dia berada kini, semakin teronggok.
Salam Pancasila 🇮🇩
04102021
Baca Catatan Pinggiran sebelumnya:
Sungguh miris, jika dunia digital disungguhi bumbu pikiran pengecut yang teriak kebenaran dengan menginjak keadilan. Dua kaki Pigai ada ditanah Jawa, teriak disawah dan diladang milik Jokowi dan Ganjar, sementara keduanya menyapa orang Papua dengan kemesrahan persaudaraan dan rasa kemanusiaan yang sangat beradab. Dunia sudah berubah dan orang Papua sudah mengenal diri, siapa saudara dan siapa lawan. Kami anggap Pigai sudah jadi orang Jawa, hidup dan bertengger di Tanah Jawa, hanya menggubris Papua yang dia dengar dan dia baca. Masyarakat Papua cinta Jokowi, meski lambat tetapi Jokowi meletakan dasar kuat tentang masa depan Papua yang gilang gemilang.
Pigai, sebaiknya anda kembali di Tanah Papua, meski ada konflik, damai masih kami hitung sebagai sebuah harga dari saling bersaudara dari pada anda kategorikan kami sejiwa dan sepemahaman dengan anda.
ANDA SALAH PIGAI. Kami cukup derita, anda selalu senang.